Allah swt. Menciptakan
manusia dalam keragaman, baik keragaman budaya, bangsa, suku dan ras. Termasuk
menciptakan manusia dalam dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. Keragaman
atau perbedaan yang diciptakanNya ini tidak lain kecuali bertujuan agar manusia
saling mengenal (li ta’arafuu). Dalam pada itu manusia akan merasakan
kebesaran Allah melalui ciptaanNya.
Istilah
ta’aruf secara sederhana didefenisikan sebagai aktifitas saling mengenal satu
sama lain agar tercipta hubungan yang
harmonis antara kedua belah pihak. Penggunaan istilah ta’aruf pada
dasarnya berlaku umum, baik perkenalan antara suku, budaya, bangsa termasuk
antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan istilah
Masa Ta’aruf pada sekolah-sekolah tertentu khususnya pondok pesantren sebagai
ganti dari istilah Masa Orientasi Siswa (MOS) yang merupakan kegiatan saling
mengenal antara santriwan/santriwati baru dengan lingkungan barunya yaitu
sekolah barunya itu sendiri. Namun, istilah ini kemudian lebih cenderung
digunakan dalam pengertian upaya saling mengenal antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan yang diniatkan akan berlanjut pada tingkat hubungan yang
lebih serius yaitu pernikahan. Ta’aruf dalam pengertian tersebut adalah untuk
menuju ke jenjang pernikahan. Sehingga, tidak layak disebut ta’aruf jika dari
awal niatnya bukan untuk bermuara pada pernikahan. Sebagaimana kebanyakan
remaja pada saat ini yang membuat hubungan hanya sekedar ikut-ikutan ataupun
gengsi dengan sebayanya yang pada akhirnya membuatnya tidak lebih dari
ilustrasi bus dan halte yang selalu
bergantian seiring berjalannya waktu.
Hemat
penulis, istilah ta’aruf sesungguhnya merupakan istilah lain dari istilah
Pacaran Islami. Perubahann ini disebabkan Karena istilah pacaran yang cenderung
berkonotasi negative sehingga tidak wajar disandingkan dengan istilah Islami
maka digunakanlah istilah ta’aruf ini. Padahal, perubahan ini sesungguhnya
tidak diperlukan ketika terlebih dahulu dipahami makna dari kata pacaran itu sendiri.
Menurut kamus Besar bahasa Indonesia, kata pacar diartikan sebagai ‘teman lawan
jenis yang tetap dan mempunyai hubungan batin berdasarkan cinta kasih, biasanya
untuk menjadi tunangan atau kekasih. Pacaran adalah bercintaan atau
berkasih-kasihan. Kalau demikian halnya, pacaran sesungguhnya hanya diartikan
sebagai sikap batin, yang kemudian disalah-artikan oleh kebannyak oranag
termsuk remaja. Karena hubungan yang dinamai pacaran ini kemudian disusul
dengan tingkah laku berdua-duaan, saling memegang, dan tingkah laku lainnya yang
tidak tidak dibolehkan agama. maka ternodailah istilah pacaran ini yang pada
awalnya hanya merupakan sikap batin. Dan
tingkah laku inilah yang justru mendominasinya
Sehingga, istilah ta’aruf sesungguhnya hanya
istilah lain pacaran yang seakan-akan ingin memberi kesan Islami pada sebuah
hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Padahal, tidak ada
jaminan bahwa pelaku ta’aruf tidak melakukan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan ajaran Islam. Jangan sampai, orang-orang yang katanya ta’arufan justru
melakukan pelanggaran nilai-nilai Islam lebih dari orang yang ber’pacaran’.
Kesimpulannya
adalah apapun istilahnya baik itu ta’aruf, pacaran Islami, pacaran (tanpa
embel-embel Islami) ataupun tanpa istilah tertentu haruslah hubungan yang
dilandaskan pada niat tulus kedua belah pihak (laki-laki & perempuan) untuk
mencari pasangan hidup yang kemudian bersama-sama membentuk keluarga yang
sakinah, mawaddah, rahmah, dan amanah untuk menjalankan sunnah RasulNya. Jika
berangkat dari niat tulus seperti demikian itu (bukan niat atas dasar nafsu
ataupun egoisme darah muda belaka) maka agaknya dapat dipastikan bahwa dalam
hubungannya itu tidak akan didapatkan tingkah-laku yang melanggar nilai-nilai
budaya apalagi nilai-nilai suci Islam.
Wallahu A’lam
0 Comment:
Post a Comment