Thursday, December 31, 2020

Ayat Milenial

 

Ayat-Ayat Millenial

Teman Hijrah Menjadi Muslim 5.0

Ibnu Khaldun, Vol. III, Section VI, Section 14, p. 38

Kapasitas intelektual manusia memiliki batasan yang tidak bisa ia lampaui. Sehingga dia tidak bisa mengetahui hakikat Tuhan dan sifat2 nya.

 

Politik

 

Lalu aku bercerita, sebuah kenangan yang tak akan terlupakan. Suatu saat aku dipanggil Gus Dur di kamarnya. Beliau tahu aku menginap di rumahnya di lantai atas. Saat itu beliau belum menjadi Presiden. Aku turun menuju kamar beliau. Di kamar itu beliau hanya ditemani mas S yang biasa pakai blankon itu. Dalam obrolan santai aku bertanya apakah sesungguhnya makna politik dalam Islam menurut Gus Dur?.

"Politik adalah berpikir untuk menemukan jalan yang benar dan bekerja sampai batas tak tertanggungkan bagi kebahagiaan semua manusia".

 

 

Ibadah Sosial

 

Imam Al-Ghazali dalam kitab al-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk:

لَا تَحْتَقِرْ اِنْتِظَارَ اَرْبَابِ الْحَوَائِجِ وَوُقُوفَهُمْ بِبَابِكَ. وَمَتَى كَانَ لِاَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ اِلَيْكَ حَاجَةٌ فَلَا تَشْتَغِلْ عَنْ قَضَائِهَا بِنَوَافِلِ اْلعِبَادَاتِ فَإِنَّ قَضَاءَ حَوَائِجِ الْمُسْلِمِينَ اَفْضَلُ مِنْ نَوَافِلِ اْلعِبَادَاتِ

"Jangan kau remehkan orang-orang yang menungggu di depan rumahmu, dan memerlukan bantuanmu. Jika seseorang meminta bantuanmu, tak sepatutnya engkau menyibukkan diri dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunnah. Memenuhi hajat hidup seseorang lebih utama daripada mengerjakan ibadah sunnah".

Aku menambahkan dengan sebuah kisah menarik tentang Amir al-Mukminin, Umar bin Abdul Aziz:

كَانَ يَوْماً عُمَرُ بنُ عَبْدِ الْعَزِيز يقْضِى حَوَائِج النَّاسِ فَجَلَسَ اِلَى الظُّهْرِ وَتَعِبَ . فَدَخَلَ بَيْتَهُ لِيَسْتَرِيحَ مِنْ تَعَبِهِ فَقَالَ لَهُ وَلَدُهُ : وَمَا الَّذِى يَؤَمِّنُكَ اَنْ يَأْتِيَكَ الْمَوْتُ فِى هَذِه السَّاعَةِ وَعَلَى بَابِكَ مُنْتَظِرٌ حَاجَةً وَاَنْتَ مُقْصِرٌ فِى حَقِّهِ؟ فَقَالَ : صَدَقْتَ . وَنَهَضَ فَعَادَ اِلَى مَجْلِسِهِ.

"Suatu hari Umar bin Abd al-Aziz baru saja melayani keperluan rakyatnya di kantornya. Lalu dia duduk bersandar di dinding untuk melepaskan lelah sebentar. Kemudian masuk ke dalam rumah untuk istirahat sejenak. Anaknya melihatnya, lalu mengatakan : “Apakah yang akan menyelamatkanmu, wahai ayah, saat kematian menjemputmu sekarang ini, sementara di depan pintu rumah ada orang yang memerlukan pertolonganmu dan engkau melalaikan haknya?. Umar menjawab : "Kamu benar. Lalu ia bangkit dan kembali ke tempat semula".

 

الانسان او الحيوان مجبول بحب من احسن اليه وببغض من اساء اليه

Manusia, bahkan binatang, mencintai atau senang kepada siapa pun yang berbuat baik kepada dirinya, dan tak suka/benci kepada siapapun yang berbuat buruk kepada dirinya.

من يرحم يرحم. ومن لا يرحم لا يرحم

"Siapa yang menyayang akan disayang. Siapa yang membenci akan dibenci".

Nabi saw bersabda :

ارحموا من فى الارض. يرحمكم من فى السماء

"Sayangilah apa/siapa yang ada di atas bumi. Yang di Atas akan menyayanginya".

 

A.    Islam Moderat bukan Islam Liberal

 

Literasi Keagamaan

 

Infrasruktur perpustakaan no.34 di atas jerman, korsel, selandia baru, portugis

Sangat banyak yang teklah melek aksara, berapa yang benar-benar gemar membaca? Membaca bukan sekedar mengikuti baris-baris kata, itu namanya hanya sekedar mengeja. Membaca adalah upaya merekuh makna, ikhtiar untuk memahami alam semesta. Membaca adalah jendela dunia

Organisasi Pengembangan Kerja sama ekonomi (OECD), minat baca terendah di kawasan asia timur (2009)

2012 : UNESCO 1 dari 1000 yang memiliki minat baca serius

Rata2 membaca buku pertahun, Indonesia (kurang dari satu buku), Jepang (10-15 judul buku), amerika serikat (20-30 judul buku)

2012, survey PISA : INdonesi terendah ke-4 minat baca

2016, Central Connecticut State University dalam kategori Most Litarete Nations in the world , Indonesia peringkat 60 dari 61 negara yang di riset

Perahu pustaka pattingaloang ridwan alimuddin di pesisir sulsel-sulbar

300 buku, sebelumnya ribuan buku

Ridwan  Alimuddin: Minat baca tinggi, akses tidak ada.

Ridwan Sururi : biasa diomelin anak-anak karena tidak datang

Aan Mansyur: perpustakaan adalah surga

Anies: tingkat minat baca kurang dalam angka karena jumlah dan persebaran rakyat Indonesia, 254 juta orang 95% buta aksara saat merdeka, buta huruf total-melek total sangat singkat.  6000 taman baca. 15 menit sebelum pelajaran dimulai membaca buku apa saja, bagaimana saja.

2.9 juta on set di perpusnas

iJakarta bisa dipinjam 3 hari, 600 antrian

ciptakan ekosistem membaca (pusat kajian dan kebijakan)

tatang sutarman : 6-8 anak sungai15 anak perempuan umur 12, 10 membaca dengan terbalik.(Mamang Suherman, Donatur Gerakan Literasi) tempat berhantu kedua setelah pemakaman, buku bukan benda sakral, boleh dipinjam tidak boleh dilipat.  3-85 tahun

 

Berlebihan dalam Beragama / Ekstremitas

وَمَا أَنَا بِطَارِدِ الْمُؤْمِنِينَ (114)

Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. (Q.S. al-Syu'ara/26: 114).

وعنْ أبي سعِيدٍ سَعْد بْنِ مالكِ بْنِ سِنانٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه أَن نَبِيَّ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَال: "كَانَ فِيمنْ كَانَ قَبْلكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعةً وتِسْعين نفْساً، فسأَل عَنْ أَعلَم أَهْلِ الأَرْضِ فدُلَّ عَلَى راهِبٍ، فَأَتَاهُ فقال: إِنَّهُ قَتَل تِسعةً وتسعِينَ نَفْساً، فَهلْ لَهُ مِنْ توْبَةٍ؟ فقالَ: لا فقتلَهُ فكمَّلَ بِهِ مِائةً ثمَّ سألَ عَنْ أَعْلَمِ أهلِ الأرضِ، فدُلَّ على رجلٍ عالمٍ فقال: إنهَ قَتل مائةَ نفسٍ فهلْ لَهُ مِنْ تَوْبةٍ؟ فقالَ: نَعَمْ ومنْ يحُولُ بيْنَهُ وبيْنَ التوْبة؟ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وكَذَا، فإِنَّ بِهَا أُنَاساً يعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعْهُمْ، ولاَ تَرْجعْ إِلى أَرْضِكَ فإِنَّهَا أَرْضُ سُوءٍ، فانطَلَق حتَّى إِذا نَصَف الطَّريقُ أَتَاهُ الْموْتُ فاختَصمتْ فيهِ مَلائكَةُ الرَّحْمَةِ وملاكةُ الْعَذابِ. فقالتْ ملائكةُ الرَّحْمَةَ: جاءَ تائِباً مُقْبلا بِقلْبِهِ إِلى اللَّهِ تَعَالَى، وقالَتْ ملائكَةُ الْعذابِ: إِنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خيْراً قطُّ، فأَتَاهُمْ مَلكٌ في صُورَةِ آدَمِيٍّ فجعلوهُ بيْنهُمْ أَي -حَكَماً- فقالَ قِيسُوا ما بَيْن الأَرْضَين فإِلَى أَيَّتهما كَان أَدْنى فهْو لَهُ، فقاسُوا فوَجَدُوه أَدْنى إِلَى الأَرْضِ التي أَرَادَ فَقبَضْتهُ مَلائكَةُ الرَّحمةِ" متفقٌ عليه.

            Hadis ini menceritakan seorang laki-laki penjahat yang sangat brutal. Suatu hari ia mencari seorang ulama untuk berkonsultasi. Akhirnya ia ketemu seorang ulama lalu ia bertanya: "Apa masih ada kemungkinan Tuhan memaafkan dosa-dosa saya, masih ada kemungkinan saya masuk surga?". Sang ulama bertanya: "Dosa-dosa apa saja yang engkau pernah lakukan?". Dijawab: "Semua dosa-dosa paling besar saya pernah lakukan, seperti merampok, memperkosa, bahkan sudah membunuh 99 orang". Sang ulama terkaget-kaget mendengarkan cerita itu. Sang ulama menjawab: "Jangankan membunuh 99 orang seorang saja orang yang engkau bunuh pasti engkau masuk neraka". Mendengarkan jawaban itu, si penjahat itu menghunus pedangnya dan menebas leher sang ulama itu, maka jadilah 100 orang yang dibunuhnya.

            Si penjahat dengan tenang meninggalkan tempat itu lalu bertanya lagi kepada orang, apakah masih ada ulama lain di tempat ini? lalu ditunjukkanlah seorang ulama di luar perkampungan itu. Alhasil, si penjahat menuju ke tempat ulama yang kedua. Entah apa yang terjadi, di tengah jalan si penjahat terjatuh dan meninggal dunia saat itu. Tidak lama kemudian muncul malaikat penjaga neraka mengatakan sudah lama saya tunggu-tunggu kedatanganmu. Tidak lama kemudian muncul juga malaikat penjaga surga mengatakan ini bagianku. Lalu  kedua malaikat itu bertengkar memerebutkan si penjahat. Malaikat penjaga neraka mengatakan bagaimana mungkin penjahat kelas berat ini menjadi bagianmu? Dijawab oleh malaikat penjaga surga: Diakan sudah menunjukkan bukti kesadaran untuk bertobat, sudah berjalan jauh mencari tempat pertobatan. Tidak lama kemudian datang malaikat hakim yang diutus Tuhan untuk melerai polemik kedua penegak hukum itu. Jalan keluar yang ditawarkan adalah dengan mengukur jarak perjalanan si penjahat. Berapa langkah ia dari rumah ulama yang di bunuh dan berapa langkah lagi ke rumah ulama kedua yang dituju si penjahat itu. Setelah ketiganya melakukan pengukuran, maka ditemukan bahwa ia berada satu langkah lebih dekat ke rumah ulama kedua. Maka malaikat hakim memenangkan malaikat penjaga surga. Kemudian masuklah orang yang sepanjang hidupnya melakukan dosa itu ke dalam surga, dengan pertobatan tulusnya yang diterima oleh Allah swt. Di akhir hidupnya.

(HR. Muttafaq ‘Alaih, Riyadhushshalihin, Imam Al-Nawawi, 20, h. 36)

لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ

...Jangan putus asa dari rahmat Allah...(Q.S. al-Zumar/39: 53)

 

Perbuatan sewenang-wenang yang melampaui batas (Tathgu/Q.S. Hud/11: 112),

فَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا۟ إِنَّهُۥ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿١١٢

Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

 

لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُهُ إِلَّا كَفَرَ، وَمَنِ ادَّعَى مَا ليْسَ لَهُ فَلَيْسَ مِنَّا، وَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ، وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ، أَوْ قَالَ: عَدُوُّ اللهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ

Tidaklah seorang laki-laki yang mengklaim orang lain sebagai bapaknya, padahal ia telah mengetahuinya (bahwa dia bukan bapaknya), maka ia telah kafir. Barangsiapa mengaku sesuatu yang bukan miliknya maka ia bukan dari golongan kami, dan hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka. Dan barangsiapa memanggil seseorang dengan kekufuran, atau berkata, 'Wahai musuh Allah' padahal tidak demikian, kecuali perkataan tersebut akan kembali kepadanya (H.R. Muslim, 112, I/79)

لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالفُسُوقِ، وَلاَ يَرْمِيهِ بِالكُفْرِ، إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ

Tidaklah seseorang melempar tuduhan kepada orang lain dengan kefasikan, dan tidak pula menuduh dengan kekufuran melainkan (tuduhan itu) akan kembali kepadanya, jika saudaranya tidak seperti itu (H.R. Bukhari, 6045, VIII/15)

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّفًا، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

Sesungguhnya Allah swt. tidak mengutusku untuk melakukan kekerasan, tetapi untuk mengajar (mu’allim) dan memberi kemudahan (muyassir)”. (H.R. Ahmad dalam Kitab Musnad, 14515, XXII/391 dan Muslim, 1478, II/1104).

 

 

رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر

"Kita baru saja kembali dari medan perang kecil ke medan perang yang lebih besar, yaitu melawan hawa nafsu". (Al-Ghazali, Ihya’ ’Ulumiddin, III/ 7)

 

أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقَالُوا: وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: «أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي»

Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amir Abu Maryam Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah mengabarkan kepada kami Humaid bin Abu Humaid Ath Thawil bahwa ia mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Ada tiga orang mendatangi rumah isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan setelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, "Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?" Salah seorang dari mereka berkata, "Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya." Kemudian yang lain berkata, "Kalau aku, maka sungguh, aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka." Dan yang lain lagi berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya." Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: "Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku." (HR. Bukhari, 5063, VII/2)

 

 

Nikmat juga ujian

 

Kami membagi mereka di bumi ini menjadi beberapa golongan. Di antaranya ada orang-orang yang saleh dan ada (pula) yang tidak. Kami menguji mereka dengan berbagai kebaikan dan (juga dengan) berbagai keburukan agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS. al-A'raf/7: 168)

 

Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian. Kami menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Kepada Kamilah kamu akan dikembalikan. (QS. al-Anbiya/21: 35)

 

Perbedaan Bukan Perpecahan

 

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ

“…untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan...” (Q.S. al-Maidah/5: 48).

 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (28)

 

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. at-Taubah/9: 28)

 

 

لَا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ

"…Janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain…". (Q.S. Yusuf/12: 67).

 

Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalanjalan (yang lain) sehingga menceraiberaikanmu dari jalan-Nya. Demikian itu Dia perintahkan kepadamu agar kamu bertakwa. (QS. al-An'am/6: 153)

 

Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imran/3: 103)

 

Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang sangat berat. (QS. Ali Imran/3: 103)

 

Yang menarik adalah bahwa 2 ayat yang berbicara tentang larangan berpecah belah ini di antarai dengan ayat amar ma’ruh nahi munkar. (QS. Ali Imran/3: 104)

 

Hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar.[1] Mereka itulah orang-orang yang beruntung.


 
Ini seakan memberi kesan untuk berdakwah dengan baik, sesuai dengan konteks masyarakat masing-masing, sehingga persatuan umat tetap terjaga.

 

117) Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim sedangkan Penduduknya berbuat kebaikan.

118) Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia akan menjadikan manusia umat yang satu. Namun, mereka senantiasa berselisih (dalam urusan agama),

119) kecuali orang yang dirahmati oleh Tuhanmu. Menurut (kehendak-Nya) itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat (keputusan) Tuhanmu telah tetap, “Aku pasti akan memenuhi (neraka) Jahanam (dengan pendurhaka) dari kalangan jin dan manusia semuanya.” (QS. Huud/11)

 

 

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah adalah seorang budak habsyi yang hitam. Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian berpegang dengan sunahku, sunah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru (dalam urusan agama), sebab setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setaip bid'ah adalah sesat (HR. Abu Daud 3991)

 

Mengikuti Ulama Bukan Menyembahnya

 

AG. DR(HC).H. M.SANUSI BACO, LC/SENIN, 23 MEI 2016

“Ilmu laduni: amalkan apa yang diketahui, Masalaha sekarang adalah ketidakmampuan mengamalkan ilmu”

“Ada masalah : lari ke atas/Dapat nikmat: turun k bawah/sujud”

“Eropa banyak rak buku, indonesia banyak rak cangkir, ketahui orang dengan banyaknya ilmu yang ia baca”

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ»

dari 'Abdullah bin 'Amru bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka". (Al-Bukhari, 3461, IV, 170)

 

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّىَ ٱلْفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلْإِثْمَ وَٱلْبَغْىَ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا۟ بِٱللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِۦ سُلْطَٰنًا وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ ﴿٣٣

Katakanlah (Muhammad), "Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui." (Al-'A`raf[7]:33)

عَنْ عَمْرِو بْنِ العَاصِ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ»

dari 'Amru bin 'ash ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika seorang hakim mengadili dan berijtihad, kemudian ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala, dan jika seorang hakim berijtihad, lantas ijtihadnya salah (meleset), baginya dua pahala."(Al-Bukhari, 7352, IX, 108)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَالَ فِي القُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ.

Barangsiapa berkata tentang al-Qur'an tanpa ilmu, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka (Al-Turmuzi, 2950, V, 49)

 

عَنْ جُنْدَبِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَالَ فِي القُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ.

barangsiapa mengatakan tentang al-Qur'an dengan pendapatnya [tanpa mengikuti metodologi] maka ia salah walau hasilnya benar”. (Al-Turmuzi, 2952, V, 50)

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۚ فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, QS. An-Nahl [16] : 43

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ» قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «إِذَا أُسْنِدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»

dari Abu Hurairah radhilayyahu'anhu mengatakan; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? ' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (Bukhari, VIII, 104).

 

 

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (69)

“Orang yang benar-benar bermujahadah di jalan Kami (Allah), akan Kami berikan petunjuk pada jalan Kami.”

 

وَأَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا

“...Katakanlah kebenaran itu sekalipun pahit akibatnya...” (H.R. Ahmad, 21415, XXXV/327)

 

 

وَمِدَادُ مَا تَجْرِي بِهِ أَقْلَامُهُمْ ... أَزْكَى وَأَفْضَلُ مِنْ دَمِ الشُّهَدَاءِ

Goresan tinta para ulama lebih utama dari pada tumpahan darah para syuhada”. (Abu ‘Umar Yusuf bin Abdullah Al-Qurtuby, Jami’ Bayan al-‘Ilm wa Fadhlih, 156, I/151)

 

 

Mereka menjadikan para rabi (Yahudi) dan para rahib (Nasrani) sebagai tuhan-tuhan

selain Allah[2] serta (Nasrani mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam. Padahal,

mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. (QS. al-Taubah/9: 31)

 

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ العَاصِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا»

Dari Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan". (H.R. Al-Bukhari, 100, I/31)

 

كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟»، قَالَ: أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ، قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟»، قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا فِي كِتَابِ اللَّهِ؟» قَالَ: أَجْتَهِدُ رَأْيِي، وَلَا آلُو فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ، وَقَالَ: «الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ، رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ

Bagaimana engkau menghukum perkara di sana? Dijawab oleh Mu’az: aku memutuskan berdasarkan apa yang telah ditetapkan Allah swt. di dalam Al-Qur’an. Nabi saw. bertanya lagi, jika engkau tidak mendapatkan hukumnya di dalam Al-Qur’an? Dijawab oleh Mu’az, aku memutuskannya berdasarkan hadis Rasulullah saw. Ditanya lagi oleh Nabi saw., jika engkau tidak mendapatkannya di dalam hadis, maka dijawab lagi oleh Mu’az, aku memutuskan berdasarkan ijtihadku ya Rasulullah. Kemudian Rasulullah saw. mengapresiasi kecerdasan Mu’az. (HR. Abu Daud, 3592, III/303)

لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ العَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ» فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمُ العَصْرُ فِي الطَّرِيقِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لاَ نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ نُصَلِّي، لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ، فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ

Janganlah ada seorang di antara kalian yang shalat ashar kecuali di Bani Quraidhah. Muncul masalah di lapangan, Bani Quraidhah masih lumayan jauh, sementara maghrib sudah mau masuk. Salah seorang sahabat Nabi saw. shalat dengan alasan shalat Ashar dan Magrib tidak bisa dijamak. Sementara sahabat lain tidak menyelenggarakan shalat Ashar karena belum sampai di Bani Quraidhah. Alhasil, setelah sahabat Nabi saw. itu kembali dan melaporkan peristiwa yang dialami keduanya, lalu Nabi saw. membenarkan kedua-duanya. (HR. Bukhari, 946, II/15)

Kasus yang hampir sama juga pernah dialami sahabatnya yang melakukan perjalanan panjang di Padang Pasir.

فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ: أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ، فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ، وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ، فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلم، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا» فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ، وَنَفَخَ فِيهِمَا، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ

Keduanya bermimpi basah di perjalanan. Seorang di antaranya mandi junub dengan berguling-giling di pasir dengan alasan pasir pengganti air dengan analogi dalam tayammum. Sahabat lainnya cukup hanya bertayammum karena pasir tidak menggantikan air dalam soal mandi, hanya soal wudhu. Akhirnya,  keduanya melaporkan soal ini kepada Nabi saw., lalu Nabi saw. menjawab semuanya benar, tetapi lain kali cukup dengan bertayammum. (HR. al-Bukhari, 338, I/75)

إِنَّ أُمَّتِي لَا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلَالَةٍ

“Sahabatku tidak akan pernah mungkin bersepakat kepada hal-hal yang tidak benar”. (HR. Ibnu Majah, 3950, II/1303)

 

Kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah Tidak Sesederhana Itu

 

«مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ القِيَامَةِ» قَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِي يَسْتَرْخِي، إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُهُ خُيَلاَءَ»

“Siapa yang menyeret kainnya dengan sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” Abu Bakar berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya salah satu bagian kainku menjulur. Hanya saja aku harus terus menjaganya (jika tidak boleh menjulur).” Maka Nabi saw. bersabda: “Kamu tidak termasuk orang yang melakukannya dengan sombong” (HR. Imam al-Bukhari dari Ibn Umar, No. 5784, Jil. VII/h. 141]

لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ يَوْمَ القِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا

“Pada hari kiamat, Allah tidak akan melihat (merahmati) orang yang menjulurkan kainnya karena sombong” (HR. Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah, No. 5788, Jil. VII/h. 141]

بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي فِي حُلَّةٍ، تُعْجِبُهُ نَفْسُهُ، مُرَجِّلٌ جُمَّتَهُ، إِذْ خَسَفَ اللَّهُ بِهِ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ

“Ketika seorang laki-laki berjalan dengan pakaian yang membuat dirinya bangga, menata rambut belakangnya sampai bahu, seketika itu Allah merendahkannya, maka ia akan tenggelam sampai hari kiamat.” (HR. Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah, No. 5789, Jil. VII/h. 141]

 

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

“Tidak masuk surga orang yang di hatinya terdapat sifat sombong seberat atom.”(HR. Imam Muslim dari Ibn Mas’ud, No. 147, Jil. I/h. 93]

 

 

Ucapan ini sebetulnya sangat sering terdengar sebagai solusi ketika terjadi perbedaan pendapat. Akan tetapi, benarkah bahwa jika kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah maka segala macam perbedaan pendapat itu akan selesai? Atau justru dengan kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah akan semakin terlihat perbedaan itu? Bagaimana seharusnya memahami slogan ini?

 

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ulilamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat). (QS. al-Nisa/4: 59)

 

تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنْ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابُ اللَّهِ

Kuwariskan kepadamu sekalian suatu pedoman hidup, yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, yaitu Al Qur`an kalian tidak akan tersesat (HR. Muslim, 2137)

إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ الثَّقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ الْآخَرِ كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنْ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ وَعِتْرَتِي أَهْلُ بَيْتِي أَلَا إِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ

"Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat berat, salah satunya lebih besar dari yang lain; Kitabullah, tali yang dibentangkan dari langit ke bumi, dan keturunan ahli baitku, keduanya tidak akan berpisah hingga mereka tiba di telagaku." (HR. Ahmad, 10779)

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ

"Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya." (HR. Malik 1395)

 

Sunnah Rasul dan Sahabat

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

 

Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah adalah seorang budak habsyi yang hitam. Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian berpegang dengan sunahku, sunah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru (dalam urusan agama), sebab setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setaip bid'ah adalah sesat (HR. Abu Daud 3991)

 

 

B.    Islam dan Dunia Millenial

Timeline Kehidupan Rasulullah saw.

570 Masehi (April)     : Lahir (Senin Pagi 9 Rabiul Awal)

576 M : Ibundanya (St. Aminah) Wafat

578      :  Kakeknya (Abdul Muttalib) Wafat

590      : Menjadi saudagar sukses (20 tahun)

595      : Menikahi Khadijah ra. (25 tahun)

610      : Menjadi Nabi saw. (40 tahun)

617      : Kaum Muslimin diboikot oleh Bani Hasyim

618      : Boikot dibuka

619      : Tahun Kesedihan/’Amul Huzni (Abu Thalib dan St Khadijah wafat)-Isra’ Mi’raj

620      : Utusan dari Yastrib datang/Hijrah kaum muslimin dimulai

622      : Rasulullah saw. Hijrah bersama Abu Bakar ra.

624 M/ 2 H      : Perang Badar

625 M/ 3 H      : Perang Uhud

627 M/ 5 H      : Perang Khandaq

628 M/ 6 H      : Perjanjian Hudaibiyah (1.500 kaum muslimin)

629 M/ 7 H      : Haji dibolehkan untuk kaum Muslimin

630 M/ 8 H      : Perjanjian Hudaibiyah Batal/Fathu Mekkah (10.000 Muslimin)

632 M/ 10 H    : Haji Wada’/ Rasulullah saw. wafat, Senin 12 Rabiul Awal 11 H/7 Juni

*Catatan

Periode Mekkah          : 12 tahun

Periode Madinah         : 10 tahun

Masa monogami         : 619-595 (24 tahun)

Masa poligami            : 632-619 (14 tahun)

Teori Umur Jack Ma[3]

< 20 tahun       : Menjadi murid yang baik

20 – 30            : Ikuti Boss yang baik, (perusahaan besar anda belajar proses, karena menjadi bagian dari sebuah mesin besar; di perusahaan kecil anda belajar tentang passion, impian, melakukan banyak hal secara bersamaan)

30 – 40            : Bekerja keras untuk dirimu sendiri, coba segala hal yang kamu senangi

40 – 50            : Fokus pada bidang spesialisasi kamu, tidak lagi mencoba-coba

50 – 60            : Persiapkan generasi muda. Mereka lebih baik dari anda

60> tahun        : Nikmati hasil kerja keras masa mudamu

*Tidak usah terlalu khwatir tidak sukses di usia 25, nikmati pelajari hidup, jatuh lalu bangkit lagi.

Teori Umur Mario Teguh

Anak Muda itu tidak cepat capek, kenapa? Karena terlalu asik menikmati kehidupan, asik menikmati hadiah yang ia berikan sendiri kepada dirinya

Usia muda yang paling indah adalah yang kita tetapkan sendiri untuk diri kita sendiri

Ada usia yang ditetapkan masyarakat, ikuti saja itu, tapi pastikan bahwa kemampuan anda untuk membiayai hidup lebih hebat dari usia itu

Bukti bahwa anda muda adalah yang anda kerjakan penting, banyak, sibuk.

Yang Pertama lebih penting dari yang terbaik, yang terbaik kalau terlambat tidak dihargai

Dalam karir apapun jangan menunggu, salah, bagus, perbaiki

Kadang2 kita tidak menghargai ide kita karena belum ada di pasar

Sesuatu yang benar tapi lama menjadi salah, kalau benar, segerakan

Confucius: Persaingan yang terbaik, adalah dengan diri sendiri

Kalau bersaing dengan orang lain, kalau ia malas, kita tidak perlu hebat2 amat, kalau ia terlalu hebat, saya bisa stress, karena bakat dia bukan bakat saya. Lalu saya sedih karena membandingkan kelebihan mereka dengan kekurangan saya

Yang bersaing dengan dirinya pasti menjadi kontemplatif, spiritual, lebih sering berdialog dengan Tuhan, akhirnya menjadi lebih damai

Cari apa yang anda sukai daripada mencari bakat/passion, lakukan yang disukai lalu bagaimana caranya berhasil di bidang itu

Bukan tahu banyak hal tapi tipis2, tapi pindah dari 1 keahlian ke keahlian lainnya

Ada keahlian di atas keahlian

Kesukaan yang bermanfaat adalah tanda itu dari Tuhan

Jika orang mengagumi anda di bidang itu, itu kesukaan dan passion

Kesukaan= menghasilkan kebaikan, manfaat bagi orang, dipuji orang, itu dari Tuhan

Tahapan Umur Mario Teguh (33 tahun, Vice President)[4]

<35                  : Jangan cari uang/kekayaan/Ikhlas belajar kualitas diri, berilmu, skills

35 – 40            : Tegas mengenai harga

40>                  : Orang mengetahui harganya/dihargai lebih/sudah ada reputasi/kredibel-dikenal meyakinkan. Dicari uang

Orang ikhlas yang dijahati akan diselamatkan Tuhan

BJ. Habibie meraih gelar doktor di usia 28 tahun (1964)

“Saya lulus S-3 hanya modal kertas, pensil dan otak. Apa yang menentukan karya dan prestasi? Tidak lain karena cinta. Kita harus mencintai pekerjaan yang kita lakukan”[5]

C.    Islam dan Kebangsaan

 

Menurut penelitian disertasi Said Romadlan yang berjudul "Diskursus Gerakan Radikalisme dalam Organisasi Islam (Studi Hermeneutika pada Organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama tentang Dasar Negara, Jihad, dan Toleransi) dalam sidang terbuka promosi doktor Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, Senin (27/7/2020). Ia mengungkapkan bahwa "Bagi Muhammadiyah dan NU, Pancasila adalah pilihan final dan terbaik karena Pancasila merupakan hasil perjanjian seluruh elemen bangsa,"

Menurut Said, kedua ormas Islam terbesar tersebut, Pancasila adalah pilihan terbaik dan final, ia merupakan hasil penafsiran ayat Alquran dan refleksi kedua organisasi Islam terbesar Indonesia tersebut atas Pancasila. Sikap ini merupakan kritik dan perlawanan atas upaya kelompok tertentu untuk mengganti dan mengubah Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Muhammadiyah yang lahir pada tahun 1912 menilai Pancasila sebagai darul ‘ahdi wa syahadah (negara konsensus dan kesaksian). Sedangkan NU yang lahir di tahun 1926 memahami Pancasila sebagai mu’ahadah wathaniyah (kesepakatan kebangsaan).[6]

 

إِلَّا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنْقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ (4)

Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (Q.S. al-Taubah/9: 4).

 

 

Hal ini sesuai dengan ayat maupun hadis yang memerintahkan untuk memegang teguh perjanjian dan kesepakatan.

 

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا

"…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku tidak adil…". (Q.S. al-Maidah/5: 8).

قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ

"Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu...". (Q.S. Ali 'Imran/3: 64).

 

 

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ

"...Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah". (Q.S. Ali 'Imran/3: 159).

 

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْ نِفَاقٍ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

“Ada empat ciri munafiq bila terdapat di dalam dirinya salahsatu dari empat tersebut  maka dianggap kaum munafiq sampai ia tinggalkan. Bila dipercaya ia khiyanat, bila bicara ia dusta, bila berjanji ia tidak tepati, dan bila  bersengketa ia curang”. (H.R. Bukhari, 2459, III/131 dan Muslim, 106, I/78).

 

 

Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji!...[7] (QS. al-Ma’idah/5:1)

 

أَلَا مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا، أَوِ انْتَقَصَهُ، أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ، أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ، فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa yang mendhalimi orang-orang yang menjalin perjanjian damai (mu’ahhad) atau melecehkan mereka, atau membebaninya sesuatu di luar kesanggupannya, atau mengambil hartanya tanpa persetujuannya, maka saya akan menjadi lawannya nanti di hari kemudian” (HR. Abu Daud, 3052, III/170).

Muhammadiyah, sambung dia, merujuk pada Al-Quran Surat Saba’ ayat 15 "baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur" yang artinya "sebuah negeri yang baik dan berada dalam ampunan Allah SWT". Kalimat tersebut oleh Muhammadiyah ditafsirkan sebagai negara Pancasila.

Sedangkan NU mengacu pada Alquran Surat al-Baqarah ayat 30, "khalifah fil ardhi". Khalifah, jelas dia, ditafsirkan NU sebagai melaksanakan amanat Allah melalui NKRI dan Pancasila.

 

وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (92)

 

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (Q.S. al-Nahl/16: 92).

 

 

D.    Islam dan Budaya

 

 

الْكَلِمَةُ الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ، حَيْثُمَا وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا

Hikmah ada di mana-mana, ambillah darimana pun datangnya karena itu milik umat Islam yang tercecer”.(HR. Ibnu Majah, 4169, II/1395)

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ

Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan nilai-nilai peradaban (akhlak) masa lampau.(HR. Al-Baihaqi, 20782, X/323)

 

 

Perempuan

 

Gurutta Sanusi Baco ( Isra mikraj (23 mei 2016))

“puncak kecerdasan ada pada masa anak2: semua perbuatannya asli

jika liat tokoh besar: tanya siapa ibunya.

wanita yg bisa ajar ketawa meski tdk ada uang”

 

 

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً

Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya diurus oleh seorang perempuan (H.R. Al-Bukhari, 4425, VI/8)

 

 

إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ (23)

Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar (Q.S. al-Naml/27: 23).

 

Dalam ayat lain ditegaskan bahwa tujuan penciptaan perempuan sebagai manifestasi dari komitmen Tuhan yang menciptakan hambanya dalam keadaan berpasang-pasangan (Q.S. al-Dzariyat/51: 49).

وَمِن كُلِّ شَىْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٤٩

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).

 

Tentang tujuan penciptaan perempuan di dalam al-Qur'an, tidak terdapat perbedaan penciptaan laki-laki, yaitu sebagai khalifah (Q.S. al-An'am/6: 165)

 

وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَكُمْ خَلَٰٓئِفَ ٱلْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَٰتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ ٱلْعِقَابِ وَإِنَّهُۥ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌۢ ﴿١٦٥

Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.

dan sebagai hamba (Q.S.Al-Dzariyat/51: 56).

 

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦

Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.

 

 

E.    Islam Non Muslim

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)

Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. (Q.S. al-Mumtahanah/60: 8-9).

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا (86)

“Dan jika dihormati dengan suatu penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan dengan yang lebih baik dari padanya (yang serupa).” (Q.S. al-Nisa’/4: 86).

Dan di antara melakukan kebaikan adalah memberi salam kepada mereka. Nabi Ibrahim memberi salam kepada ayahnya yang non-muslim.

قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا (47)

Dia (Ibrahim) berkata, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (Q.S. Maryam/19: 47),

 

 

نَعَمْ، صِلِي أُمَّكِ

Sambutlah ibu dan bersilaturrahimlah dengannya”. (HR. Bukhari, 2620, III/164 dan Muslim, 1003, II/696).

Riwayat lain dari ‘Aisyah ra (w. 58 H) menceritakan :

دَخَلَ رَهْطٌ مِنَ اليَهُودِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: السَّامُ عَلَيْكُمْ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَفَهِمْتُهَا فَقُلْتُ: وَعَلَيْكُمُ السَّامُ وَاللَّعْنَةُ، قَالَتْ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَهْلًا يَا عَائِشَةُ، إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ» فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " قَدْ قُلْت: وَعَلَيْكُمْ "

...sekelompok Yahudi datang kepada Nabi sambil mengatakan: “Assamu alaikum” (kebinasaan atasmu), lalu Aisyah menjawab: “Waalaikumussam wa al-la’nah” (atasmu juga kebinasaan dan laknat). Mendengarkan isterinya menjawab salam seperti itu, maka Nabi menegur: Pelan-pelan wahai Aisyah, sesungguhnya swt. menyukai kelembutan dalam setiap perkara”. Aisyah membela: “Apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka katakana kepadamu?” Nabi menjawab: “Engkau telah menjawab dengan kata wa’alaikum”. (HR. Bukhari, 6024, VIII/12 dan Muslim, 2165, IV/1706).

 

Dalam pandangan Muhammadiyah dan NU, kata Said Ramadhan, jihad bukanlah diwujudkan dalam bentuk kekerasan, apalagi terorisme.

Bagi Muhammadiyah jihad adalah jihad lil-muwajahah, yakni bersungguh-sungguh menciptakan sesuatu yang unggul dan kompetitif.

Sedangkan bagi NU jihad adalah sebagai mabadi’ khaira ummah, yaitu bersungguh-sungguh mengutamakan kemaslahatan umat. "

Muhammadiyah dan NU sejak awal dikenal sebagai organisasi Islam yang toleran terhadap non-muslim.

Bagi Muhammadiyah toleransi terhadap non-muslim sebagai ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan),

sedangkan bagi NU adalah sebagai ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan)," ujar Said menjelaskan perihal toleransi terhadap non-muslim.[8]

F.    Islam dan Ketimpangan Sosial-Ekonomi

 

Katakanlah, “Wahai kaumku, berbuatlah menurut kedudukanmu! Sesungguhnya aku pun berbuat (demikian). Kelak kamu akan mengetahui (QS. al-Zumar/39: 39)

 

Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah. Apa yang dilarang nya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. al-Hasyr/59: 7)

 

Investasi dan Pendidikan Finansial

 

5) Janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan)-mu yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupanmu. Berilah mereka belanja dan pakaian dari (hasil harta) itu dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.

 

6) Ujilah anak-anak yatim itu (dalam hal mengatur harta) sampai ketika mereka cukup umur untuk menikah. Lalu, jika menurut penilaianmu mereka telah pandai (mengatur harta), serahkanlah kepada mereka hartanya. Janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menghabiskannya) sebelum mereka dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan siapa saja yang fakir, maka bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang baik. Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Cukuplah Allah sebagai pengawas. (QS. al-Nisa/4: 5-6)

 

G.   Islam dan Pemikiran

Menurut BJ. Habibie, Komputer ciptaan manusia itu ibarat manusia hasil ciptaan Allah. Dia melihat alam manusia (yang telah hidup maupun yang telah wafat) dengan enam dimensi; 1) Panjang 2) Lebar 3) Tinggi 4) Waktu 5) Kecepatan 6) Kuantum Energi.

 

Perbedaannya adalah, yang masih hidup masih menyatu dalam dirinya hardware (badan biologis) dengan super-intelligent software (jiwa-ruh-batin-nurani). Oleh karena itu, manusia yang masih hidup tidak mampu mendeteksi dan memanfaatkan 2 dimensi terakhir; kecepatan (melebihi kecepatan cahaya) dan kuantum energi.

 

Adapun mereka yang sudah wafat, dengan berpisahnya software dengan hardware manusia, jadilah mereka dapat memanfaatkan 2 dimensi terakhir.[9]

 

Menurut M. Quraish Shihab, Hati Nurani belum tentu benar, Jangan mengira bahwa penjahat tidak memiliki hati nurani ketika melakukan kejahatan.

Oleh karena itu, maksud dari hadis Nabi saw. tanyalah pada hati, Menurut Gus Baha adalah hati yang bertakwa. Sebagaimana firman Allah swt.

 

Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu, menghapus segala kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)-mu. Allah memiliki karunia yang besar. (QS. al-Anfal/8: 29)

Dengan demikian, hati manusia perlu terus diasuh dalam ketakwaan walaupun pada dasarnya ia telah membawa potensi ketakwaan dan kemaksiatan.

 

7) demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-nya, 8) lalu Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, 9) sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) 10) dan sungguh rugi orang yang mengotorinya. (QS. al-Syams/91: 7-10)

 

وَأَخْرَجَهُ ابن عساكر فِي تَارِيخِهِ مِنْ طَرِيقِ موسى بن أيوب، عَنْ بقية، عَنْ عمر بن سليمان الدمشقي، عَنْ مكحول، عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ قَالَ: «لَمَّا فَتَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ جُعِلَتْ لَهُ مَائِدَةٌ، فَأَكَلَ مُتَّكِئًا وَاطَّلَى وَأَصَابَتْهُ الشَّمْسُ وَلَبِسَ الظُّلَّةَ، قَالَ أحمد: سَأَلْتُ آدم: مَا الظُّلَّةُ؟ قَالَ: الْبُرْطُلَّةُ، وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى رَأْسِهِ» . وَهَذَا أَيْضًا فَاتَ ابن كثير

Kemudian makan sambil bersandar. Tak lama kemudian sinar matahari menyengat, lalu beliau memakai alat peneduh. Ahmad berkata: Saya bertanya kepada Adam, apa alat pelindung itu?. Ia menjawab: Topi Burtulah. Jawab Adam sambil menunjuk kepalanya[10]

لهذا ينهى عن لبس القباء وعن ترك الشعر على الرأس قزعاً في بلاد صار القباء فيها من لباس أهل الفساد ولا ينهى عن ذلك فيما وراء النهر لاعتياد أهل الصلاح ذلك فيهم

Al-ghazali mengharamkan qabā’/parka karena menyerupai ahli maksiat. Namun, tidak diharamkan di wilayah Transoxiana karena ia digunakan oleh orang Shaleh.[11]

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْفُرَاتِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا مَرْوَانُ، عَنْ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي زِيَادٍ الشَّامِيِّ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ أَعَانَ عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ، لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَكْتُوبٌ فِي جَبْهَتِهِ: آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ

Orang yang membantu membunuh orang Muslim dengan sepatah ucapannya maka ia akan bertemu dengan Allah swt. di hari kiamat dengan dahinya tertulis “terputus dari rahmat Allah”[12]

لعن المؤمن كقتله[13]

وقال ابن عمر إن أبغض الناس إلى الله كل طعان لعان[14]

Yang paling dibenci adalah yang suka mencaci dan melaknat.

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ بُرْقَانَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي نُشْبَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ثَلَاثٌ مِنْ أَصْلِ الْإِيمَانِ: الْكَفُّ عَمَّنْ، قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَلَا نُكَفِّرُهُ بِذَنْبٍ، وَلَا نُخْرِجُهُ مِنَ الْإِسْلَامِ بِعَمَلٍ، وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِي اللَّهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٍ، وَلَا عَدْلُ عَادِلٍ، وَالْإِيمَانُ بِالْأَقْدَارِ[15] "

"Tiga perkara yang merupakan dasar keimanan, yaitu: menahan diri dari orang yang mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH, dan kita tidak mengkafirkannya karena suatu dosa, serta tidak mengeluarkannya dari keislaman karena sebuah amalan. Jihad tetap berjalan sejak Allah mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi Dajjal, hal itu tidaklah digugurkan oleh kelaliman orang yang lalim, serta keadilan orang yang adil, dan beriman kepada taqdir."

Pemimpin Dilaknat karena dibenci Umat

حَدَّثَنَا عَبْدُ الأَعْلَى بْنُ وَاصِلٍ الكُوفِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ القَاسِمِ الأَسَدِيُّ، عَنْ الفَضْلِ بْنِ دَلْهَمٍ، عَنْ الحَسَنِ، قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، قَالَ: " لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةً: رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ[16]

Menekankan perlunya menempuh cara yang benar dalam menafsirkan Al-Qur’an. Bagaikan Guru yang menyalahkan murid yang mendapatkan hasil yang benar dengan cara yang salah. Bisa jadi ada penafsiran yang sesuai kaidah, namun ia tertolak kalau makna yang ditarik dari ayat itu bertrntangan dengan hakikat keagamaan. Ada penafsir yang berusaha mencari pembenaran, bukan kebenaran. (Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Al-Qur’an, 2013,h. 398-399)

Yang perlu dicatat dari syarat2 Al-Itqan: (397-398)

1)    Syarat itu hanya untuk yang ingin tampil dengan pendapat baru, bukan yang mengutip pendapat lama

2)    Syarat ini untuk yang ingin menafsirkan seluruh ayat, tidak bagi tema tertentu. Tidak semua butuh ilmu Fiqih, bagi yang ingin ayat astronomi

3)    Syarat lurusnya Aqidah bisa diganti dengan objektivitas. Seperti penafsiran orientalis. Berdalil QS. at-Taubah/9: 6. Ini menunjukkan bahwa orang musyrik bisa mengetahui kebenaran melalui al-Qur’an walau di hatinya ada kemusyrikan. Yang dibutuhkan adalah sikap tidak memusuhi Islam/objektif dan Bahsa Arab

4)    Pengetahuan tentang objek ayat. Embriologi/ekonomi.

Sebab-sebab pokok kekeliruan dalam menafsirkan Quran: (398-399)

1)    Subjektifitas mufasir

2)    Tidak memahami konteks, baik sejarah/sebab turun, hubungan ayat dengan sebelumnya

3)    Tidak mengetahui siapa pembicara atau mitra dan siapa yang dibicarakan

4)    Kedangkalan pengetahuan menyangkut ilmu-ilmu alat (bahasa)

5)    Kekeliruan dalam menerapkan metode dan kaidah

6)    Kedangkalan pengetahuan tentang materi uraian

العجز عن الإدراك إدراك

Kesadaran akan ketidakmampuan mengenal-Nya adalah pengenalan (Abu Bakar) h. 445.

لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ[17]

Saya tidak mampu menjangkau pujian untuk-Mu. Pujianku untuk-Mu sesuai dengan pujian-Mu atas diri-Mu.

Ucapan Nabi Isa dalam QS. 5:116 Tuhan mengetahui diriku sedang aku Tidak mengetahu dirimu

حكم اغلبي ينطبق على معظم أجزائه

Kaidah adalah ketetapan yang dapat diterapkan pada kebanyakan bagian-bagiannya (Kaidah Tafsir, 8)

Maslahat

إذا وجدت المصلحة فثم شرع اللَّه، وذلك فيما لم يرد فيه نص قاطع ولم يعارض حكما مقررا[18].

وقال الشاطبي في الموافقات: «إن أحكام الشريعة ماشرعت إلا لمصلحة الناس، وحيثما وجدت المصلحة فثم شرع الله[19]»

حَيْثُ المصلحةُ فثَم شرع الله، أَي حَيْثُ الْمصلحَة مُحَققَة فثم شرع الله بهَا مَوْجُود[20]

Moderate Islam

 

Paul Wolfowitz, us relation with Muslim world after 9/11

Moderate by default

Abid Ullah Jan, "Muslim have to be moderate by default", The Nation, 8 Mei 2004.

Ayat Pluralisme Agama: Semua agama benar dan semua pengikut agama akan masuk surga

QS. Al-Maidah/5: 69 dan QS. 2: 62, Ayat ini harus dipahami bahwa Yahudi yang dimaksud adalah mereka yang beriman kepada Nabi Musa as. Nasrani yang dimaksud adalah yang beriman kepada Nabi Isa. As dan mereka meninggal sebelum diutusnya Muhammad saw.(Ali Mustafa Ya’qub, Ijtihad, Terorisme dan Liberalisme (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2015, h. 61—Tafsir Ibn Katsir, I/131, Al-Syaukani, Fathul Qadir, I/94)

حَدَّثَنِي يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ وَأَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا يُونُسَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ

عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

(MUSLIM - 218) : Telah menceritakan kepada kami Yunus bin Abdul A'la telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahab dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Amru bahwa Abu Yunus telah menceritakan kepadanya, dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: "Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini baik Yahudi dan Nashrani mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka."

 Ayat-ayat dan hadis perang jangan dipakai dalam kondisi damai. Nabi bahkan menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi, Abu al-Syahm (Bukhari, II/738)

Ijtihad Teroris adalah Ijtihad Tepuk Nyamuk, lain yang bersalah, lain yang ditepuk (AMY, Ijtihad, terorisme dan Liberalisme, h.49) Padahal Manusia tidak bertanggungjawab atas dosa orang lain QS. Al-An’am/6: 164

Taqlid berarti mengikut tanpa tahu dalil. (AMY, 39)

Muqallid bukanlah mereka yang bertanya tentang dalil QH yang digunakan, melainkan hanya bertanya pendapat imamnya.[21]

Taqlid adalah bid’ah syaithaniyyah yang menyebabkan perbedaan, permusuhan, dan perselisihan. [22] Pendapat yang menutup pintu ijtihad adalah bid’ah syani’ah/buruk.[23]

Mayoritas ulama berpendapat bahwa bertaklid dalam masalah furu’iyyah diperbolehkan bagi orang yang levelnya belum mencapai ijtihad. Imam Ibn Qudamah berkata: Adapun taklid dalam furuiyyah, maka hukumnya boleh berdasarkan ijmak. Dalil yang menguatkan kebolehan tersebut adalah ijmak.[24]

Dr. Muhammad Hassan Hitou, pakar fiqih masa kini: Seorang yang tidak mencapai tingkatan ijtihad, baik karena awam atau alim tapi tidak memiliki kemampuan untuk berijtihad, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa ia wajib bertaklid kepada seorang mujtahid dalam masalh-masalah yang terjadi padanya.[25]

Al-Syaukani : Kami tidak menuntut setiap orang mencapai tingkat ijtihad. Akan tetapi, sesuatu yang bukan taklid. Yaitu bertanya tentang hukum agama yang tercantum dalam QH lalu ia memfatwakannya dan meriwayatkannya baik secara lafal atau makna. Ini adalah amalan berdasarkan riwayat/dalil, bukan pendapat.[26] Perhatikanlah perbedaan antara taklid dan Ittiba’[27]

AMY: Imam Al-Syaukani tidak ingin setiap orang menjadi mujtahid, melainkan Ittiba’, mengikuti mazhab dengan mengetahui dalil yang mendasarinya. Ini setelah beliau mengutip pendapat Imam Ahmad bin Hanbal bahwa Ittiba’ adalah sikap seseorang yang mengikuti ajaran agama yang dibawa Nabi saw. dan para sahabatnya, kemudian tabi’in, dengan baik.[28]

Ibrahim Hosen: Wahyu Matluw (Qur’an), Gayr Matluw (Sunnah). Keduanya tidak mungkin diceraikan. Imam Syafi’I dalam al-Risalah: hubungan Q dan H; 1) memperkuat, 2) merinci 3) menetapkan/menjelaskan yang belum dijelaskan.[29]

Imam Ibnu Shalah (w. 643 H): Kitab yang paling autentik setelah Al-Qur’an adalah Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.[30] Dipopulerkan oleh Imam Nawawi (w. 676 H) dan ditambahkan bahwa para ulama telah ijma’ dalam masalah ini dan umat Islam juga telah menerimanya.[31]

Goldziher (1850-1921) dalam Mohammedanische Studien (1890) meragukan otentisitas Hadis, Hadis hanyalah produk perkembangan keadaan sosial politik islam pada waktu itu. Sanad adalah bikingan orang belakangan.

Joseph Scacht dalam The Origins of Muhammadan Jurisprudence (1950) meyakinkan tidak adanya otentisitas itu, khususnya hadis-hadis fiqih.[32]

Ayah Imam Bukhari, Ismail sudah tampak tertarik dengan Hadis, ketika pergi haji di tahun 179 H. Ia menyempatkan diri bertemu Imam Malik bin Anas, Abdullah bin al-Mubarak, Abu Mu’awiyah bin Shalih dan lain-lain (h. 10), Ayahnya wafat ketika ia masih kanak-kanak, ia mewariskan perpustakaan pribadi. Muhammad (Bukhari) mulai mempelajari dan menghafal hadis di usia 10, usia 11 perpustakaan ayahnya sudah tidak memuaskannya. Usia 16 tahun menghafal kitab Abdullah bin Al-Mubarak dan Waki’. (10-11)

Ia belajar sambil menulis. Ketika belajar di Madinah setahun, ia menulis 2 kitab (Qadlaya al-Shahabah wa al-Tabi’in dan Al-Tarikh al-Kabir). Usia 22 (216 H-194 H) pergi haji bersama Ibunya. Tinggal menetap belajr di Mekkah dan Madinah dll. (h.12)

Usia 62 pulang ke Bukhara, wafat malam idul fitri 256 H/870 M (h..13)

Shahih Bukhari: menurut Ibnu Shalah dan Imam Nawawi, berisi 7275 hadis dengan pengulangan, 4000 tanpa pengulangan. Ini hasil seleksi dari 600.000 hadis yang diperolehnya dari 90.000 guru. Ditulis selama 16 tahun, berisi lebih dari 100 kitab dan 3450 bab. Tidak satupun hadis yang ditulis sebelum mandi dan shalat istikharah 2 rakaat dan yakin bahwa itu benar2 sahih. Disyarah lengkap oleh 57 Kitab, termasuk fathul Bari (w. 853)dan Umdatul qari (w. 855), Kitab ta’liq/komentar pada bagian tertentu:5 buah, mukhtasar 3 buah (16-17)

Jumhur: Bukhari lebih unggul dari Muslim (18) karena salah satunya,

Bukhari mensyaratkan pertemuan guru murid dalam menilai tersambungnya sanad, bukan hanya kemungkinan pertemuan dengan melihat tempat dan waktu seperti Imam Muslim (21)

Bukahri: 80 of 435 rawi dikritik, semuanya guru Imam Bukhari yang ia temui langsung

Muslim: 160 of 620 rawi dikritik, tabiin dan tabi tabiin yang tidak pernah ditemui Imam Muslim (19-20)

Kritik materi/illat: Bukhari : 80 buah, Muslim: 130 buah.(21-22)

Ulam hadis Maroko: Muslim lebih unggul karena dilihat dari metode penyusunannya (22)

Muslim hanya mengambil dari Bukhari (Al-Hakim Abu Ahmad al-Naisaburi)

Muslim hanya mengoper dan memberi tambahan (Al-Daruquthni) (18)

Pelajaran yang dapat ditarik dari sikap Nabi saw. yang menolak untuk menerima hadiah unta dari Abu Bakar -ketika perjalanan hijrah ke Madinah, padahal sebelum ini beliau menerima hadiah-hadiahnya, bahkan menganjurkan untuk saling bertukar hadiah- adalah bahwa dalam berjuang, seseorang harus dapat memberi segala yang dimilikinya hingga cita-cita tercapai atau modal habis. Jangan pernah setengah-setengah bila berjuang, apalagi menanti hadiah dan imbalan atas perjuangan itu.

-MQS, Membaca Sirah Nabi Muhammad saw. dalam sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Sahih, 2018. h. 476-

Yang Maha Kuasa itu baru "turun tangan" membantu dengan 'inayah-Nya setelah manusia berupaya sekuat kemampuannya mengikuti hukum-hukum-Nya yang berlaku di alam raya. Nah, ketika itu, Allah turun tangan memilihkan apa yang terbaik buat yang bersangkutan.

-MQS, Membaca Sirah Nabi, h. 476-

Pelajaran dari Hijrah Nabi adalah keterlibatan semua kelompok dalam upaya mencapai cita-cita bersama.(466-476)

Lelaki Dewasa: Abu Bakar (masuk terlebih dahulu Gua Tsur memeriksa keamanan) dan ‘Amir bin Fuhairah (bekas hamba sahaya Abu Bakar, bertigas mengembalakan kambing di sekitar gua untuk menghapus jejak Abdullah, Di malam hari memerah susu kambing gembalaannya untuk diminum oleh Rasul saw. dan Abu Bakar)

Pemuda: Abdullah bin Abubakar, setiap malam ke Gua Tsur untuk mengabarkan perkembangan di Mekkah dan pulang subuh hari.

Non Muslim: Abdullah Ibn Uraiqith, seorang Musyrik yang menjadi penunjuk jalan dan telah dititipkan 2 unta untuk dipakai ketika waktunya tiba. Memakai unta ketiga, selain Rasulullah sendiri, Abu Bakr dan Amir bin Fuhairah, Abdullah bin Uraiqith/penunjuk jalan.

Remaja: Ali bin Abi Thalib, menggantikan Nabi memakai pakaian beliau dan berbaring di pembaringan, mengembalikan amanat para non-Muslim yang ada di tangan Nabi.

Perempuan: Asma binti Abu Bakar, ditampar oleh Abu Jahl sehingga antingnya copot, membawa bekal perjalanan hijrah, dia tidak membaawa tali pengikat, sehingga dia memtong ikat pinggangnya, sepotong untuk bekal dan sepotong untuk ikat pinggangnya, (Dzat al-Nithāqain/pemilik 2 ikat pinggang)

Riwayat yang tidak daif dan tidak sahih, dari Rumah, Nabi saw. langsung ke Gua Tsur tanpa terlihat pengepung.

Riwayat Sahih, Nabi siang hari (biasanya pagi/sore) ke Abu Bakar, dari rumah Abu Bakar keluar malam hari, dari celah dalam rumah itu ke jalan belakang (466-467)

Mengapa kaum musyrik tidak langsung menyerang ke rumah padahal telah melihat Rasul tidur, pagarnya pun terjangkau untuk dilompati, Satu riwayat mengatakan bahwa mereka sudah berusaha masuk, akan tetapi mendengar suara perempuan, khawatir dikecam masuk ke rumah yang ada perempuannya di malam hari. Ini adalah salah satu makar Allah. Ini menunjukkan bahwa tidak semua anggota masyarakat melecehkan perempuan, artinya, kebiasaan menghormati perempuan dan khawatir dicela karena meremehkannya merupakan adat yang cukup berbekas di masyarakat Jahiliyah. (465)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (lahir: 80-148 H, bersamaan dengan Abu Hanifah (h.9), lahir dan besar di Madinah, juga mendirikan Universitas pertama dalam Islam, madrasah ini menghasilkan lebih dari 4000 sarjana di berbagai bidang ilmu agama, matematika, kimia, hingga kedokteran, salah satunya adalah , Jabir bin Hayyan/Geber/Bapak Ilmu Kimia, ssetiap memulai pandangan ilmiahnya, ia selalu berkata, Tuanku Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq telah mengatakan padaku…”(Muchlis Hanafi dkk. Imam Ja’far Ash-Shadiq: Imam para Imam dan sang Pencerah Pengetahuan, 2013, h. 188-189)

Imam Abu Hanifah dicambuk 10 kali setiap hari selama 10 hari di daerah Kanasah, Kufah, oleh Yazid bin Umar bin Hubairah, Gubernur Bani Umayyah, ditawari sebagai pengelola Baitul Mal dan Hakim (Muchlis M. Hanafi, Imam Abu Hanifah: Peletak Dasar-dasar Fiqih Pendiri Mazhab Hanafi, 2013, h. 40-41)

Abu Hanifah selalu menolak pemberian Khalifah, ia berdagang sutra, Abu Bakar ash-Shiddiq berjualan kain katun. di tempat yang sangat besar, keuntungannya sebagian besar untuk kepentingan perjuangan di jalan Allah,pendanaan beasiswa, sisanya untuk kaum miskin dan lemah. Masa itu belum dikenal mencari nafkah dari ilmunya, jika bisa mengumpulkan pekerjaan lain dengan ilmu, maka telah mengumpulkan 2 kebaikan (87-88) Menurtu Muwaffaq Al-Makki dalam Al-Manaqib, Abu Hanifah menjadikah Sabtu khusus untuk keluarga dan tidak ke pasar,, Jumat untuk menjamu makanan dan minuman dengan mengundang seluruh shabatnya, Minggu-Kamis: Dhuha sampai bebrapa jam setelhanya: duduk di toko, sisanya untuk belajar dan mengajar.(88-89) 90% keuntungan untuk sedekah, hanya menyimpan 4000 dirham tiap tahun untuk dirinya (90), saya tidak mengambil untung dari teman (92) bangun malam dan beribadah hingga subuh, setelah subuh hingga duha mengajar, duha hingga duhur mengurus bisnis, duniawi, menengok orang sakit, mengantar jenazah, Duhur ke ashar ia tidur, setelah ashar hingga malam mengajar.

Imam Abu Hanifah selalu tampil rapi dan memakai minyak wangi, ia diketahui keluar dan masuk dari wanginya, pakainnya seharga 30 dinar, bagus dan mahal, tidak pernah memakai sandal/sepatu yang putus talinya, ia suka membagikan pakaian, memberi 1000 dirham kepada muridnya yang berpakaian lusuh. Ini berdasar QS. 7:32, dan hadis Allah senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya(82-85)

حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنِ الْفُضَيْلِ بْنِ فَضَالَةَ رَجُلٌ مِنْ قَيْسٍ حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ الْعُطَارِدِيُّ قَالَ

خَرَجَ عَلَيْنَا عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ وَعَلَيْهِ مِطْرَفٌ مِنْ خَزٍّ لَمْ نَرَهُ عَلَيْهِ قَبْلَ ذَلِكَ وَلَا بَعْدَهُ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ نِعْمَةً فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى خَلْقِهِ وَقَالَ رَوْحٌ بِبَغْدَادَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ

(AHMAD - 19087) : Telah menceritakan pada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Al Fudlail bin Fadlalah seorang laki-laki dari Kabilah Qais; telah menceritakan kepada kami Abu Raja` Al 'Utharidi dia berkata, 'Imran bin Hushain keluar menemui kami dengan mengenakan pakaian bercorak dari sutera, kami belum pernah melihatnya sebelum ataupun sesudahnya, lalu dia berkata; Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa telah diberi nikmat oleh Allah, sesungguhnya Allah lebih suka tanda nikmatnya diperlihatkan kepada makhluknya." Rauh di Baghdad berkata; "Tanda nikmatnya lebih suka diperlihatkan kepada hambanya."

BELAJAR DARI AHLI

Dari ragam ilmu yang dipelajari, para sahabat pun lambat laun memiliki keahlian yang berbeda di antara satu dengan yang lain. Nabi pun memberi pengakuan atas keahlian yang dimiliki para sahabatnya di bidang-bidang ilmu tertentu.

Nabi Muhammad pernah bersabda:

وَأَفْرَضُهُمْ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَأَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ وَأَعْلَمُهُمْ بِالْحَلَالِ وَالْحَرَامِ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ

 

Dan yang paling tahu tentang ilmu warisan adalah Zaid bin Tsabit, dan yang paling tahu tentang ilmu bacaan Kitab Allah (Al-Qur’an) adalah Ubay bin Ka’b, dan yang paling tahu halal dan haram (ilmu fikih) adalah Mu’adz bin Jabal (HR. Ahmad no. 13479).

Di masa Nabi Muhammad jangan ditanya berapa banyak sahabat yang hafal dan ahli di bidang Al-Qur’an. Meski demikian, Nabi Muhammad hanya merekomendasikan empat sahabat:

خُذُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ ـ فَبَدَأَ بِهِ ـ وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ، وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، وَأُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ

Ambillah (pelajarilah) bacaan Al-Qur’an dari empat orang: Abdullah bin Mas’ud, beliau menyebutnya lebih dahulu, Salim (budak yang dimerdekakan Hudzaifah), Mu’adz bin Jabal, dan Ubay bin Ka’ab (HR. Bukhari no. 3808).

Dikisahkan bahwa saat anak-anak seusianya sedang asyik bermain, Ibnu Abbas justru gigih mencari ilmu dan ngaji kepada sahabat-sahabat yang lebih senior. Terkadang beliau rela menunggu berjam-jam di luar rumah sahabat-sahabat tersebut guna mendapatkan ilmu yang ada pada mereka.

Selain berkat kegigihannya, Ibnu Abbas juga pernah didoakan oleh Nabi Muhammad agar menjadi seorang ulama ahli Al-Qur’an. Ibnu Abbas bercerita bahwa Nabi Muhammad pernah meletakkan tangan beliau di atas bahunya lalu berdoa:

 

اللَّهُـمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ

 

Ya Allah, pahamkanlah dia terhadap agama dan ajarkanlah (ilmu) takwil (penafsiran Al-Qur’an) kepadanya (HR. Ibnu Hibban no. 7055).

 

Di Zaman Para Mujtahid

 

Standar keilmuan juga dikenal di masa kejayaan ijtihad Islam yang melahirkan banyak ulama besar. Kita sering mendengar bahwa saat Imam Syafii baru berusia 15 tahun dan masih berstatus murid dari Imam Malik, Imam Syafii telah diberi izin oleh sang guru untuk memberi fatwa.

 

Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun Imam Syafii saat itu terbilang muda belia, keilmuan beliau sudah memenuhi standar sebagai seorang mufti (pemberi fatwa). Dan sejak dulu, otoritas yang berhak menyeleksi serta merekomendasikan adalah guru yang bersangkutan.

 

Di masa Imam Syafii ada tiga ilmu yang beliau nilai penting untuk dikuasai:

 

الْعِلْمُ عِلْمَانِ عِلْمُ الْأَبْدَانِ وَعِلْمُ الْأَدْيَانِ

 

Ilmu itu ada dua: ilmu untuk kesehatan tubuh (kedokteran) dan ilmu untuk menjalankan agama (ilmu fikih) (Hilyatul Aulia 9:142).

Dalam riwayat lain, Imam Syafii berkata:

 

شَيْئَانِ أَغْفَلَهُمَا النَّاسُ: النَّظَرُ فِي الطِّبِّ، وَالنَّظَرُ فِي النُّجُومِ

 

Ada dua ilmu yang dilalaikan manusia: ilmu kedokteran dan ilmu astronomi (Hilyatul Aulia 9:136).

 

Singkatnya, ilmu yang diperhatikan oleh Imam Syafii di zamannya adalah ilmu fikih, kedokteran, dan astronomi. Nah, untuk saat ini, tentunya ada lebih banyak ilmu yang perlu diperhatikan seperti ilmu teknik, perkapalan, kedirgantaraan, teknologi, dsb.

Lalu Siapakah yang Disebut Ulama?

 

Allah memberi kriteria khusus dalam Al-Qur’an:

 

اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ

 

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (QS. Fatir [35]:28).

 

Maksudnya, orang yang berilmu dan dengan ilmunya itu membuat dirinya takut kepada Allah dialah ulama.

 

Sementara itu, dalam hadis yang sudah populer Nabi Muhammad pernah bersabda:

 

الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ

 

Para ulama adalah pewaris para nabi (HR. Abu Dawud no. 3641).

 

KH.Achmad Siddiq menjelaskan bahwa yang diwariskan oleh para nabi ada tiga, yaitu ibadah, ilmu, dan akhlak. Maka kriteria ulama adalah:

 

1. Abid, ahli ibadah.

 

2. Alim, memiliki keilmuan yang memadai. Minimal dalam hal fikih ketika ditanya tentang hukum, dia mampu menjawab dengan merujuk kepada mazhab yang diikutinya.

 

3. Arif, yakni bijaksana dalam mengambil keputusan, tidak emosi, tidak menunjukkan perangai buruk yang membuat orang ketakutan hingga menjauh dan sebagainya.

AHMAD ISHOMUDDIN

Kata "ustadz" yang semula berasal dari Bahasa Persia, lalu diserap ke dalam Bahasa Arab dengan makna "orang yang mengetahui sesuatu ( العالم بالشيء )", sebagaimana telah dijelaskan secara singkat oleh al-Syaikh Dahlan al-Jampesi al-Kediri dalam Siraj al-Thalibin, sebuah kitab yang terdiri dari dua jilid besar, masing-masingnya terdiri dari ratusan halaman, yang merupakan syarah (komentar penjelas) atas kitab dalam disiplin ilmu tashawwuf, Minhaj al-'Abidin, yang ditulis oleh al-Imam al-Ghazali al-Thusi (450 H. - 505 H.). Siapa yang berjuluk "ustadz" dengan demikian seharusnya sudah pernah malang melintang dalam dunia pencarian ilmu sehingga menjadi spesialis dalam disiplin ilmu yang benar-benar dikuasainya. Sehingga kelak apa saja yang disampaikannya terutama yang berkaitan dengan ajaran agama benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Bukan sebagaimana ustadz gadungan yang menyampaikan apa saja terkait ajaran agama semaunya, bebas, mengikuti dorongan hawa nafsu demi motiv yang rendahan (duniawi) seperti popularitas, penumpukan harta benda, dan meraih kekuasaan.[33]

 

Ibnu Abi al-'Awwam meriwayatkan dari al-Thahawi dari Muhammad bin al-Hasan bin Mirdas dari Abi Bakrah al-'Aththar dari Abi 'Ashim al-Nabil, ia berkata, Ibnu al-Hudzail berkata,

من قعد قبل وقته ذل، يعني من جعل لنفسه مجلسا خاصا لنشر العلم قبل أن يتكامل في العلم فضحته شواهد الإمتحان وتكشف جهله بأخطائه في أجوبة المسائل. وكم من ناشئ يعتريه الغرور فيظن بنفسه الإستغناء عن أستاذه، فيستقل بمجلس في العلم قبل أوانه ثم يعود إلى رشده فيرجع إلى ملازمة شيخه (البدور المضية في تراجم الحنفية ج ٨ ص ١٧)

"Barangsiapa yang duduk (mengajarkan ilmu) sebelum waktunya, ia hina, yakni siapa saja yang menjadikan untuk dirinya satu majlis khusus untuk menyebarkan ilmu sebelum sempurna ilmunya, maka kesalahan-kesalahannya akan diperlihatkan oleh para saksi dalam suatu ujian, disingkapkan kedunguannya oleh beberapa kekeliruan dalam menjawab berbagai masalah. Berapa banyak pemuda yang tertipu oleh perasaannya sendiri, ia menyangka bahwa dirinya tidak lagi membutuhkan (ilmu, petunjuk, atau arahan) dari gurunya, sehingga ia secara mandiri berada di majlis ilmu sebelum tiba saatnya, kemudian ia tersadar, lalu ia kembali mengikuti guru (syaikh)-nya."[34]

 

KEBODOHAN

Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad mengatatakan:

 

الجَهْلُ رَأْسُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ

 

“Kebodohan adalah sumber setiap kesalahan.”

 

Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan sebuah hadits:

 

عَنْ أَنَس بْن مَالِكٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَذْهَبَ الْعِلْمُ، وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ، وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ، وَيَفْشُوَ الزِّنَا

 

Diriwayatkat dari Anas bin Malik, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah hilangnya ilmu, munculnya kebodohan, arak diminum dan perbuatan zina semakin merajalela”

 

Sesungguhnya kebodohan adalah sumber setiap kejelekan dan dasar seluruh cobaan. (Habib Zain bin Smith)

 

Kebodohan adalah dasar setiap kejelekan dan sumber setiap bahaya. Kebodohan dan orang yang bodoh masuk dalam hadits: “Dunia adalah sesuatu yang dilaknati, sesuatu yang berada di dunia dilaknati kecuali dzikir kepada Allah, orang alim dan orang yang belajar”.(Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad)

 

Tidak ada musuh yang lebih berbahaya daripada kebodohan, dan setiap orang adalah musuh dari sesuatu yang tidak ia ketahui. (Sayyidina Ali bin Abi Tholib ra)

 

Kebodohan laksana api yang memberangus agamanya seseorang, sedangkan ilmu laksana air yang memadamkan api tersebut. (Habib Ali bin Abu Bakar Asseghaf)

 

Ketahuilah bahwa ilmu akan mengangkat orang yang rendah, dan kebodohan akan menghinakan orang yang derajatnya tinggi. Barang siapa yang nasabnya mulia namun dinodai dengan kebodohan niscaya ia akan menjadi hina, serta setingkatan dengan orang-orang bodoh. Tidak ada kehidupan sejati kecuali bagi ahlul Ilmi, dan tidak adak kematian sejati kecuali bagi orang-orang bodoh. (Habib Umar bin Seghaf Asseghaf)

 

Allah tidak didurhakai dengan sesuatu yang  paling maksiat daripada bodoh. (Imam Sahl At-Tasturi)

TANDA-TANDA ULAMA

Habib Abdullah Al-Haddad, dalam kitabnya yang sangat terkenal dan dijadikan sumber pengetahuan etika di pesantren, al-Nashaih al- Diniyyah, menyebut sejumlah tanda/indikator karakter ulama:

 

فمن علامات العالم : ان يكون خاشعا متواضعا خاءفا مشفقا من خشية الله زاهدا فى الدنيا قانعا باليسير منها منفقا الفاضل عن حاجته مما فى يده. ناصحاً لعباد الله. رحيما بهم أمرا بالمعروف ناهيا عن المنكر. مسارعا فى الخيرات ملا زما للعبادات . ووقار واسع الصدر لا متكبرا ولا طامعا فى الناس ولا حريصا على الدنيا ولا جامعا للمال ولا مانعا له عن حقه ولا فظا ولا غليظا ولا مماريا ولا مخاصما ولا قاسيا ولا ضيق الصدر ولا مخادعا ولا غاشا ولا مقدما للاغنياء على الفقراء ولا مترددا الى السلاطين

 

"Tanda/ciri orang alim (ulama) antara lain : pembawaannya tenang, rendah hati, selalu merasa takut kepada Allah, bersahaja, “nrimo”, suka memberi, membimbing umat, menyayangi mereka, selalu mengajak kepada kebaikan dan menghindari keburukan/maksiat, bersegera dalam kebaikan, senang beribadah, lapang dada, lembut hati, tidak sombong, tidak berharap pada pemberian orang, tidak ambisi kemegahan dan jabatan, tidak suka menumpuk-numpuk harta, tidak keras hat/keras kepalai, tidak kasar, tidak suka pamer, tidak memusuhi dan membenci orang, tidak picik, tidak menipu, tidak licik, tidak mendahulukan orang kaya daripada orang miskin, dan tidak sering-sering mengunjungi penjabat pemerintahan/penguasa”.

Jadi kalau seseorang tidak punya ciri-ciri itu, maka tidak bisa dan tidak patut disebut ulama, dus tidak pantas masuk jadi pengurus teras MUI.

Teman itu masih bertanya : kalau Testing, bagaimana?. Aku bilang, mudah : baca kitab berbahasa Arab "gundul", I'rab dan Tasripan.

 

Ahmad ath-Thayyib et. al., JIHAD MELAWAN TEROR: MELURUSKAN KESALAHPAHAMAN TENTANG KHILAFAH, TAKFIR, JIHAD, HAKIMIYAH, JAHILIYAH, DAN EKSTREMITAS. Editor: Muchlis M. Hanafi, Penerjemah: Baba Salem. Cet. I. Tangerang: Lentera Hati, 2016.

Syeikh Ahmad Al-Thayyib

Para Syeikh kami selalu mengajarkan bahwa illat/sebab yang membolehkan pembunuhan orang lain adalah Tindakan menyerang, bukan kekufuran

Keputusan jihad dan pelaksanaannya hanya bolehh dilakukan oleh waly al-amri, bukan orang per orang, atau kelompok, apapun keadaannya. Jika tidak maka masyarakat akan kacau, terjadi pertumpahan darah, kehormatan dilanggar, dan harta orang lain dihalalkan. (xxvi)

Haram membunuh apapun agamanya QS 5:32

Mahasiswa Paling Kecil di Azhar menghafal di luar kepala, sebuah ungkapan dalam Kitab Syarh al-Mawaqif yang ditetapkan sebagai buku pegangan dalam materi akidah, sekaligus salah satu rujukan induk mazhab asy’ari, yang menyatakan “Imamah tidak termasuk dalam pokok agama dan akidah bagi kami: tetapi ia, termasuk dalam kategori cabang/furu’ (xxviii) (Al-Jurjani, Syarh al-Mawaqif, Kairo: Bulaq, 1266 H), J. I, h. 603.

Di dalam kitab pegangan materi akidah di fakultas ushuluddin, seorang pemuka Ahlus Sunnah mengatakan: “Tidak diperselisihkan, bahwa pembahsan-pembahasan mengenai imamah lebih layak menjadi bagian dari ilmu cabang. (Sa’duddin at-Taftazai, Syarh al-Maqashid, ‘Alam al-Kutub, 1409 H/1989M. fasal 4/Imamah, j.5 h. 232)

Bahwa Khilafah atau Imamah adalah persoalan cabang/furu’ sudah menjadi ketentuan dalam buku-buku Akidah Ahlus Sunnah wa Jama’ah. Bagaimana mungkin, masalah yang tidak termasuk dalam pokok agama ini menjadi tolok ukur antara kekafiran dan keimanan bagi anak muda kita ? Bagaimana mungkin masalah ini menjadi fitnah yang di dalamnya darah ditumpahkan, peradaban dihancurkan, dan citra agama yang toleran ini dirusak? (xxviii)

 

وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ، قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ فِي الأُولَى وَالآخِرَةِ ‏"‏ ‏.‏ قَالُوا كَيْفَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ‏"‏ الأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلاَّتٍ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ فَلَيْسَ بَيْنَنَا نَبِيٌّ ‏"‏ ‏.

Aku adalah manusia yang memiliki hubungan terdekat dengan Isa Putra Maryam, di dunia dan di akhirat,,,Para Nabi adalah sudara seayah, ibunya banyak dan agamanya satu (Muslim, 2365)

Muhammad Ra’fat Usman/Guru Besar Fikih Perbandingan di Fakultas Syari’ah wa al-Qanun, Universitas Al-Azhar, dan anggota Dewan Ulama Besar

Ulama berbeda pendapat, siapa yang berhak dengan gelar khilafah. Sebagian ulama salaf, salah satunya Imam Ahmad memandang makruh digunakannya gelar khalifah setelah Hasan bin Ali. (H. 11) Berdalil hadis

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ، حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا حَشْرَجُ بْنُ نُبَاتَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُمْهَانَ، قَالَ حَدَّثَنِي سَفِينَةُ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ الْخِلاَفَةُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ ‏"‏ ‏.‏ ثُمَّ قَالَ لِي سَفِينَةُ أَمْسِكْ خِلاَفَةَ أَبِي بَكْرٍ وَخِلاَفَةَ عُمَرَ وَخِلاَفَةَ عُثْمَانَ ‏.‏ ثُمَّ قَالَ لِي أَمْسِكْ خِلاَفَةَ عَلِيٍّ ‏.‏ قَالَ فَوَجَدْنَاهَا ثَلاَثِينَ سَنَةً ‏.‏ قَالَ سَعِيدٌ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ بَنِي أُمَيَّةَ يَزْعُمُونَ أَنَّ الْخِلاَفَةَ فِيهِمْ ‏.‏ قَالَ كَذَبُوا بَنُو الزَّرْقَاءِ بَلْ هُمْ مُلُوكٌ مِنْ شَرِّ الْمُلُوكِ

 ‏.‏ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَابِ عَنْ عُمَرَ وَعَلِيٍّ قَالاَ لَمْ يَعْهَدِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فِي الْخِلاَفَةِ شَيْئًا ‏.‏ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ قَدْ رَوَاهُ غَيْرُ وَاحِدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُمْهَانَ وَلاَ نَعْرِفُهُ إِلاَّ مِنْ حَدِيثِ سَعِيدِ بْنِ جُمْهَانَ ‏.

Khilafah pada umatku adalah tiga puluh tahun, dan setelah itu kerajaan. Kemudian Safinah berkata padaku, Pegang Khilafah Abu Bakr, Umar, Usman, Ali. Safinah berkata: Kami mendapatkannya 30 tahun. Said berkata, aku bertanya kepada Safinah, Bani Umayyah mengaku bahwa khilafah ada di pihak mereka. Safinah menjawab: Bohong, Bani Zarqa’, sebaliknya mereka adalah para raja, raja-raja terburuk. (Turmudzi, 2226)

Hadis ini, kalau terbukti sahih, yang dimaksud adalah khilafah penuh, bukan khilafah secara umum (Zainuddin Qasim, Hasyiyah ‘ala al-Musayarah, h. 144) /13

Imam Al-Baghawi, dalam Syarh al-Sunnah: “Tidak apa, orang yang memimpin kaum muslim disebut Amirul Mukminin atau Khalifah meskipun melanggar perilaku para imam keadilan, karena menduduki kepemimpinan kaum mukmin dan dpatuhi oleh kaum mukmin” . “Disebut khalifah karena menggantikan pemimpin yang lalu dan menempati posisinya. (Imam Nawawi, Hasyiyah al-Abrar wa Syi’ar al-Akhyar, j. 7, h. 82, 83) 14

Saya katakan, tidak ada hukum syara’ yang melarang kita untuk memberikan kepada orang yang memimpin umat gelar apa saja yang bisa menunjukkan kepemimpinan umum, seperti presiden, kepala negara, atau gelar lain yang menunjukkan kepemimpinan ini. 14

Orang merasa berat menggunakan Khalifatu Khalifati Rasulillah untuk umar, akan menjadi panjang dengan silih bergantinya pemimpin. (Ibnu Khaldun, Muqaddimah, 189) 14

Gelar Amirul Mukminin pertama kali diucapkan oleh utusan Gubernur Irak yang diminta oleh Umar bin Khattab, Labid bin Rabi’ah al-“amiri dan ‘Adiy bin Hatim ath-Tha’i. Di Masjid, mereka bertemu Amr bin Ash lalu berkata: Mintakan izin untuk menghadap Amirul Mukminin”. Amr berkata: kalian berdua, demi Allah, telah memberikan nama yang tepat. Kita adalah kaum mukmin dan beliau adalah Amir kita”. Sejak itu menjadi gelar resmi di masyarakat, lalu diwarisi turun temurun setelah Umar.(Ibnu Khaldun, 189, 190) 15

Syiah memanggil Ali kw dengan Imam untuk mengisyaratkan bahwa Ali lebih berhak memipin shalat dari Abu Bakr, lebih berhak menjadi khalifah, Ali lebih baik dari Abu bakr, 15

Perselisihan terbesar antarumat adalah perselisihan tentang Imamah/Khilafah, pedang tidak pernah terhunus di dalam Islam demi sebuah prinsip agama seperti terhunusnya pedang demi Imamah di setiap zaman (Asy-Syahrastani, Al-Milal wa an-Nihal, j. 1, h. 21) 17

Sebagian Syiah mengakui adanya sifay-sifat bagi imam yang menyamai sifat para nabi, para imam adalah maksum dari kesalahan dan dosa, paling banyak pahalanya, bisa mendatangkan mukjizat, (17-18)

Salah satu sekte Imamiyah: “Kelompok kedua dari mereka mengakui bahwa para imam lebih baik daripada Nabi dan malaikat, dan bahwasanya tidak ada yang lebih baik daripada imam. Ini adalah perkataan beberapa golongan dari mereka. (Al-Asy’ari, Maqalat al-Islamiyyin, j. 1, h. 115.)

Syeikh Ali Abdurraziq: Khilafah sesungguhnya terus menjadi bencana bagi Islam dan kaum muslim, serta menjadi sumber keburukan dan kerusakan (Al-Islam wa Ushul al-Hukm, h. 25...)

Penilaian terhadap sistem politik, ekonomi, atau yang lain, tidak akan sah kecuali pada saat diterapkan secara penuh. Pada saat sebuah sistem diterapkan sesuai dengan kaidah-kaidah dan aturan-aturannya, maka pada saat itu ia boleh dinilai, apakah diterima atau ditolak. Sebaliknya, apabila belum diterapkan secara penuh sesuai dengan kaidah-kaidah dan aturan-aturannya, dan pada saat yang sama terjadi penerapan yang buruk dari orang yang diserahi tanggungjawab untuk menjalankannya, maka tidak boleh menggeneralisasi penilaian, dengan menolak atau menyalahkannya. Termasuk pengadilan dan khilafah (22-23)

Dalam Islam, tidak ada yang mengharuskan penerapan sistem pemerintahan tertentu, tetapi yang wajib adalah menyelenggaarakan negara yang melaksanakan hukum Allah, menjamin persatuan, karena Allah melarang saling bertikai, QS 8: 46. Negara seperti itu direpresentasikan oleh seorang kepala, apapun gelarnya, bisa jadi khilafah, imam, amirul mukminin, presiden, atau gelar-gelar lain yang menunjukkan maksud itu. Khilafah Rasyidah, bahkan Umar bin Abdul Aziz merupakan gambaran cerah dari khilafah yang benar, kepemimpinan umat dalam urusan agama dan dunia, mewakili Nabi saw. OKI. Jika ada negara yang seluruh wilayahnya bersatu, sistem pemerintahannya berdiri di atas prinsip menjaga agama, pemimpin dipilih dengan bebas, kebebasan berpikir dijamin, musyawarah, adil, dan tanggungjawab kepala negara, maka negara seperti itu sudah mendekati khilafah murni, apa pun nama yang diberikan. (29)

Muhammad Imarah/Penulis dan Pemikir, Anggota Dewan Ulama besar Al-Azhar

Dr.Thaha Husen (1306-1393 H/1889-1973 M): Sebagian orang tertipu mengira pemerintahan Islam adalah teokrasi yang mendapakan kedaulatannya dari Allah semata dan tidak ada peran manusia. Ini adalah pandangan yang jauh dari kebenaran. Islam tidak merampas kebebsan manusia, ia memberikan aakal untuk berpikir dan hati untuk berzikir, serta mengizinkan melkukan sesuatu yang dianggap mendatangkan kebaikan, kebenran, kemaslahatan umum dan khusus. Khilafah Islamiah adalah perjanjian antara kaum muslim dan para khalifahnya. Semua urusan khilafah terbangun di atas bai’at, persetujuan rakyat, kontrak yang dibangun antara pemerintah dan yang diperintah. 39

Sistem pemerintahan Islam bukan teokrasi Ilahi, bukan sistem absolut, bukan demokrasi yang dikenal Yunani, bukan monarki, republik, atau kekisaran terbatas oleh Romawi. Ia adalah sistem manusiawi, tetapi dipengaruhi oleh agama. Seorang khalifah tidak berindak berdasarkan wahyu atau sesuatu yang menyerupai wahyu. Meskipun, ia terikat oleh apa yang diperintahkan oleh Allah, seperti menegakkan kebenaran, menetapkan keadilan, mendahulukan yang makruf dan menjauhi kemungkaran, serta melawan agresi dari luar...(Thaha Husein, Al-Fitnah Al-Kubra, j.1 (Usman bin Affan, Kairo: 1984, h. 22,25,27,32,33) 40

3 Ciri khasi Khilafah Islamiah: 1) persatuan umat 2) Integralisasi seluruh wilayah Darul Islam 3) Islamisasi Hukum

Dr. As.Sanhuri: Gambaran realistik-futuristik Khilafah Islamiah

Hari ini mustahil khilafah penuh, maka harus didirikan pemerintahan Islam tak penuh yang bersifat sementara, tujuan utama tetap yang penuh. Akan tetapi dengan sifat yang lentur. Apapun namanya, ada persatuan bangsa-bangsa namun tetap ada otonomi penuh kepada setiap negara. Persatuan Islam ekstrem yang penuh dalam wadah sentralistik dan tidak lentur sudah tidak mungkin terjadi. 49-50 (Abdurrazzaq As-Sanhuri, Fiqh al-Khilafah wa tathwiruha litushbiha ‘ushbat umam islamiyyah: terjemah: Dr. Nadia Abdurrazzaq as-Sanhuri; review, pengantar dan anotasi Dr. Taufiq asy-Syawi (Kairo: 1989, h. 339, 341, 356)

Khalifah tidak berhak mencabut hak seseorang untuk masuk surga. (51)

Imam untuk wewenang agama, Amirul Mukminin untuk wewenang sipilnya (52)

Tidak terikat mengikuti mazhab yang ada dalm buku, Ia sebagai mujtahid, harus menyepakati ijma’ mujtahid.Ijma’ mujtahid adalah sumber hukum syariat.

Melahirkan satu lembaga menyerupai Liga Umat Islam, bisa dianggap Hai’ah Khilafah (badan Kekhilafahan), 53 Sanhuri adalah faqih dalam syariat Islam dan bapak hukum sipil, penyusun unsur-unsur pokok hukum dan konstitusi beberapa negara arab. Para gurunya dari abad 20 menjulukinya Imam ke Lima karena penguasaannya (Abdurrazzaq as-Sanhuri, Al-Din wa ad-Daulah fi al-Islam, Majalah Hai’ah Qadhaya ad-Daulah, edisi Juni tahun 1989 M. H. 107-108)

Khilafah harus didahului kebangkitan ekonomi, bahasa, dan hukm sebelum ikatan politik. Menyatukan logat yang berbeda, perjanjian dagang, penyatuan cukai, kebangkitan Ilmu Islam. 54-55. (Dr. Nadia Abdurrazzaq as-Sanhuri, Dr. Taufiq asy-Syawi, Abdurrazzaq as-Sanhuri min Khilali auraqihi asy-Syakhsyiyah. Kairo: 1408 H/1988M. H. 122-123)

M. Imarah: Jika OKI diaktifakn dengan manajemen dan kemauan bisa dijadikan alat fase persiapan khilafah islamiah dalam balutan baju barunya. 56 (Ihya’ Khilafah Islamiyah: Haqiqah am Khayal, Kairo: Maktabah asy-Syuruq ad-dauliyah, 1425 H/2005 M)

Abdullah Mabruk an-Najjar/Anggota Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, Al-Azhar: Guru Besar Fakultas Syariah, Mantan Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah, Universitas Al-Azhar

Sejak runtuhnya Khilfah Usmaniyah Turki, mendirikan khilafah sudah tidak lagi wajib karena sebab yang menuntut untukitu sudah tidak ada. Sementara penugasan dari Allah tidak berlaku tanpa kemampuan QS. 2:286. 73-74

Sesuai tabiatnya, manusia, gagal setelah sukses , mearatapi kesuksesannya yang indah. Akan tetapi bisa juga menjadi kekuatan akumulatif  untuk mendorong menciptakan masa lalu yang jaya (78)

Pilihan yang dua-duanya pahit: Menerima realita dan mengubur khilafah, menolak realita dan bertekad membangkitkan khilafah. Yang kedua mustahil. Apbila sejumlah negara bertekad mengembalikan khilafah, tidak mungkin mufakat dari seluruh negara Islam bahkan negara arab sekali pun. 85

Khilafah bisa diqadha’ diganti: Persatuan Islam dam pertimbangan nasionalisme. Pribadi negara sebagai badan hukum, dalam hal ini, bisa dianggap sebagai pengganti pribadi alamiah dalam Khilafah Islamiah. 86

Persatuan adalah ganti dari perpecahan yang haram, sedangkan menampik perkaara haram adalah wajib. 87.

OKI menjadi penghimpun potensi2 Islam dan kekayaan negara2 Islam. Untuk persatuan ekonomi dan pertahanan, melindungi hak0hak Islam. Dan penghormatan untuk tiap negara. 88.

Menhormati kedaulatn atas wilayah tiap negara. Dalil

مَنِ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقَهُ اللَّهُ إِيَّاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ ‏"‏ ‏.‏

Barangsiapa yang mengambil sejengkal tanah (orang lain) secara zalim, maka akan dikalungi pada hari kiamat kelak dengan yujuh bumi.(Muslim, 1610)

Perampasan tanah tidak dibolehkan oleh Allah, baik milik pribadi maupun negara, harus kerelaan. Ini menunjukkan bahwa menguasai harta orang lain, bergerak maupun tidak, tidak dibolehkan, ini disepakati oleh semua ulama, salah dan khalaf. Ketentuan yang sama untuk tanah dan batas negara. Jika ada negara, kelompok atau oraganisasi yang mengerang kesepakatan atas batas-batas negara, maka itu adalah pelanggaran atas janji internasional.89-91

Dalil

Hal. 90

لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسِهِ

Tidak halal harta seorang muslim (bagi muslim lain) kecuali dengan kerelaan hatinya (HR. al-Daruquthni dari Anas bin Malik, no. 2885)

فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فَأَعَادَهَا مِرَارًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَوَصِيَّتُهُ إِلَى أُمَّتِهِ فَلْيُبْلِغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

"Sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian dan kehormatan kalian, haram atas kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini di negeri kalian ini dan pada bulan kalian ini". Beliau mengulang kalimatnya ini berulang-ulang lalu setelah itu Beliau mengangkat kepalanya seraya berkata: "Ya Allah, apakah aku sudah sampaikan?, Ya Allah, apakah aku sudah sampaikan?. Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata: "Maka demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh itu suatu wasiat Beliau untuk ummatnya. (Sabda Beliau selanjutnya): "Maka hendaklah yang menyaksikan menyampaikannya kepada yang tidak hadir, dan janganlah kalian kembali menjadi kafir sepeninggalku, kalian saling memukul tengkuk kalian satu sama lain (saling membunuh) ". (Bukhari 1623)

 

Pelanggaran janji. QS. 16:91, 5:1

Payung international adalah komitmen religious untuk mengatur hub. Internasional.(92-93)

Jika tidak bisa tujuan khilafah penuh, maka yang kemungkinan terdekat, kaidah fikih, tidak dapat semua, tidak tinbgalkan semua. Konsep darul Islam dan Darul ‘ahdi sudah tidak bisa ditampung fikih kontemporer.93

Piagam madinah adalah piagam internasional tertua dalam sejarah umat manusia.  Sebab yang mendorong pertikaian bersenjata dalam hukum Islam adalah dihalanginya dakwah Islam. Ini sudah tidak ada, sekarang sudah ada HAM (94)

Setiap muslim saat ini sudah bebas melaksanakan agamanya, tanpa ada halanghan, kalaupun ada, sedikit, dan tidak bisa dijadikan patokan.(95)

Inilah pemikiran Khilafah Islamiah dengan pendekatan fikih kontemporer, bukan keadaannya di masa lalu. 96.

Syeikh Ahmad Al-Thayyib

Fenomena pengafiran pihak yang berbeda pendapat bukan hal yang baru, fiqihnya juga tidak. Kita sudah memperlajari bagaimana kemunculan khawarij.(98)

Kelompok takfiri yang mengkafirkan pihak yang berbeda pendapat dengannya -dan dampaknya menghalalkan darah- terjerumus dalam bencana ini akibat penyimpangan dalam konsep akidah dan fikih. Konsep hubungan iman kepada Allah sebagai pokok dan perbuatan sebagai cabang. (98-99)

Kelompok takfiri tersesat Ketika berpegang pada beberapa makna lahiriah teks dan mengabaikan beberapa makna lahiriah teks lain yang bertentangan dengan apa yang mereka pahami. (99)

Kelompok pengafiran muncul pada tahun 1967 di dalam penjara-penjara sebagai akibat dari politik kekerasan dan penyiksaan yang dialami oleh para pemuda yang berafiliasi kepada sejumlah Gerakan Islam tertentu. Ketika dimintai dukungan kepada pemerintah, Sebagian besar setuju dan yang Sebagian kecil menolak, lalu menganggap mereka bersikap lemah dalam beragama. Kemudian, mereka membuat jamaah sendiri Ketika shalat, mengkafirkan teman-temannya karena mendukung pemerintah yang kafir, begitupun dengan masyarakat yang dan seluruh anggotanya karena mendukung pemerintah yang kafir. Tidak ada jalan lain kecuali bergabung dengan mereka dan membai’at imam mereka. 99-100 (Salim al-Bahnasawi, al-Hukmu wa Qadhiyat al-Takfir, Kairo: Dar al-Anshar, 1977 M/1397H, h. 24-25)

Fenomena neo-pengafiran tahun 1967 muncul di tangan para pemuda yang belum memiliki keahlian ilmiah dan intelektual untuk memahami ajaran Islam, selain semangat dan reaksi sembrono, serta balas dendam dari seorang lemah dan tertindas kepada seorang algojo lalim. Maka, hanya pengafiranlah redaksi yang paling ideal dan paling cepat untuk mengungkapkan realitas pahit mereka. (100-101)

Sebagian pendukung Gerakan ini menganggap pengafiran sebagai pemikiran krisis, bukan sebuah metode dalam Gerakan Islam, Sebagian lainnya menganggap ini metode Gerakan Islam. 101. (Mu’taz al-Khatib, Sayyid Quthub wa at-takfir: Azmat afkar am musykilat qira’ah, Kairo: Maktabah Madbuli, 2009, h. 44.)

Kendati demikian, ada yang berpendapat bahwa paham pengafiran di zaman modern ini tidak lahir di tangan para pemuda yang mengafirkan penguasa dan masyarakat dari penjara-penjara mereka.   Tapi, mereka lahir pada 1968 di penjara juga, di tangan kelompok yang menamakan diri Jama'at al-Muslimin, yang kemudian terkenal dengan nama Jama'at at-Takfir wa al-Hijrah, lalu memengaruhi banyak oraganisasi Islam lain setelah itu.  101

Namun, penjara bukan satu-satunya sebab kembali paham takfiri di zaman modern ini. Menurut Syekh ath-Thayyib, ada sebab lain yang mendorong orang untuk mengafirkan orang lain, yaitu adanya warisan pemikiran ekstrem dan radikal dalam pemikiran Islam. 102. Warisan pemikiran Khawarij yang diwanti-wanti oleh Nabi saw. Agar ditolak oleh mayoritas umat Islam dulu dan sekarang.

Pada zaman Nabi Muhammad, setelah perang Hunain, umat Islam mendapat harta rampasan (ghanimah) yang banyak. Dapat sapi, unta, kemudian dibagi-bagi di Ja’ronah. Namun, baru kali ini Nabi membaginya secara aneh, para sahabat Nabi yang senior tidak mendapat bagian. Hanya para muallaf (orang yang baru masuk Islam) yang mendapatkannya.  Pembagian yang dilakukan Nabi tersebut, meski tidak dipahami sahabat, mereka memilih diam karena semua tahu itu perintah Allah subhanahu wata'ala. Nabi selalu dibimbing wahyu dalam tindakannya.

 Namun, tak dinyana, ada orang yang maju ke depan melakukan protes. Sahabat tersebut, perawakannya kurus, jenggot panjang, jidatnya hitam, namanya Dzil Khuwaisir.


فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ

 

“Wahai Rasulullah berlaku adillah”.[ Hadis Riwayat Bukhari VI/617, No. 3610, VIII/97, No. 4351, Muslim II/743-744 No. 1064, Ahmad III/4, 5, 33, 224]

 

  “I’dil (berlaku adillah) ya Muhammad, bagi-bagi yang adil Muhammad,”

begitu kira-kira protesnya. 

 “Celakalah kamu. Yang saya lakukan itu diperintahkan Allah,” tegas Nabi Muhammad.  Orang itu kemudian pergi. 

Nabi Muhammad mengatakan, nanti dari umatku ada orang seperti itu. Dia bisa membaca Al-Qur’an, tapi tidak tidak paham. Hanya di bibir dan tenggorokan.  “Saya tidak termasuk mereka. Mereka tidak termasuk saya,” ungkap Nabi Muhammad.

 Tahun 40 H Sayiydina Ali bi Abi Thalib dibunuh bukan oleh orang kafir, melainkan orang Muslim, namanya Abdurrahman bin Muljam At-Tamimi, dari suku Tamimi. Pembunuh itu ahli tahajud, puasa, dan penghafal Al-Qur’an.  Ali dibunuh karena dianggap kafir. Pasalnya Ali dalam menjalankan pemerintahannya tidak dengan hukum Islam, tapi hukum musyawarah. Sang pembunuh menggunakan ayat Waman lam yahkum bi ma anzalallahu fahuwa kafirun sebagai sandaran perbuatannya. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ، ثُمَّ لاَ يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِهِ

“Akan keluar manusia dari arah timur dan membaca Al-Qur’an namun tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka melesat keluar dari agama sebagaimana halnya anak panah yang melesat dari busurnya. Mereka tidak akan kembali kepadanya hingga anak panah kembali ke busurnya.” (HR. Bukhari)

Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda: “Dari kelompok orang ini (orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An-Najdi), akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al-Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti musnahnya kaum ‘Ad.”  (HR Muslim 1762)

Letak perbedaan akidah kaum takfiri dan akidah kaum muslim kebanyakan adalah kebanyakan dalam tema pembahasan Iman dan Islam, antara perbuatan dan esensi Iman. 102-103

Seorang mukmin tetap beriman meskipun teledor dalam melakukan ketaatan, atau berbuat maksiat dan keburukan. Apapun keadaannya, dia tidak boleh dinyatakan kafir Selma masih menyimpan keyakinan di dalam hati yeng merupakan hakikan iman.104

Ini juga yang membedakan akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang mencakup Asy’ari, Maturidi, dan Ahli Hadis, dengan Muktazilah yang menganggap pendosa besar sebagai fasiq, bukan mukmin, bukan kafir, di manzilah bayna al-manzilatain. 104-105

Kelompok takfiri memiliki pemikiran ekstrem tentang iman, bahwa mazhab yang benar adalah yang menjadikan iman sebagai campuran keyakinan dan amal. Sementara keyakinan dan kepercayaan di dalam hati saja tidak cukup. Ini disebarkan mati-matian melalui pengajian, tulisan, karangan dan saluran-saluran televisi untuk ditanamkan ke dalam pikiran para pemuda.105.

Seandainya mereka berhenti pada batas melontarkan mazhab mereka sebagai salah satu pandangan di antara pandangan lainnya, maka urusannya ringan dan gampang. Akan tetapi, mereka malah berusaha mempromosikan mazhab mereka sebagai satu-satunya kebenaran, tidak ada kebenaran lain selainnya. Mazhab Asy’ari adalah mazhab sesat dan menyimpang dan tidak mewakili hakikat Islam. 105.

Lebih dari 90% muslim adalah Asy’ari dan meyakini bahwa Iman itu di dalam hati, amal perbuatan bisa menambah dan mengurangi, tetapi tidak menghilangkan atau mengurangi pokoknya. 105-106.

Kaidah emas Asy’ari: Tidak ada yang mengeluarkanmu dari iman kecuali apa yang memasukkanmu ke dalamnya. 106

Iman tetap ada dalam hati pendosa besar

Berdalil

QS. 49:9 pembunuh,

8: 5-6 Sahabat yang enggan berjihad, 9:38

16:106 dipaksa murtad

61:2-3 perbuatan tak sesuai perkataan

Pelaku dosa besar adalah mukmin dan tidak boleh dikafirkan, kecuali jika dosa musyrik dan mengingkari unsur agama yang sudah pasti diketahui. Ia kafir karena pengingkarannya. 109

Mazhab Asy’ari tidak menutup harapan pendsa besar untuk mendapat ampunan Allah. Mencermikan kemudahan agama dan sikap saying kepada pengikutnya. 109 Semua manusia berpotensi salah, hadis semua anak cucu adam adalah pendosa

“Manusia berselisih setelah Nabi mereka dalam banyak hal, dimana mereka saling menganggap sesat satu sama lain dan memutus hubungan satu sama lain, hingga menjadi sekte-sekte yang berbeda dan kelompok-kelompok yang terpecah-pecah, hanya saja mereka masih dihipun oleh Islam. 110 (Imam Al-Asy’ari, Maqalaat al-Islamiyyin wa ikhtilaaf al-Mushalliin, hal. 1-2)

Dalam Mazhab Asy’ari, pengafiran bukan wewenang seseorang, badan, jamaah, atau organisasi, ia adalah kategori syara’ yang memiliki aturan, syarat, dan tidak adanya penghalang, sehingga wilayahnya sangat sempit. Itupun masih batal jika ada unsur keraguan. Wewenangnya ada pada pengadilan dan ulil amri, sehingga tidak ada yang dengan mudah mengatakannya kecuali orang bodoh. 111-112

“Kesalahan membiarkan 1000 orang kafir lebih ringan daripada salah menumpahkan darah 1 orang muslim” (Imam Al-Ghazali, Al-Iqtishad fi al-I’tiqad, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1424 H/2004 M, h. 135)

Imam Muhammad Abduh: “Jika sebuah ucapan mengandung 100 sisi kekafiran dan 1 sisi keimanan, maka harus dipahami dari sisi keimanan, bukan kekafiran”  112 (Muhammad Imarah, Imam Syeikh Muhammad Abduh: al-A’maal al-Kāmilah, Dār al-Syuruūq, 1414 H/1993 M), j. 3, h. 302.

Abdul Fattah Abdul Ghani al-‘Awari/Dekan Fakultas Ushuluddin Kairo

Hakimiya: semua hukum dalam syariat Islam yang berlaku bagi semua mukallaf bersumber dari Allah, tidak yang lainnya. 120

QS. 12:40 Semua keputusan hanya milik Allah. Artinya, pembatalan atas sangkaan telah dilakukan Tuhan-tuhan mereka. 122

Maksudnya, keputusan hukum terkait dengan akidah, ibadah, muamalah, serta sah atau tidaknya hanya milik Allah semata, karena dia adalah Pencipta segala sesuatu dan Maha Tahu terhadap segala sesuatu. 122 (Muhammad Sayyid Thanthawi, al-Tafsir al-Wasith, j. VII, h. 363.

Ragam Hakimiyah: 121-126

Hukum syariat : 12: 40, 5:1, 20:123-124

Hukum Alam: 13:41, 18:26

Hukum di Akhirat: 6:62, 39:46

Boleh menyandarkan Hakimiyah pada manusia,

4: 105 menghukumi manusia sesuai dengan apa yang diajarkan kepadamu

5: 95 Penunjukan 2 orang laki-laki untuk menjadi hakim berkenaan dengan denda Tindakan membunuh binatang buruan saat menjalankan badah haji

4:35 Hakim untuk menyelesaikan perseleisihan suami istri

2: 188 Manusia dijuluki sebagai hakim

Hakim Allah dengan hakim manusia tidak bertentangan, memiliki makna yang berbeda. 128

Istilah hakimiyah, pada abad 14 H. Pertama kali oleh Abu A’la Al-Maududi, lalu disusul Sayyid Qutub. Dengan perteian, Hakimiyah hanya Allah, tidak boleh mansuia. 129

Kewenangan menetapkan hukum hanya milik Allah yang merupakan salah sifat khas Uluhiyah-Nya. Sehingga, siapa yang mengaku mempunyai hak itu, berarti ia menyangi Allah. dan siapa yang menyainginya dalam sifat paling khusus itu dan mengaku memilikinya, makai a telah kafir dengan kekafiran yang nyata. Kekafiran dalam kategori mengingkari unsur agama yang sudah pasti diketahui. Dia tidak harus mengatakan perkataan firaun bahwa akulah tuhan yang paling tinggi 79:24. Walau dengan sekedar mengenyampingkan syariat Allah dari Hkimiyah dan mengambil undang-undang dari sumber lain. 131-132. Sayyid Quthub, Fi Zhilal al-Qur’an. J. IV, h. 1990.

Dengan berdasark, ayat 5: 44 mereka menganggap hakimiah bagian dari inti agama.

135. Hal ini salah karena terus memperhadapakn jalan Tuhan dengan jalan manusia sehingga pintu Ijtihad tertutup bagi orang-orang yang dalam ilmiunya. Bagaimana mungkin sedangkan teks-teks agama memerintahkan berpikir dan mengamati.

Hadis Muaz bin Jabal ketika akan diutus ke Yaman.

حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ أَبِي عَوْنٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَمْرِو بْنِ أَخِي الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، عَنْ أُنَاسٍ، مِنْ أَهْلِ حِمْصَ مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ مُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ قَالَ ‏"‏ كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ ‏"‏ ‏.‏ قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ ‏.‏ قَالَ ‏"‏ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ ‏"‏ ‏.‏ قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏.‏ قَالَ ‏"‏ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَلاَ فِي كِتَابِ اللَّهِ ‏"‏ ‏.‏ قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلاَ آلُو ‏.‏ فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَدْرَهُ وَقَالَ ‏"‏ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ ‏"

...Muadz menjawab: saya akan berijtihad dengan pendapatku dan tidak akan teledor dalam ijtihad. Rasulullah saw. menepuk dada Muadz sebmabri bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepada utusan Rasulullah untuk melakukan sesuatu yang uat Rasulullah ridha. (HARI. Abu Daud 3592)

Melontarkan ide hakimiyah berarti memperalat agama untuk mencapai kekuasaan dan memindahkan perselisihan politik ke perselisihan agama yang membolehkan tindakan memalsukan keasadaran umat dan membiusnya demi menduduki kursi kekuasaan.137

Pernyataan mereka bahawa kekuasaan di tangan manusia adalah kekafiran bertentangan dengan prinsip ajaran Islam bahwa masyaraktlah yang mengawasi penguasa muslim. Mereka yang mengangkat dan memecatnya. Ini jelas dalam pidato Abu Bakr ra.

Selanjutnya, wahai manusia Aku sungguh telah ditunjuk untuk memimpin kalian sedang aku bukan orang yang terbaik di antara kalain. Jika berlaku baik, maka bantulah aku, dan jika berbuat buruk, maka luruskanlah aku.137-138. Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah. J. VI, h. 301.

Dalam kemaslahatan neagara, ada yang memerlukan legislami yang belum dicakup dalam teks al-Qur’an dan Sunnah. Setelah Q dan S ada Ijma’, Qiyas, Istihsan, Mahalih Mursalah, konvensi, Istishab, syariat sebelum kita. 138

Pengafiran berdasarkan surah Al-Maidah, Dalam prinsip akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, (Asyari) tolok ukur keimanan adala kepecayaan dalam hati, pengucapan dan dengan lisan dan perbuatan tidak termasuk rukunnya. Selain pandangan mayoritas umat ini, adlah pandangan khwarij yang mengkafirkan orang Muslim yang tidak menetapkan hukum dengan apa yang diturunkan Allah. 139

Fakhruddin Al-Razi mengatakan: Khawarij berkata bahwa setiap yang bermaksiat adalah kafir. Ini bertentangan dengan mayoritas Imam.

Ketika menafsirkan ayat Al-Maidah: Orang khawarij berkata bahwa ayat ini adalah dalil tersurat bahwa setiap orang yang menetapkan hukum dengan apa yang tidak diturunkan Allah adalah kafir. 139.

Menurut Al-Razi, ada beberapa bantahan tentang ayat ini, namun salah

Pertama, ayat ini turun khusus untuk Yahudi. Ini lemah karena yang diperpegangi adalah keumuman lafal, bukan kekhususan sebab. Kata man bermakna umum

Kedua, Atha’, yang dimaksud adalah kekufuran yang lebih rendah dari kekafiran. Thawus: Bukan kekafiran yang mengeluarkan seseorang dari agama. Pendapat ini seakan bermakna kufur nikmat. Ini lemah, karena istilah kafir yang dicupakan mutlak tanpa keterangan tambahan maka maknanya tertuju pada kufur agama.

Ketiga, Ibn AL-Anbari: Perbuatan itu menyamai perbuatan orang kafir sehingga ia serupa dengan orang kafir. Ini lemah karena mengesampingkan makna lahir.

Keemapt, Abdul Aziz bin Yahya Al-Kannani: Menyalahi semua hukum Allah. Ini lemah, karena ayat ini disepakati oleh semua mufasir, turun karena penolakan Yahudi atas hukum rajam.

Adapun yang benar adalah pendapat Ikrimah, Ayat ini mencakup orang yang ingkar dengan hati dan lisan. Sedangkan yang menerima di hati dan lisan bahwa ini berasal dari Allah, namun melaksanakan yang selainnya, makai a masih dianggap berhukum dengan hukum Allah. Akan tetapi, dia meninggalkannya. Wallahu A’lam. 140-142. AL-Razi, Al-Tafsir Al-Kabir, j. XII, h. 6.

Dalam akidah Ahlussunnah, mati dan dosanya belum ditaubatkan, maka urusannya dierahkan pada Allah. “Barangsiapa mat dan tidak bertaubat atas dosanya maka urusannya diserahkan kepada Tuhannya” 142-143. Jauharat al-Tauhid, h. 19.

Mengesampingkan Hukum Allah tidak menjadikan kafir, sebagaimana petunjuk Rasulullah saw. Kepada Hudzaifah bin Al-Yaman.

يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ ‏"‏ ‏.‏ قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ ‏"‏ تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ‏"‏ ‏.‏

Setelahku, akan ada pemimpin-pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak menjalankan sunnahku, serta akan berkuasa di klangan mereka, orang2 yang hatinya hati setan di dalam tubuh manusia. Hudzaiahb bertanya, Apa yang harus aku lakukan wahai Rasulullah jika aku mengalami hal itu? Beliau menjawab: Kamu harus mendengar dan patuh pada pemimpin, kendati pun punggungmu di[ukul dan hartamu dirampas. Dengarlah dan patuhilah. (HARI. Muslim 1847) 143-144

Ayat ini turun sebagaimana dalam hadis Muslim, berkenaan dengan peristiwa perzinaan yang terjadi di kalangan Yahudi. Lalu mereka mengubah hukum Allah terkait dengan hal itu, yakni rajam, yang telah diturunkan oleh Allah dalam kitab Taurat. Waktu itu, mereka ingin agar Nabi saw. menetapkan sanksi lain 144

مُرَّ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِيَهُودِيٍّ مُحَمَّمًا مَجْلُودًا فَدَعَاهُمْ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ‏"‏ هَكَذَا تَجِدُونَ حَدَّ الزَّانِي فِي كِتَابِكُمْ ‏"‏ ‏.‏ قَالُوا نَعَمْ ‏.‏ فَدَعَا رَجُلاً مِنْ عُلَمَائِهِمْ فَقَالَ ‏"‏ أَنْشُدُكَ بِاللَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى أَهَكَذَا تَجِدُونَ حَدَّ الزَّانِي فِي كِتَابِكُمْ ‏"‏ ‏.‏ قَالَ لاَ وَلَوْلاَ أَنَّكَ نَشَدْتَنِي بِهَذَا لَمْ أُخْبِرْكَ نَجِدُهُ الرَّجْمَ وَلَكِنَّهُ كَثُرَ فِي أَشْرَافِنَا فَكُنَّا إِذَا أَخَذْنَا الشَّرِيفَ تَرَكْنَاهُ وَإِذَا أَخَذْنَا الضَّعِيفَ أَقَمْنَا عَلَيْهِ الْحَدَّ قُلْنَا تَعَالَوْا فَلْنَجْتَمِعْ عَلَى شَىْءٍ نُقِيمُهُ عَلَى الشَّرِيفِ وَالْوَضِيعِ فَجَعَلْنَا التَّحْمِيمَ وَالْجَلْدَ مَكَانَ الرَّجْمِ ‏.‏ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ اللَّهُمَّ إِنِّي أَوَّلُ مَنْ أَحْيَا أَمْرَكَ إِذْ أَمَاتُوهُ ‏"‏ ‏.‏ فَأَمَرَ بِهِ فَرُجِمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ‏{‏ يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لاَ يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ‏}‏ إِلَى قَوْلِهِ ‏{‏ إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ‏}‏ يَقُولُ ائْتُوا مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم فَإِنْ أَمَرَكُمْ بِالتَّحْمِيمِ وَالْجَلْدِ فَخُذُوهُ وَإِنْ أَفْتَاكُمْ بِالرَّجْمِ فَاحْذَرُوا ‏.‏ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ‏{‏ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ‏}‏ ‏{‏ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ‏}‏ ‏{‏ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ‏}‏ فِي الْكُفَّارِ كُلُّهَا ‏.‏

Adapun konteks ayat. Surah AL-Maidah inni seluruh pembiccaraan menyangkut Yahudi, semikian juga dengan ayat sebelum (41-43) dan sesudahnya (45-46). H. 148

Ayat tersebut berbicara tentang orang Yahudi, dimana Allah telah menetapkan bahwa mereka kafir karena menolak hukuma Allah berupa rajam bagi pezina yang tersebut dalam Taurat dan membuat hukuman sendiri berdasarkan hawa nafsu mereka.(mencoreng wajah dengan jegala dan mencambuk) 151

Selain kelompok yang mengatakan ini bisa berlku bagi non Yahudi karena keumuman lafal, bukan kekhususan sebab, ada juga kelompok yang berkata bahwa untuk non Yahudi, dalilnya bukan dari ini atau dengan cara qiyas 152

Terlepas dari semua itu, ayat ini bukan penjelasan tersurat mengenai pengafiran kaum Muslim yang tidak menetapkan hukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, sehingga tidak layak dijadikan dalil. Jika dalil dirasuki kemungkinan, maka kehujjahannya gugur. Maksudnya, tidak sah untuk dijadikan argumen yang memberatkan tertuduh, yang disini berupa penetapan kekafiran seorang muslim jika tidak menetapkan hukum Allah.Dalil zhanni tidak diterima dalam perkara akidah, baik untuk menetapkan atau menegasikan. 152 (Bayān linnās min al-Azhar asy-Syarīf, Vol. I, h. 164-166.

Muhammad Salim Abu ‘Ashi/Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah Universitas Al-Azhar

Jihad adalah mengerahkan tenaga dengan berbagai bentuknya untuk meninggikan kalimat Allah dan mneyebarkan agama yang benar kepada umat manusia. 153

Jihad dalam Islam adalah pohon. Dahannya adalah dialog, ajakan secara bijaksana dan nasihat yang baik guna menyampaikan hakikat Islam yang benar kepada akal budi. Jihad perang adalah cabang dari jihad dakwah, layaknya ranting dari dahan. Berdalil QS. 25: 52

Jihadi bihi disini adalah Alquran. Maka firman ini adlah perintah tegas untuk jihad dakwah kepada orang kafir saat masih di Mekkah sebelum perang diwajibkan. Demikian juga di QS. 16:110. Jadi, Jihad dalam ayat periode Mekkah adalah dialog. 154-155

Jihad perang diundangkan di Madinah karena 2 sebab: Mempertahankan negara baru dan melindunginya, dan menlindungi kebebsan dakwah. Tidak diundangkan di Mekkah bukan karena umat muslim lemah, tapi karena tidak ada sesuatu yang ingin dibela dengan perang. Atas dasar ini, DI dalam Islam, tidak ada perang untuk memaksa memeluk Isalm.155

Tidak ada paksaan dalam memeluk agama, karena agama itu di hati. 156

Jihad perang untuk menangkis agresi, bukan menghilangkan kekafiran. 156

Diundangkannya jihad perang tidak menghilangkan jihad dakwah dengan bijaksana dan nasihat baik. Sebaliknya, dakwah kepada Allah masih merupakan kunci permanen bagi jenis2 lain dari jihad. 156

Jihad dakwah masuk dalam ketentuan tabligh (penyebaran agama), sedangkan jihad perang ada dalam ketentuan Siyasah Syar’iyyah (pemerintahan agama). Dakwah untuk persuasi, Perang untuk mencegah agresi. 156-157

"أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ؛ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى" .

[رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

Uqatilu berasal dari wazan ufa’ilu yang menuntut keikutsertaan kedua belah pihak akan melaksanakan pekerjaan itu. Sedangkan aqtulu berarti memburu orang -orang di kampung halaman mereka hingga memeluk Islam. Dengan demikian, arti hadis itu adalah “aku membalas tindak penyerangan orang lain dengan Tindakan sejenis. Imam Baihaqi: menukil Imam Syafi’i: al-qatlu/membunuh berbeda dengan al-qital/memerangi. Sesorang bisa jadi diperangi tapi tidak boleh dibunuh. Ibnu Hajr, Fathul Bari, I/76. 159.

Tidak ada perang yang terjadi dalam hidup Rasulullah saw. Yang dimuali dengan menyerang lebih dahulu. 161.

Perang Khaibar:Telah dating berita meyakinkan bahwa Yahudi Khaibar sedang menuyusn rencan dengan suku Gathafan untuk menyerang kaum muslim. OKI, beliau langsung memotong jalan antara Gathafan dan Khaibar lalu ke Khaibar

Perang Mu’tah: pihak lawan telah membunuh utusan Rasulullah saw., Harits bin ‘Umair Al-Azdi dan merencanakan menyerang muslimin.

Perang Tabuk: Informasi dari pedagang Nabat bahwa orang Romawi berencana memerangi kaum muslim. 161

Penaklukan Syam dan Msir, diarahkan kepada penguasa Romawi lalim yang telah menupahkan darah orang2 Mesir dan Syam, Ketika kaum muslim dating, mereka disamut oleh warga kedua wilayah itu, pasukan muslim masuk tanpa peperangan. Mereka tidak dipaksa masuk Islam. Buktinya, jika itu terjadi, tentu tidak akan tersiksa satu orang Kristen pun di Mesir hari ini. 161-162. Piagam mAdinah Muslim hidup berdampingan dengan non Muslim. Ibnu Zanjawih, Al-Amwal, Vol. II/466, Ibnu Hisyam, Sirah. I/501, Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, IV/555

Damaskus: Mayoritas masuk Islam, sisanya dalam perlindungan Islam, lalu berangsur masuk Islam denhgan sukarela. Bahkan, yang tetap Nasrani mereka masuk ke gereja untuk berdoa kepada Allah agar memenangkan kaum Muslim Ketika orang Kristen Romawi berusaha untuk menguasai Damaskus kembali.

Fakta yang disepakati penliti, Ketika dikuasai Islam selama 8 abad, Andalusia menjadi pusat budaya dan Ilmu yang sangat penting di bawah panji Islam. 164

Aturan perang Islam mendahului aturan dunia modern. Pesan Rasulullah saw. kepada panglimanya

اغْزُوا وَ لاَ تَغُلُّوا وَلاَ تَغْدِرُوا وَلاَ تَمْثُلُوا وَلاَ تَقْتُلُوا وَلِيدًا...

Perangilah, dan jangan mengambil harta rampasan sebelum dibagi, jangan pula berkhianat, memutilasi musuh, dan memunuh anak kecil. (HARI. Muslim 1731)

Abdull Hayyi ‘Izb Abdul ‘Al/Rektor Universitas Al-Azhar

Tatharruf adalah ghuluw dan tasyaddud yang diperingatkan oleh Islam agar dihindari

Ghuluw dan tatarruf adalah sepadan.

Taharruf berarti melanggar batas keseimbangan

Ghuluw: Condong dan menyimpang

Ghuluw dan Tatharruf memiliki makna yang sama, melanggar batas, melanggar batas-batas ketengahan dan keseimbangan.

Ghuluw, tatharruf dan tasyaddu dalam agama adalah tindakan menambah dan berlebih-lebihan dalam urusan agama, juga memasukkan sesuatu yang bukan bagian dari agama ke dalam agama, sehingga ini merupakan pelanggaran batas-batas yang sah.

Tasyaddud dalam ibadah: berlebih-lebihan, kaku, menyimpang dari yang diminta.

Tasyaddud dalam muamalat: menyimpang dari batas kepatutan secara konvensi dan leegal secara agama. 193-194

Sebab-sebab ekstremisme dan berlebihan dalam beragama (Syekh Abdull Hayyi ‘Izb Abdul ‘Al/Rektor Universitas Al-Azhar)

1.     Pemahaman yang salah terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, hadis dan kitab klasik

2.     Menafsirkan teks keagamaan berdasarkan hawa nafsu dan jauh dari pemahaman yang benar terhadap agama yang bertolak dari prinsip menjaga urusan agama dan dunia secara bersamaan.

3.     Memasukkan agama secara paksa ke dalam aliran-aliran politik yang beraneka ragam, dan sembunyi dibalik jargon-jargon keagamaan untuk memengaruhi manusia dan menarik simpai mereka

4.     Kurangnya pendekatan kepada khalayak, para dai kehilangan bahasa untuk mempengaruhi.

5.     Membiarkan ruang luas kepada para dai tendensius di stasiun-stasiun televisi, terutama pada beberapa waktu belakangan ini.

6.     Masuknya banyak orang yang memiliki afiliasi dan pemikiran yang memusuhi negara dan umat manusia ke dalam lapangan dakwah, dan ini adalah salah satu hal yang diwanti-wanti oleh Al-Azhar.

7.     Berlebih-lebihan dalam berselisih, sehingga menimbulkan sikap fanatik dan perpecahan.

8.     Berlebih-lebihan dalam masalah furu’, baik tentang fiqih, maupun akidah, dan berkobarnya perselisihan di dalamnya, sehingga menyebabkan kerancuan berpikir di kalangan pemuda. Perselisihan dalam masalah cabang tempatnya adalah kajian akademik saja, bukan materi yang disampaikan dalam media massa kepada masyarakat.

9.     Terpisahnya sebagian dai dari problematika masyarakat dan tidak dipertalikannya agama dengan kenyataan.

10.  Kurangnya wawasan keagamaan di kalangan pemuda, akibat sedikitnya program dari kurikulum agama yang mencakup wawasan kemoderatan dan keseimbangan di sekolah-sekolah dan PT, sehingga menjadikan pemikiran pemuda ladang yang subur untuk menerima segala pikiran sakit yang datang kepadanya, terutama yang terjadi akhir-akhir ini dan akibatnya masih kita rasakan hingga saat ini.

11.  Dominasi bahasa uang dan pembelian kata, sehingga menjadikan kelompok-kelompok ekstrem keluar menunjukkan diri kepada khalayak melalui stasiun-stasiun tv untuk menjual pikiran-pikiran yang sakit, mengajak umat kepada kekacauan dan perpecahan umat.

12.  Penyebaran pemikiran kelompok melalui stasiun televisi tendensius, padahal Islam tidak mengenal apa yang dinamakan dengan pemikiran kelompok-kelompok.  Sebaliknya, hanya mengenal apa yang dinamakan dengan kemaksuman umat, kesatuan barisannya, dan apa yang menjaga akidah, pemahaman, dan warisan pemikirannya. 194-196

Peringatan Islam

QS. 5:77

Janganlah kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah) menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus

Seruan bagi Ahlul Kitab dan kaum Muslim

وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ ‏"

Awas, jauhilah sikap berlebihan dalam beragama! Orang-orang sebelummu benar-benar telah binasa karena sikap berlebihan dalam beragama (HARI. Al-Nasa’i, 3057)

199: berlebih-lebihan dan ekstrem juga masuk dalam kategori Tanaththu’

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ ‏"‏ ‏.‏ قَالَهَا ثَلاَثًا ‏.‏

Telah binasa orang-orang yang berlaku tanaththu’. Beliau mengulanginya tiga kali. (Muslim 2670)

Al-Nawawi: Telah binasa orang-orang yang bersikap berlebih-lebihan dan melampau batas dalam perkataan dan tindakan. (Al-Nawawi, Syarh Sahih Muslim. XVI/220) 200

Wasathiyah menunjukkan maksud keadilan, keutamaan, kebaikan, posisi tengah antara dua ujung. Dalam syara’, posisi tengah antara terlalu berlebih dan terlalu kurang. 200

QS. 2:143 Dari sini, wasahiyah adalah keadilan dan jalan tengah yang terhimpun di dalamnya segala keutamaan. 201

Moderat dalam dakwah adalah mau’izah hasanah, pengajaran yang bercirikan kemudahan dan memudahkan agar layak menyandang predikat baik. Jika menyimpang, akan menjadi Mau;izhah khasyinah/kasar.201.

Moderat dalam fatwa, mufti yang baik adalah yang memiliki sifat mudah dan memudahkan, bukan bersifat keras dan kaku, sehingga meletakkan orang dalam kesempitan dan kesulitan. Imam al-Laits bin Sa’ad berpandangan bahwa mufti yang baik adalah yang memudahkan urusan hidup orang banyak.

Moderat adalah sifat terpenting dari syariat Islam. 202

Syariat Islam dinamakan al-Hanafiyah al-Samhah karena mengandung unsur kemudahan dan pemudahan dalam segala perkara. 202.

QS. 4: 28, 2: 185

Ahli Tafsir: Allah menghendaki kemudahan bagimu, artinya: menghilangkan kesulitan dalam urusan ibadah dari kaum sekalin. 203. Ali bin Muhammad Khazin al-Bahdadi, Luba bal-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil/Tafsir Al-Khazin, I/156.

22:78, 4:28

Allah memberikan kemudahan dalm semua penughasan. 204

“Allah telah memberikan kemudahan kepada umat ini yang tidak ia berikan kepada umat lain” (Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, V/14)

2:286

وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ 7288‏

Jika aku memerintahmu untuk melakukan sesuatu maka laksanakanlah semampumu, 7288"

‏ إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ ‏"‏‏.‏ 39

Agama ini adalah mudah, sehingga tidak ada seorang pun yang berusaha mengalahkannnya denagn cara mempersulit diri dalam beribadah, kecuali akan dikalahkannya (akan dikembalikan kepada kemudahan); maka berusahalah untuk konsisten mengambil kadar tengah-tengah, dekatilah kadar sempurna dalam beramal jika tidak mampu mencapainya, dan gembirakanlah (Bukhari 39)

Aku diutus dengan membawa agama yang condong kepada kebenaran dan toleran (HARI. Ahmad, Thabrani)

فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ ‏"‏‏.‏ 220

Sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan, dan tidak diutus untuk menyulitkan. Bukhari

Allah tidak mengutusku untuk memaki, tetapi mengutusku untuk menjadi guru yang memudahkan. (HARI. An-Nasa’i dari Jabir)

Orang-orang itu memeiliki metode aksi yang jelas, yaitu membunuh, menumpahkan darah, ,menghancurkan, dan membuat kerusakan bagi orang muslim non non muslim. Dengan demikian, mereka adalah musuh umat manusia, Terorisme, Ekstremitas, dan perusakan tidak punya agama dan negara. Setiap orang yang menganut ideologi yang menebarkan teror kepada orang-orang yang hidup aman, serta merusak tumbuhan dan hewan adalah teroris. 206-207.

Saran dan Rekomendasi dalam Memerangi Terorisme dan Ekstremisme (Syekh Abdul Hayyi ‘Izb Abdul ‘Al/Rektor Universitas Al-Azhar)

1.     Pengajaran fiqh wasathiyah di semua sekolah dan PT di seluruh negara Islam.

2.     Menunjuk Al-Azhar secara khusus untuk menyebarkan pemikiran moderat ini karena memiliki tingkat penerimaan tinggi di semua negara dunia.

3.     Mendukung Al-Azhar dengan segala cara agar mampu mengemban misi pendidikan dan dakwahnya di seluruh negara dunia; apalagi universitas Al-Azhar dan ma’had -ma’hadnya terbuka untuk menerima para penuntut ilmu dari setiap tempat.

4.     Secepatnya membuka stasiun televisi Al-Azhar dan mendukungnya untuk menyebarkan program-program wasathiyah dan moderasi ke seluruh dunia.

5.     Mendukung pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan bahasa mempengaruhi angkatan muda kepada para dai, dan menyingkirkan dai-dai yang cenderung bersikap ekstrem dan berlebih-lebihan.

6.     Semua kelompok masyarakat diharapkan berdiri satu barisan untuk melawan orang-orang yang memperdagangkan agama dan menjadikannya sebagai kedok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Orang-orang itu tidak loyal kepada ideologi negara, tetapi hanya loyal kepada ideologi kelompok.

7.     Mengupas pemikiran kelompok-kelompok ekstrem itu melalui media-media massa dalam dan luar negeri.

8.     Mendirikan konsulat Al-Azhar di seluruh negara dunia untuk menjelaskan misi al-Azhar dan pemikiran moderat yang mampu hidup berdampingan dengan dunia; serta untuk menjelaskan kepada semua orang bahwa Islam sama sekali tidak terikat dengan pemikiran buta yang beriman kepada prinsip keharusan membunuh orang Muslim dan non-Muslim, serta tidak membedakan antara orang Muslim dan yang lain pada saat menumpahkan darah dan meneror.

9.     Seluruh dunia diharapkan untuk bersama-sama memboikot dan memerangi terorisme dan ekstremitas, dan tidak membiarkan hal itu dilakukan oleh negara tertentu, karena terorisme adalah musuh bersama bagi dunia. 208-209

 



[1]Menurut Terjemahan Kemenag, ‘Makruf’ adalah segala kebaikan yang diperintahkan di dalam agama serta bermanfaat untuk kebaikan individu dan masyarakat. Mungkar adalah setiap keburukan yang dilarang di dalam agama serta merusak kehidupan individu dan masyarakat. Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019.

[2]Maksud kalimat tersebut adalah bahwa mereka mematuhi ajaran yang telah ditetapkan oleh para rabi dan rahib, meskipun bertentangan dengan ajaran Allah Swt. Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019.

[4]https://youtu.be/1qUZ6X_QFeU

[5]A. Makmur Makka, Mr. Crack dari Parepare. Jakarta: Republika Penerbit, 2018. h. 446

[7]Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019.

[9]A. Makmur Makka, Mr. Crack dari Parepare. Jakarta: Republika Penerbit, 2018. h. 447

[10]Al-Suyuti, Al-hawi lil Fatawa, (beirut: Dar al-fikr, 2004), I/404-405.

[11]Al-Ghazali, Ihya, (Beirut: Dar al-Ma;rifah), II/272

[12]Abu Bakr ibn Abi ‘Āṣim, al-Diyāt (Karachi: Idārah al-Qur’an wa al-‘Ulum al-Islamiyyah) h. 3

[13]Ihya, III/126

[14]Ihya, III/126

[15]Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, III/18  (no.2532)

[16]Turmudzi, II/191

[17]Musnad Ahmad, No. 712

[18]Dar al-Ifta al-Misriyyah, X/124

[19]Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuh (Damaskus: Dar al-Fikr) VII/5553

[20]Muhammad Tahir Hakim, Ri’ayat al-maslahah   wa al-Hikmah fi Tasyri’ Nabi al-Rahmah, (Madinah: Jamiah Islamiyah, 2002)

[21]Al-Syaukani, al-Qaul al-Mufid fi Adillah al-Ijtihad wa al-Taqlid. h. 19.

[22]Al-Syaukani, al-Qaul al-Mufid fi Adillah al-Ijtihad wa al-Taqlid. h. 39-40.

[23]Al-Syaukani, al-Qaul al-Mufid fi Adillah al-Ijtihad wa al-Taqlid. H. 62

[24]Ibn Qudamah, Raudhah al-Nazhir, II/382.

[25]Dr. Muhammad Hassan Hitou, Al-Wajiz fi Ushul al-Tasyri’ al-Islami, h. 515.

[26]Al-Syaukani, Al-Qaul al-Mufid, h. 38-39.

[27]Al-Syaukani, h. 60-61.

[28] AMY, Liberalisme, Terorisme, Ijtihad, h. 42-43.

[29] Dalam pengantar, AMY, Imam Bukhari dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), 4

[30]Al-Suyuti, Tadrib al-Rawi, ed. Abd al-Wahhab ‘Abd al-Latif, al-Maktabah al-‘Ilmiyah, Madinah, 1392, I/91.

[31]Al-Nawawi, Syarh Muslim. Beirut: Dar al-Fikr, 1402, I/14

[32]AMY, h. 8-9; Muhammad Mustafa Azami, Studies in Early Hadith Literature, American trust Publisher, Indianapolis, 1968, h. xvii.

[33]https://www.facebook.com/ahmad.ishomuddin/posts/3258388477533658

[34]https://www.facebook.com/ahmad.ishomuddin/posts/3237554319617074

0 Comment:

Post a Comment