Dalam fikih, ini disebut talfîq, yaitu mengambil atau mengikuti suatu
hukum dengan mengambilnya dari berbagai mazhab, atau beribadah dengan
mengikuti salah satu pendapat menyangkut satu persoalan dari satu mazhab
yang ada dan mengikuti mazhab lainnya dalam persoalan lain. Hukum
melakukan talfîq diperselisihkan oleh ulama. Meski demikian, secara umum
ulama-ulama mengatakan bahwa siapa pun yang menyatakan mengikuti satu
mazhab tertentu, pada hakikatnya pernyataannya itu bersifat tidak
mengikat. Sebab, memang, tidak ada yang wajib diikuti kecuali Allah dan
Rasul-Nya.
Meski begitu, beberapa bentuk talfîq tidak dibenarkan, yaitu apabila
seseorang mengambil pendapat dua imam mazhab atau lebih dalam satu
amalan tertentu, yang dalam pengamalannya tidak diakui oleh semua ulama
mazhab tersebut. Misalnya, seseorang menikah dengan mengambil pendapat
mazhab Abû Hanîfah yang tidak menuntut adanya wali, sekaligus mengambil
pendapat Syâfi‘î yang membenarkan perkawinan tanpa mahar (bila disetujui
oleh calon istri), sekaligus juga mengambil pendapat Mâlik yang tidak
mensyaratkan saksi. Itu artinya, perkawinan tersebut berlansung tanpa
wali (Hanafi), tanpa mahar (Syafi’i), dan tanpa saksi (Malik).
Perkawinan semacam ini tidak dibenarkan oleh ketiga imam mazhab tersebut
sehingga talfîq semacam ini tidak dibenarkan.
Talfîq seharusnya tidak didasari oleh niat buruk (menggampangkan
persoalan, mencari keuntungan pribadi, mau enaknya saja tanpa
memperhatikan dalil, dan sebagainya).
Lebih jauh, Anda dapat membaca buku Fatwa-fatwa Kontemporer oleh
Yusuf Qaradhawi, M Quraish Shihab Menjawab 1.001 Soal Keagamaan yang
Patut Anda Ketahui, dan lain-lain.
Wallahu a’lam.
[Muhammad Arifin, MA-Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur'an]
Source : alifmagz.com
0 Comment:
Post a Comment