Ayat-Ayat Millenial
Teman Hijrah Menjadi Muslim 5.0
Ibnu
Khaldun, Vol. III, Section VI, Section 14, p. 38
Kapasitas
intelektual manusia memiliki batasan yang tidak bisa ia lampaui. Sehingga dia
tidak bisa mengetahui hakikat Tuhan dan sifat2 nya.
Politik
Lalu aku bercerita, sebuah kenangan yang tak akan
terlupakan. Suatu saat aku dipanggil Gus Dur di kamarnya. Beliau tahu aku
menginap di rumahnya di lantai atas. Saat itu beliau belum menjadi Presiden.
Aku turun menuju kamar beliau. Di kamar itu beliau hanya ditemani mas S yang
biasa pakai blankon itu. Dalam obrolan santai aku bertanya apakah sesungguhnya
makna politik dalam Islam menurut Gus Dur?.
"Politik adalah berpikir untuk menemukan jalan
yang benar dan bekerja sampai batas tak tertanggungkan bagi kebahagiaan semua
manusia".
Ibadah Sosial
Imam Al-Ghazali dalam kitab al-Tibr al-Masbuk fi
Nashihah al-Muluk:
لَا
تَحْتَقِرْ اِنْتِظَارَ اَرْبَابِ الْحَوَائِجِ وَوُقُوفَهُمْ بِبَابِكَ. وَمَتَى
كَانَ لِاَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ اِلَيْكَ حَاجَةٌ فَلَا تَشْتَغِلْ عَنْ
قَضَائِهَا بِنَوَافِلِ اْلعِبَادَاتِ فَإِنَّ قَضَاءَ حَوَائِجِ الْمُسْلِمِينَ
اَفْضَلُ مِنْ نَوَافِلِ اْلعِبَادَاتِ
"Jangan kau remehkan orang-orang yang
menungggu di depan rumahmu, dan memerlukan bantuanmu. Jika seseorang meminta
bantuanmu, tak sepatutnya engkau menyibukkan diri dengan mengerjakan
ibadah-ibadah sunnah. Memenuhi hajat hidup seseorang lebih utama daripada
mengerjakan ibadah sunnah".
Aku menambahkan dengan sebuah kisah menarik tentang
Amir al-Mukminin, Umar bin Abdul Aziz:
كَانَ
يَوْماً عُمَرُ بنُ عَبْدِ الْعَزِيز يقْضِى حَوَائِج النَّاسِ فَجَلَسَ اِلَى
الظُّهْرِ وَتَعِبَ . فَدَخَلَ بَيْتَهُ لِيَسْتَرِيحَ مِنْ تَعَبِهِ فَقَالَ لَهُ
وَلَدُهُ : وَمَا الَّذِى يَؤَمِّنُكَ اَنْ يَأْتِيَكَ الْمَوْتُ فِى هَذِه
السَّاعَةِ وَعَلَى بَابِكَ مُنْتَظِرٌ حَاجَةً وَاَنْتَ مُقْصِرٌ فِى حَقِّهِ؟
فَقَالَ : صَدَقْتَ . وَنَهَضَ فَعَادَ اِلَى مَجْلِسِهِ.
"Suatu hari Umar bin Abd al-Aziz baru saja
melayani keperluan rakyatnya di kantornya. Lalu dia duduk bersandar di dinding
untuk melepaskan lelah sebentar. Kemudian masuk ke dalam rumah untuk istirahat
sejenak. Anaknya melihatnya, lalu mengatakan : “Apakah yang akan
menyelamatkanmu, wahai ayah, saat kematian menjemputmu sekarang ini, sementara
di depan pintu rumah ada orang yang memerlukan pertolonganmu dan engkau
melalaikan haknya?. Umar menjawab : "Kamu benar. Lalu ia bangkit dan
kembali ke tempat semula".
الانسان
او الحيوان مجبول بحب من احسن اليه وببغض من اساء اليه
Manusia, bahkan binatang, mencintai atau senang
kepada siapa pun yang berbuat baik kepada dirinya, dan tak suka/benci kepada
siapapun yang berbuat buruk kepada dirinya.
من
يرحم يرحم. ومن لا يرحم لا يرحم
"Siapa yang menyayang akan disayang. Siapa
yang membenci akan dibenci".
Nabi saw bersabda :
ارحموا
من فى الارض. يرحمكم من فى السماء
"Sayangilah apa/siapa yang ada di atas bumi.
Yang di Atas akan menyayanginya".
A. Islam
Moderat bukan Islam Liberal
Literasi Keagamaan
Infrasruktur
perpustakaan no.34 di atas jerman, korsel, selandia baru, portugis
Sangat banyak yang teklah
melek aksara, berapa yang benar-benar gemar membaca? Membaca bukan sekedar
mengikuti baris-baris kata, itu namanya hanya sekedar mengeja. Membaca adalah
upaya merekuh makna, ikhtiar untuk memahami alam semesta. Membaca adalah jendela
dunia
Organisasi Pengembangan Kerja sama ekonomi (OECD), minat baca terendah
di kawasan asia timur (2009)
2012 : UNESCO 1 dari 1000 yang memiliki minat baca serius
Rata2 membaca buku pertahun, Indonesia (kurang dari satu buku), Jepang
(10-15 judul buku), amerika serikat (20-30 judul buku)
2012, survey PISA : INdonesi terendah ke-4 minat baca
2016, Central Connecticut State University dalam kategori Most Litarete
Nations in the world , Indonesia peringkat 60 dari 61 negara yang di riset
Perahu
pustaka pattingaloang ridwan alimuddin di pesisir sulsel-sulbar
300 buku,
sebelumnya ribuan buku
Ridwan Alimuddin: Minat baca tinggi, akses tidak
ada.
Ridwan
Sururi : biasa diomelin anak-anak karena tidak datang
Aan
Mansyur: perpustakaan adalah surga
Anies:
tingkat minat baca kurang dalam angka karena jumlah dan persebaran rakyat
Indonesia, 254 juta orang 95% buta aksara saat merdeka, buta huruf total-melek
total sangat singkat. 6000 taman baca.
15 menit sebelum pelajaran dimulai membaca buku apa saja, bagaimana saja.
2.9 juta on
set di perpusnas
iJakarta
bisa dipinjam 3 hari, 600 antrian
ciptakan
ekosistem membaca (pusat kajian dan kebijakan)
tatang sutarman : 6-8 anak sungai15 anak perempuan umur 12, 10 membaca
dengan terbalik.(Mamang Suherman, Donatur Gerakan Literasi) tempat berhantu
kedua setelah pemakaman, buku bukan benda sakral, boleh dipinjam tidak boleh
dilipat. 3-85 tahun
Berlebihan dalam Beragama / Ekstremitas
وَمَا أَنَا بِطَارِدِ الْمُؤْمِنِينَ (114)
Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang
beriman. (Q.S. al-Syu'ara/26: 114).
وعنْ أبي سعِيدٍ سَعْد بْنِ مالكِ بْنِ سِنانٍ
الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه أَن نَبِيَّ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَال:
"كَانَ فِيمنْ كَانَ قَبْلكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعةً وتِسْعين نفْساً، فسأَل
عَنْ أَعلَم أَهْلِ الأَرْضِ فدُلَّ عَلَى راهِبٍ، فَأَتَاهُ فقال: إِنَّهُ قَتَل
تِسعةً وتسعِينَ نَفْساً، فَهلْ لَهُ مِنْ توْبَةٍ؟ فقالَ: لا فقتلَهُ فكمَّلَ
بِهِ مِائةً ثمَّ سألَ عَنْ أَعْلَمِ أهلِ الأرضِ، فدُلَّ على رجلٍ عالمٍ فقال:
إنهَ قَتل مائةَ نفسٍ فهلْ لَهُ مِنْ تَوْبةٍ؟ فقالَ: نَعَمْ ومنْ يحُولُ بيْنَهُ
وبيْنَ التوْبة؟ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وكَذَا، فإِنَّ بِهَا أُنَاساً
يعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعْهُمْ، ولاَ تَرْجعْ إِلى أَرْضِكَ
فإِنَّهَا أَرْضُ سُوءٍ، فانطَلَق حتَّى إِذا نَصَف الطَّريقُ أَتَاهُ الْموْتُ
فاختَصمتْ فيهِ مَلائكَةُ الرَّحْمَةِ وملاكةُ الْعَذابِ. فقالتْ ملائكةُ
الرَّحْمَةَ: جاءَ تائِباً مُقْبلا بِقلْبِهِ إِلى اللَّهِ تَعَالَى، وقالَتْ
ملائكَةُ الْعذابِ: إِنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خيْراً قطُّ، فأَتَاهُمْ مَلكٌ في
صُورَةِ آدَمِيٍّ فجعلوهُ بيْنهُمْ أَي -حَكَماً- فقالَ قِيسُوا ما بَيْن
الأَرْضَين فإِلَى أَيَّتهما كَان أَدْنى فهْو لَهُ، فقاسُوا فوَجَدُوه أَدْنى
إِلَى الأَرْضِ التي أَرَادَ فَقبَضْتهُ مَلائكَةُ الرَّحمةِ" متفقٌ عليه.
Hadis ini menceritakan seorang laki-laki penjahat yang sangat brutal. Suatu
hari ia mencari seorang ulama untuk berkonsultasi. Akhirnya ia ketemu seorang
ulama lalu ia bertanya: "Apa masih ada kemungkinan Tuhan memaafkan
dosa-dosa saya, masih ada kemungkinan saya masuk surga?". Sang ulama
bertanya: "Dosa-dosa apa saja yang engkau pernah lakukan?". Dijawab:
"Semua dosa-dosa paling besar saya pernah lakukan, seperti merampok,
memperkosa, bahkan sudah membunuh 99 orang". Sang ulama terkaget-kaget
mendengarkan cerita itu. Sang ulama menjawab: "Jangankan membunuh 99 orang
seorang saja orang yang engkau bunuh pasti engkau masuk neraka".
Mendengarkan jawaban itu, si penjahat itu menghunus pedangnya dan menebas leher
sang ulama itu, maka jadilah 100 orang yang dibunuhnya.
Si penjahat dengan tenang meninggalkan tempat itu lalu bertanya lagi kepada
orang, apakah masih ada ulama lain di tempat ini? lalu ditunjukkanlah seorang
ulama di luar perkampungan itu. Alhasil, si penjahat menuju ke tempat ulama
yang kedua. Entah apa yang terjadi, di tengah jalan si penjahat terjatuh dan
meninggal dunia saat itu. Tidak lama kemudian muncul malaikat penjaga neraka
mengatakan sudah lama saya tunggu-tunggu kedatanganmu. Tidak lama kemudian
muncul juga malaikat penjaga surga mengatakan ini bagianku. Lalu kedua
malaikat itu bertengkar memerebutkan si penjahat. Malaikat penjaga neraka
mengatakan bagaimana mungkin penjahat kelas berat ini menjadi bagianmu? Dijawab
oleh malaikat penjaga surga: Diakan sudah menunjukkan bukti kesadaran untuk
bertobat, sudah berjalan jauh mencari tempat pertobatan. Tidak lama kemudian
datang malaikat hakim yang diutus Tuhan untuk melerai polemik kedua penegak
hukum itu. Jalan keluar yang ditawarkan adalah dengan mengukur jarak perjalanan
si penjahat. Berapa langkah ia dari rumah ulama yang di bunuh dan berapa
langkah lagi ke rumah ulama kedua yang dituju si penjahat itu. Setelah
ketiganya melakukan pengukuran, maka ditemukan bahwa ia berada satu langkah
lebih dekat ke rumah ulama kedua. Maka malaikat hakim memenangkan malaikat
penjaga surga. Kemudian masuklah orang yang sepanjang hidupnya melakukan dosa
itu ke dalam surga, dengan pertobatan tulusnya yang diterima oleh Allah swt. Di
akhir hidupnya.
(HR. Muttafaq ‘Alaih,
Riyadhushshalihin, Imam Al-Nawawi, 20, h. 36)
…لَا
تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ…
...Jangan
putus asa dari rahmat Allah...(Q.S. al-Zumar/39: 53)
Perbuatan
sewenang-wenang yang melampaui batas (Tathgu/Q.S. Hud/11: 112),
فَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ وَمَن تَابَ
مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا۟ إِنَّهُۥ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿١١٢﴾
Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan
yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang
bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.
لَيْسَ
مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُهُ إِلَّا كَفَرَ، وَمَنِ
ادَّعَى مَا ليْسَ لَهُ فَلَيْسَ مِنَّا، وَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ
النَّارِ، وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ، أَوْ قَالَ: عَدُوُّ اللهِ وَلَيْسَ
كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ
Tidaklah
seorang laki-laki yang mengklaim orang lain sebagai bapaknya, padahal ia telah
mengetahuinya (bahwa dia bukan bapaknya), maka ia telah kafir. Barangsiapa
mengaku sesuatu yang bukan miliknya maka ia bukan dari golongan kami, dan
hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka. Dan barangsiapa memanggil
seseorang dengan kekufuran, atau berkata, 'Wahai musuh Allah' padahal tidak
demikian, kecuali perkataan tersebut akan kembali kepadanya (H.R. Muslim, 112, I/79)
لاَ
يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالفُسُوقِ، وَلاَ يَرْمِيهِ بِالكُفْرِ، إِلَّا
ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ
Tidaklah
seseorang melempar tuduhan kepada orang lain dengan kefasikan, dan tidak pula
menuduh dengan kekufuran melainkan (tuduhan itu) akan kembali kepadanya, jika
saudaranya tidak seperti itu (H.R. Bukhari, 6045, VIII/15)
إِنَّ
اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّفًا، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا
Sesungguhnya Allah swt. tidak mengutusku untuk
melakukan kekerasan, tetapi untuk mengajar (mu’allim) dan memberi kemudahan
(muyassir)”. (H.R. Ahmad dalam Kitab Musnad, 14515,
XXII/391 dan Muslim, 1478, II/1104).
رجعنا
من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر
"Kita baru saja kembali dari medan perang kecil
ke medan perang yang lebih besar, yaitu melawan hawa nafsu".
(Al-Ghazali, Ihya’ ’Ulumiddin, III/ 7)
أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
يَقُولُ: جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقَالُوا: وَأَيْنَ نَحْنُ
مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي
اللَّيْلَ أَبَدًا، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ،
وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا، فَجَاءَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: «أَنْتُمُ
الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ
وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ،
وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي»
Telah
menceritakan kepada kami Sa'id bin Amir Abu Maryam Telah mengabarkan kepada
kami Muhammad bin Ja'far Telah mengabarkan kepada kami Humaid bin Abu Humaid
Ath Thawil bahwa ia mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Ada
tiga orang mendatangi rumah isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan
bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan setelah
diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi
mereka. Mereka berkata, "Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?" Salah seorang
dari mereka berkata, "Sungguh, aku akan shalat malam
selama-lamanya." Kemudian yang lain berkata, "Kalau aku, maka
sungguh, aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan
berbuka." Dan yang lain lagi berkata, "Aku akan menjauhi wanita
dan tidak akan menikah selama-lamanya." Kemudian datanglah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: "Kalian
berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling
takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa
dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa
yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku." (HR. Bukhari, 5063,
VII/2)
Nikmat juga ujian
Kami membagi mereka di bumi ini menjadi
beberapa golongan. Di antaranya ada orang-orang yang saleh dan ada (pula) yang
tidak. Kami menguji mereka dengan berbagai kebaikan dan (juga dengan) berbagai
keburukan agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS. al-A'raf/7: 168)
Setiap yang bernyawa akan merasakan
kematian. Kami menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan.
Kepada Kamilah kamu akan dikembalikan. (QS. al-Anbiya/21: 35)
Perbedaan Bukan Perpecahan
…لِكُلٍّ
جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ
أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا
الْخَيْرَاتِ…
“…untuk
tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka
berlomba-lombalah berbuat kebajikan...” (Q.S. al-Maidah/5: 48).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا
الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ
هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ
شَاءَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (28)
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka
janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu
khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu
dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana”. (Q.S.
at-Taubah/9: 28)
… لَا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ
مُتَفَرِّقَةٍ…
"…Janganlah
kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari
pintu-pintu gerbang yang berlain-lain…". (Q.S.
Yusuf/12: 67).
Sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalanjalan (yang lain) sehingga menceraiberaikanmu
dari jalan-Nya. Demikian itu Dia perintahkan kepadamu agar kamu bertakwa. (QS.
al-An'am/6: 153)
Berpegangteguhlah kamu semuanya pada
tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan
karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali
Imran/3: 103)
Janganlah kamu menjadi seperti orang-orang
yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang
jelas. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang sangat berat. (QS. Ali
Imran/3: 103)
Yang menarik adalah bahwa 2 ayat
yang berbicara tentang larangan berpecah belah ini di antarai dengan ayat amar
ma’ruh nahi munkar. (QS. Ali Imran/3: 104)
Hendaklah ada di antara kamu
segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf,
dan mencegah dari yang mungkar.[1]
Mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Ini seakan memberi kesan untuk berdakwah dengan
baik, sesuai dengan konteks masyarakat masing-masing, sehingga persatuan umat
tetap terjaga.
117) Tuhanmu tidak akan membinasakan
negeri-negeri secara zalim sedangkan Penduduknya berbuat kebaikan.
118) Jika Tuhanmu menghendaki, tentu
Dia akan menjadikan manusia umat yang satu. Namun, mereka senantiasa berselisih
(dalam urusan agama),
119) kecuali orang yang dirahmati
oleh Tuhanmu. Menurut (kehendak-Nya) itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat
(keputusan) Tuhanmu telah tetap, “Aku pasti akan memenuhi (neraka) Jahanam
(dengan pendurhaka) dari kalangan jin dan manusia semuanya.” (QS. Huud/11)
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا
حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا
كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ
الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ
وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٌ
Aku wasiatkan kepada kalian untuk
bertakwa kepada Allah, senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah
adalah seorang budak habsyi yang hitam. Sesungguhnya orang-orang yang hidup
setelahku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian
berpegang dengan sunahku, sunah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk,
berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh
kalian perkara-perkara baru (dalam urusan agama), sebab setiap perkara yang
baru adalah bid'ah dan setaip bid'ah adalah sesat (HR. Abu Daud 3991)
Mengikuti Ulama Bukan Menyembahnya
AG. DR(HC).H.
M.SANUSI BACO, LC/SENIN, 23 MEI 2016
“Ilmu laduni: amalkan apa yang diketahui, Masalaha sekarang
adalah ketidakmampuan mengamalkan ilmu”
“Ada masalah : lari ke atas/Dapat nikmat: turun k
bawah/sujud”
“Eropa banyak rak buku, indonesia banyak rak cangkir,
ketahui orang dengan banyaknya ilmu yang ia baca”
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: «بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ
وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ
مِنَ النَّارِ»
dari 'Abdullah bin 'Amru bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan
ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa
(dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah
menempati tempat duduknya di neraka". (Al-Bukhari, 3461, IV, 170)
قُلْ
إِنَّمَا
حَرَّمَ
رَبِّىَ
ٱلْفَوَٰحِشَ
مَا
ظَهَرَ
مِنْهَا
وَمَا
بَطَنَ
وَٱلْإِثْمَ
وَٱلْبَغْىَ
بِغَيْرِ
ٱلْحَقِّ
وَأَن
تُشْرِكُوا۟
بِٱللَّهِ
مَا
لَمْ
يُنَزِّلْ
بِهِۦ
سُلْطَٰنًا
وَأَن
تَقُولُوا۟
عَلَى
ٱللَّهِ
مَا
لَا
تَعْلَمُونَ
﴿٣٣
Katakanlah (Muhammad),
"Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang
tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan
(mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak
menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah
apa yang tidak kamu ketahui." (Al-'A`raf[7]:33)
عَنْ عَمْرِو
بْنِ العَاصِ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: «إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ،
وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ»
dari 'Amru bin 'ash ia mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika seorang hakim mengadili dan
berijtihad, kemudian ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala, dan jika
seorang hakim berijtihad, lantas ijtihadnya salah (meleset), baginya dua
pahala."(Al-Bukhari, 7352, IX, 108)
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ
قَالَ فِي القُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ
النَّارِ.هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ.
Barangsiapa berkata tentang al-Qur'an tanpa ilmu,
maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka (Al-Turmuzi, 2950, V, 49)
عَنْ
جُنْدَبِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: مَنْ قَالَ فِي القُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ أَخْطَأَ.
“barangsiapa mengatakan tentang al-Qur'an
dengan pendapatnya [tanpa mengikuti metodologi] maka ia salah walau hasilnya
benar”. (Al-Turmuzi, 2952,
V, 50)
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُّوحِىٓ إِلَيْهِمْ ۚ
فَسْـَٔلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali
orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, QS. An-Nahl [16] :
43
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا ضُيِّعَتِ
الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ» قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ
اللَّهِ؟ قَالَ: «إِذَا أُسْنِدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ
السَّاعَةَ»
dari Abu Hurairah radhilayyahu'anhu mengatakan;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah
disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat
bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? ' Nabi menjawab; "Jika urusan
diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (Bukhari, VIII,
104).
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا
لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (69)
“Orang
yang benar-benar bermujahadah di jalan Kami (Allah), akan Kami berikan petunjuk
pada jalan Kami.”
…وَأَنْ
أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا…
“...Katakanlah kebenaran
itu sekalipun pahit akibatnya...” (H.R. Ahmad, 21415, XXXV/327)
وَمِدَادُ مَا تَجْرِي بِهِ أَقْلَامُهُمْ ... أَزْكَى
وَأَفْضَلُ مِنْ دَمِ الشُّهَدَاءِ
“Goresan tinta para ulama lebih utama dari pada
tumpahan darah para syuhada”. (Abu ‘Umar Yusuf bin Abdullah Al-Qurtuby, Jami’
Bayan al-‘Ilm wa Fadhlih, 156, I/151)
Mereka menjadikan para rabi (Yahudi)
dan para rahib (Nasrani) sebagai tuhan-tuhan
selain Allah[2]
serta (Nasrani mempertuhankan) Al-Masih putra Maryam. Padahal,
mereka tidak diperintah, kecuali untuk
menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari
apa yang mereka persekutukan. (QS. al-Taubah/9: 31)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ العَاصِ قَالَ:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ
اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ
يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا
اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ،
فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا»
Dari
Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu
sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara
mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan
mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya
mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan". (H.R. Al-Bukhari, 100, I/31)
كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟»،
قَالَ: أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ، قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟»،
قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:
«فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَلَا فِي كِتَابِ اللَّهِ؟» قَالَ: أَجْتَهِدُ رَأْيِي، وَلَا آلُو
فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ، وَقَالَ:
«الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ، رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي
رَسُولَ اللَّهِ
Bagaimana engkau menghukum perkara di sana?
Dijawab oleh Mu’az: aku memutuskan berdasarkan apa yang telah ditetapkan Allah
swt. di dalam Al-Qur’an. Nabi saw. bertanya lagi, jika engkau tidak mendapatkan
hukumnya di dalam Al-Qur’an? Dijawab oleh Mu’az, aku memutuskannya berdasarkan
hadis Rasulullah saw. Ditanya lagi oleh Nabi saw., jika engkau tidak
mendapatkannya di dalam hadis, maka dijawab lagi oleh Mu’az, aku memutuskan
berdasarkan ijtihadku ya Rasulullah.
Kemudian Rasulullah saw. mengapresiasi kecerdasan Mu’az. (HR. Abu Daud, 3592,
III/303)
لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ العَصْرَ إِلَّا فِي
بَنِي قُرَيْظَةَ» فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمُ العَصْرُ فِي الطَّرِيقِ، فَقَالَ
بَعْضُهُمْ: لاَ نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ نُصَلِّي،
لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ، فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ
Janganlah ada seorang di antara kalian yang
shalat ashar kecuali di Bani Quraidhah. Muncul masalah di lapangan, Bani
Quraidhah masih lumayan jauh, sementara maghrib sudah mau masuk. Salah seorang
sahabat Nabi saw. shalat dengan alasan shalat Ashar dan Magrib tidak bisa dijamak.
Sementara sahabat lain tidak menyelenggarakan shalat Ashar karena belum sampai
di Bani Quraidhah. Alhasil, setelah sahabat Nabi saw. itu kembali dan
melaporkan peristiwa yang dialami keduanya, lalu Nabi saw. membenarkan
kedua-duanya. (HR. Bukhari, 946, II/15)
Kasus yang hampir sama juga pernah dialami
sahabatnya yang melakukan perjalanan panjang di Padang Pasir.
فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ
الخَطَّابِ: أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ، فَأَمَّا
أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ، وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ، فَذَكَرْتُ
لِلنَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلم، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا» فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ، وَنَفَخَ فِيهِمَا، ثُمَّ مَسَحَ
بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ
Keduanya bermimpi basah di perjalanan. Seorang
di antaranya mandi junub dengan berguling-giling di pasir dengan alasan pasir
pengganti air dengan analogi dalam tayammum. Sahabat lainnya cukup hanya bertayammum
karena pasir tidak menggantikan air dalam soal mandi, hanya soal wudhu.
Akhirnya, keduanya melaporkan soal ini
kepada Nabi saw., lalu Nabi saw. menjawab semuanya benar, tetapi lain kali
cukup dengan bertayammum. (HR. al-Bukhari, 338, I/75)
إِنَّ أُمَّتِي لَا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلَالَةٍ…
“Sahabatku tidak akan pernah mungkin bersepakat
kepada hal-hal yang tidak benar”. (HR.
Ibnu Majah, 3950, II/1303)
Kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah
Tidak Sesederhana Itu
«مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ
اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ القِيَامَةِ» قَالَ أَبُو بَكْرٍ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِي يَسْتَرْخِي، إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ
مِنْهُ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَسْتَ مِمَّنْ
يَصْنَعُهُ خُيَلاَءَ»
“Siapa yang menyeret kainnya dengan sombong, maka Allah tidak akan
melihatnya pada hari kiamat.” Abu Bakar berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya
salah satu bagian kainku menjulur. Hanya saja aku harus terus menjaganya (jika
tidak boleh menjulur).” Maka Nabi saw. bersabda: “Kamu tidak termasuk orang
yang melakukannya dengan sombong” (HR. Imam al-Bukhari dari Ibn Umar, No. 5784,
Jil. VII/h. 141]
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ
يَوْمَ القِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا
“Pada hari kiamat, Allah tidak akan melihat (merahmati) orang yang
menjulurkan kainnya karena sombong” (HR. Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah, No.
5788, Jil. VII/h. 141]
بَيْنَمَا رَجُلٌ
يَمْشِي فِي حُلَّةٍ، تُعْجِبُهُ نَفْسُهُ، مُرَجِّلٌ جُمَّتَهُ، إِذْ خَسَفَ
اللَّهُ بِهِ، فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
“Ketika seorang laki-laki berjalan dengan pakaian yang membuat dirinya
bangga, menata rambut belakangnya sampai bahu, seketika itu Allah
merendahkannya, maka ia akan tenggelam sampai hari kiamat.” (HR. Imam
al-Bukhari dari Abu Hurairah, No. 5789, Jil. VII/h. 141]
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ
مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak masuk surga orang yang di hatinya terdapat sifat sombong seberat
atom.”(HR. Imam Muslim dari Ibn Mas’ud, No. 147, Jil. I/h. 93]
Ucapan ini sebetulnya sangat sering
terdengar sebagai solusi ketika terjadi perbedaan pendapat. Akan tetapi,
benarkah bahwa jika kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah maka segala macam perbedaan
pendapat itu akan selesai? Atau justru dengan kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah
akan semakin terlihat perbedaan itu? Bagaimana seharusnya memahami slogan ini?
Wahai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ulilamri (pemegang
kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu,
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman
kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih
bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat). (QS. al-Nisa/4: 59)
تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنْ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ
كِتَابُ اللَّهِ
Kuwariskan kepadamu sekalian suatu
pedoman hidup, yang jika kalian berpegang teguh kepadanya, yaitu Al Qur`an
kalian tidak akan tersesat (HR. Muslim, 2137)
إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ الثَّقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ
الْآخَرِ كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنْ السَّمَاءِ إِلَى
الْأَرْضِ وَعِتْرَتِي أَهْلُ بَيْتِي أَلَا إِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى
يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ
"Aku tinggalkan untuk kalian dua
perkara yang sangat berat, salah satunya lebih besar dari yang lain;
Kitabullah, tali yang dibentangkan dari langit ke bumi, dan keturunan ahli
baitku, keduanya tidak akan berpisah hingga mereka tiba di telagaku." (HR.
Ahmad, 10779)
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا
كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
"Telah aku tinggalkan untuk
kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh
dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya." (HR. Malik 1395)
Sunnah Rasul dan Sahabat
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا
حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا
كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ
الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ
وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٌ
Aku wasiatkan kepada kalian untuk
bertakwa kepada Allah, senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah
adalah seorang budak habsyi yang hitam. Sesungguhnya orang-orang yang hidup
setelahku akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian
berpegang dengan sunahku, sunah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk,
berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah oleh
kalian perkara-perkara baru (dalam urusan agama), sebab setiap perkara yang
baru adalah bid'ah dan setaip bid'ah adalah sesat (HR. Abu Daud 3991)
B. Islam dan
Dunia Millenial
Timeline
Kehidupan Rasulullah saw.
570 Masehi
(April) : Lahir (Senin Pagi 9 Rabiul
Awal)
576 M : Ibundanya (St. Aminah) Wafat
578 :
Kakeknya (Abdul Muttalib) Wafat
590 : Menjadi saudagar sukses (20 tahun)
595 : Menikahi Khadijah ra. (25 tahun)
610 : Menjadi Nabi saw. (40 tahun)
617 : Kaum Muslimin diboikot oleh Bani Hasyim
618 : Boikot dibuka
619 : Tahun Kesedihan/’Amul Huzni (Abu
Thalib dan St Khadijah wafat)-Isra’ Mi’raj
620 : Utusan dari Yastrib datang/Hijrah kaum
muslimin dimulai
622 : Rasulullah saw. Hijrah bersama Abu Bakar
ra.
624 M/ 2 H : Perang Badar
625 M/ 3 H : Perang Uhud
627 M/ 5 H : Perang Khandaq
628 M/ 6 H : Perjanjian Hudaibiyah (1.500 kaum
muslimin)
629 M/ 7 H : Haji dibolehkan untuk kaum Muslimin
630 M/ 8 H : Perjanjian Hudaibiyah Batal/Fathu
Mekkah (10.000 Muslimin)
632 M/ 10 H : Haji Wada’/ Rasulullah saw. wafat, Senin
12 Rabiul Awal 11 H/7 Juni
*Catatan
Periode
Mekkah : 12 tahun
Periode
Madinah : 10 tahun
Masa
monogami : 619-595 (24 tahun)
Masa
poligami : 632-619 (14 tahun)
Teori
Umur Jack Ma[3]
< 20
tahun : Menjadi murid yang baik
20 – 30 : Ikuti Boss yang baik, (perusahaan
besar anda belajar proses, karena menjadi bagian dari sebuah mesin besar; di
perusahaan kecil anda belajar tentang passion, impian, melakukan banyak hal
secara bersamaan)
30 – 40 : Bekerja keras untuk dirimu
sendiri, coba segala hal yang kamu senangi
40 – 50 : Fokus pada bidang spesialisasi
kamu, tidak lagi mencoba-coba
50 – 60 : Persiapkan generasi muda. Mereka
lebih baik dari anda
60>
tahun : Nikmati hasil kerja keras
masa mudamu
*Tidak usah
terlalu khwatir tidak sukses di usia 25, nikmati pelajari hidup, jatuh lalu
bangkit lagi.
Teori
Umur Mario Teguh
Anak Muda
itu tidak cepat capek, kenapa? Karena terlalu asik menikmati kehidupan, asik
menikmati hadiah yang ia berikan sendiri kepada dirinya
Usia muda
yang paling indah adalah yang kita tetapkan sendiri untuk diri kita sendiri
Ada usia
yang ditetapkan masyarakat, ikuti saja itu, tapi pastikan bahwa kemampuan anda
untuk membiayai hidup lebih hebat dari usia itu
Bukti bahwa
anda muda adalah yang anda kerjakan penting, banyak, sibuk.
Yang
Pertama lebih penting dari yang terbaik, yang terbaik kalau terlambat tidak
dihargai
Dalam karir
apapun jangan menunggu, salah, bagus, perbaiki
Kadang2
kita tidak menghargai ide kita karena belum ada di pasar
Sesuatu
yang benar tapi lama menjadi salah, kalau benar, segerakan
Confucius:
Persaingan yang terbaik, adalah dengan diri sendiri
Kalau
bersaing dengan orang lain, kalau ia malas, kita tidak perlu hebat2 amat, kalau
ia terlalu hebat, saya bisa stress, karena bakat dia bukan bakat saya. Lalu
saya sedih karena membandingkan kelebihan mereka dengan kekurangan saya
Yang
bersaing dengan dirinya pasti menjadi kontemplatif, spiritual, lebih sering
berdialog dengan Tuhan, akhirnya menjadi lebih damai
Cari apa
yang anda sukai daripada mencari bakat/passion, lakukan yang disukai lalu
bagaimana caranya berhasil di bidang itu
Bukan tahu
banyak hal tapi tipis2, tapi pindah dari 1 keahlian ke keahlian lainnya
Ada
keahlian di atas keahlian
Kesukaan
yang bermanfaat adalah tanda itu dari Tuhan
Jika orang
mengagumi anda di bidang itu, itu kesukaan dan passion
Kesukaan=
menghasilkan kebaikan, manfaat bagi orang, dipuji orang, itu dari Tuhan
Tahapan
Umur Mario Teguh (33 tahun, Vice President)[4]
<35 : Jangan cari uang/kekayaan/Ikhlas
belajar kualitas diri, berilmu, skills
35 – 40 : Tegas mengenai harga
40> : Orang mengetahui
harganya/dihargai lebih/sudah ada reputasi/kredibel-dikenal meyakinkan. Dicari uang
Orang
ikhlas yang dijahati akan diselamatkan Tuhan
BJ. Habibie
meraih gelar doktor di usia 28 tahun (1964)
“Saya lulus S-3 hanya modal kertas, pensil dan
otak. Apa yang menentukan karya dan prestasi? Tidak lain karena cinta. Kita
harus mencintai pekerjaan yang kita lakukan”[5]
C. Islam dan Kebangsaan
Menurut penelitian disertasi Said
Romadlan yang berjudul "Diskursus Gerakan Radikalisme dalam Organisasi
Islam (Studi Hermeneutika pada Organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama tentang Dasar Negara, Jihad, dan Toleransi) dalam sidang terbuka promosi
doktor Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, Senin (27/7/2020). Ia mengungkapkan
bahwa "Bagi Muhammadiyah dan NU, Pancasila adalah pilihan final dan
terbaik karena Pancasila merupakan hasil perjanjian seluruh elemen
bangsa,"
Menurut Said, kedua ormas Islam
terbesar tersebut, Pancasila adalah pilihan terbaik dan final, ia merupakan
hasil penafsiran ayat Alquran dan refleksi kedua organisasi Islam terbesar
Indonesia tersebut atas Pancasila. Sikap ini merupakan kritik dan perlawanan
atas upaya kelompok tertentu untuk mengganti dan mengubah Pancasila sebagai
ideologi bangsa.
Muhammadiyah yang lahir pada tahun
1912 menilai Pancasila sebagai darul ‘ahdi wa syahadah (negara konsensus
dan kesaksian). Sedangkan NU yang lahir di tahun 1926 memahami Pancasila
sebagai mu’ahadah wathaniyah (kesepakatan kebangsaan).[6]
إِلَّا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
ثُمَّ لَمْ يَنْقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا
فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُتَّقِينَ (4)
“Kecuali orang-orang musyrikin
yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak
mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) mu dan tidak (pula) mereka
membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah
janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertakwa. (Q.S. al-Taubah/9: 4).
Hal ini sesuai dengan ayat maupun
hadis yang memerintahkan untuk memegang teguh perjanjian dan kesepakatan.
…وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ
قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا…
"…Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kalian untuk
berlaku tidak adil…". (Q.S. al-Maidah/5: 8).
قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ
بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ…
"Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah
(berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara
kami dan kamu...". (Q.S. Ali 'Imran/3: 64).
…وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ…
"...Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakkallah kepada Allah". (Q.S. Ali 'Imran/3: 159).
أَرْبَعٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ
مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْ نِفَاقٍ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا حَدَّثَ
كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
“Ada empat ciri munafiq bila terdapat di dalam
dirinya salahsatu dari empat tersebut
maka dianggap kaum munafiq sampai ia tinggalkan. Bila dipercaya ia
khiyanat, bila bicara ia dusta, bila berjanji ia tidak tepati, dan bila bersengketa ia curang”. (H.R.
Bukhari, 2459, III/131 dan Muslim, 106, I/78).
Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji!...[7] (QS. al-Ma’idah/5:1)
أَلَا
مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا، أَوِ انْتَقَصَهُ، أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ، أَوْ
أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ، فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang
mendhalimi orang-orang yang menjalin perjanjian damai (mu’ahhad) atau
melecehkan mereka, atau membebaninya sesuatu di luar kesanggupannya, atau
mengambil hartanya tanpa persetujuannya, maka saya akan menjadi lawannya nanti
di hari kemudian” (HR. Abu Daud, 3052, III/170).
Muhammadiyah,
sambung dia, merujuk pada Al-Quran Surat Saba’ ayat
15 "baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur" yang artinya
"sebuah negeri yang baik dan berada dalam ampunan Allah SWT". Kalimat
tersebut oleh Muhammadiyah ditafsirkan sebagai negara Pancasila.
Sedangkan NU mengacu pada Alquran Surat al-Baqarah ayat 30, "khalifah
fil ardhi". Khalifah, jelas dia, ditafsirkan NU sebagai melaksanakan
amanat Allah melalui NKRI dan Pancasila.
وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا
مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ
أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ
بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ
تَخْتَلِفُونَ (92)
“Dan janganlah kamu seperti seorang
perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi
cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu
di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari
golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan
sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu
perselisihkan itu.” (Q.S. al-Nahl/16: 92).
D. Islam dan
Budaya
الْكَلِمَةُ الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ، حَيْثُمَا
وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا
“Hikmah ada di mana-mana,
ambillah darimana pun datangnya karena itu milik umat Islam yang tercecer”.(HR.
Ibnu Majah, 4169, II/1395)
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
Sesungguhnya aku diutus hanya
untuk menyempurnakan nilai-nilai peradaban (akhlak) masa lampau.(HR.
Al-Baihaqi, 20782, X/323)
Perempuan
Gurutta
Sanusi Baco ( Isra mikraj (23 mei 2016))
“puncak kecerdasan ada pada masa anak2: semua perbuatannya
asli
jika liat tokoh besar: tanya siapa ibunya.
wanita yg bisa ajar ketawa meski tdk ada uang”
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً
Tidak akan beruntung suatu
kaum yang menyerahkan urusannya diurus oleh seorang perempuan (H.R. Al-Bukhari, 4425, VI/8)
إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ
شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ (23)
Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia
dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar (Q.S.
al-Naml/27: 23).
Dalam
ayat lain ditegaskan bahwa tujuan penciptaan perempuan sebagai manifestasi dari
komitmen Tuhan yang menciptakan hambanya dalam keadaan berpasang-pasangan (Q.S.
al-Dzariyat/51: 49).
وَمِن كُلِّ شَىْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٤٩﴾
Dan segala sesuatu Kami
ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).
Tentang
tujuan penciptaan perempuan di dalam al-Qur'an, tidak terdapat perbedaan
penciptaan laki-laki, yaitu sebagai khalifah (Q.S. al-An'am/6: 165)
وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَكُمْ خَلَٰٓئِفَ ٱلْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَٰتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ ٱلْعِقَابِ وَإِنَّهُۥ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌۢ ﴿١٦٥﴾
Dan Dialah yang menjadikan
kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian
kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia
Maha Pengampun, Maha Penyayang.
dan
sebagai hamba (Q.S.Al-Dzariyat/51: 56).
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.
E. Islam Non
Muslim
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ
يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ
قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى
إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ (9)
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik
dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu
menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan
mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan
barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang
yang lalim. (Q.S. al-Mumtahanah/60: 8-9).
وَإِذَا
حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا (86)
“Dan
jika dihormati dengan suatu penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan
dengan yang lebih baik dari padanya (yang serupa).” (Q.S. al-Nisa’/4: 86).
Dan
di antara melakukan kebaikan adalah memberi salam kepada mereka. Nabi Ibrahim
memberi salam kepada ayahnya yang non-muslim.
قَالَ
سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا (47)
Dia (Ibrahim) berkata, "Semoga keselamatan
dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku.
Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (Q.S. Maryam/19: 47),
نَعَمْ، صِلِي أُمَّكِ
“Sambutlah ibu dan bersilaturrahimlah
dengannya”. (HR. Bukhari, 2620, III/164 dan Muslim, 1003, II/696).
Riwayat lain dari ‘Aisyah ra (w. 58 H)
menceritakan :
دَخَلَ رَهْطٌ مِنَ
اليَهُودِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا:
السَّامُ عَلَيْكُمْ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَفَهِمْتُهَا فَقُلْتُ: وَعَلَيْكُمُ
السَّامُ وَاللَّعْنَةُ، قَالَتْ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «مَهْلًا يَا عَائِشَةُ، إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ
كُلِّهِ» فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا؟ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " قَدْ قُلْت:
وَعَلَيْكُمْ "
...sekelompok Yahudi datang kepada Nabi sambil
mengatakan: “Assamu alaikum” (kebinasaan atasmu), lalu Aisyah menjawab:
“Waalaikumussam wa al-la’nah” (atasmu juga kebinasaan dan laknat). Mendengarkan
isterinya menjawab salam seperti itu, maka Nabi menegur: Pelan-pelan wahai
Aisyah, sesungguhnya swt. menyukai kelembutan dalam setiap perkara”. Aisyah
membela: “Apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka katakana kepadamu?”
Nabi menjawab: “Engkau telah menjawab dengan kata wa’alaikum”. (HR. Bukhari, 6024, VIII/12 dan Muslim, 2165,
IV/1706).
Dalam pandangan Muhammadiyah dan NU, kata Said Ramadhan, jihad bukanlah
diwujudkan dalam bentuk kekerasan, apalagi terorisme.
Bagi Muhammadiyah jihad adalah jihad lil-muwajahah, yakni
bersungguh-sungguh menciptakan sesuatu yang unggul dan kompetitif.
Sedangkan bagi NU jihad adalah sebagai mabadi’ khaira ummah,
yaitu bersungguh-sungguh mengutamakan kemaslahatan umat. "
Muhammadiyah dan NU sejak awal dikenal sebagai organisasi Islam yang
toleran terhadap non-muslim.
Bagi Muhammadiyah toleransi terhadap non-muslim sebagai ukhuwah
insaniyah (persaudaraan kemanusiaan),
sedangkan bagi NU adalah sebagai ukhuwah wathaniyah (persaudaraan
kebangsaan)," ujar Said menjelaskan perihal toleransi terhadap non-muslim.[8]
F. Islam dan
Ketimpangan Sosial-Ekonomi
Katakanlah, “Wahai kaumku,
berbuatlah menurut kedudukanmu! Sesungguhnya aku pun berbuat (demikian). Kelak
kamu akan mengetahui
(QS. al-Zumar/39: 39)
Apa saja (harta yang diperoleh tanpa
peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk beberapa
negeri adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak yatim, orang miskin,
dan orang yang dalam perjalanan. (Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar
di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu terimalah. Apa yang dilarang nya bagimu tinggalkanlah. Bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. al-Hasyr/59: 7)
Investasi dan Pendidikan Finansial
5) Janganlah kamu serahkan kepada
orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam
kekuasaan)-mu yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupanmu. Berilah mereka
belanja dan pakaian dari (hasil harta) itu dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik.
6) Ujilah anak-anak yatim itu (dalam
hal mengatur harta) sampai ketika mereka cukup umur untuk menikah. Lalu, jika
menurut penilaianmu mereka telah pandai (mengatur harta), serahkanlah kepada
mereka hartanya. Janganlah kamu memakannya (harta anak yatim) melebihi batas
kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (menghabiskannya) sebelum mereka
dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah dia menahan
diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan siapa saja yang fakir, maka
bolehlah dia makan harta itu menurut cara yang baik. Kemudian, apabila kamu
menyerahkan harta itu kepada mereka, hendaklah kamu adakan saksi-saksi.
Cukuplah Allah sebagai pengawas. (QS. al-Nisa/4: 5-6)
G. Islam dan
Pemikiran
Menurut BJ. Habibie, Komputer
ciptaan manusia itu ibarat manusia hasil ciptaan Allah. Dia melihat alam
manusia (yang telah hidup maupun yang telah wafat) dengan enam dimensi; 1)
Panjang 2) Lebar 3) Tinggi 4) Waktu 5) Kecepatan 6) Kuantum Energi.
Perbedaannya adalah, yang masih
hidup masih menyatu dalam dirinya hardware (badan biologis) dengan super-intelligent
software (jiwa-ruh-batin-nurani). Oleh karena itu, manusia yang masih hidup
tidak mampu mendeteksi dan memanfaatkan 2 dimensi terakhir; kecepatan (melebihi
kecepatan cahaya) dan kuantum energi.
Adapun mereka yang sudah wafat,
dengan berpisahnya software dengan hardware manusia, jadilah
mereka dapat memanfaatkan 2 dimensi terakhir.[9]
Menurut M. Quraish Shihab, Hati Nurani
belum tentu benar, Jangan mengira bahwa penjahat tidak memiliki hati nurani
ketika melakukan kejahatan.
Oleh karena itu, maksud dari hadis
Nabi saw. tanyalah pada hati, Menurut Gus Baha adalah hati yang bertakwa.
Sebagaimana firman Allah swt.
Wahai orang-orang yang beriman, jika
kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan
antara yang hak dan batil) kepadamu, menghapus segala kesalahanmu, dan
mengampuni (dosa-dosa)-mu. Allah memiliki karunia yang besar. (QS. al-Anfal/8: 29)
Dengan demikian, hati manusia perlu
terus diasuh dalam ketakwaan walaupun pada dasarnya ia telah membawa potensi
ketakwaan dan kemaksiatan.
7) demi jiwa serta penyempurnaan
(ciptaan)-nya, 8) lalu Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan
ketakwaannya, 9) sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) 10) dan
sungguh rugi orang yang mengotorinya. (QS. al-Syams/91: 7-10)
وَأَخْرَجَهُ ابن عساكر فِي تَارِيخِهِ مِنْ طَرِيقِ موسى بن أيوب، عَنْ
بقية، عَنْ عمر بن سليمان الدمشقي، عَنْ مكحول، عَنْ وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ
قَالَ: «لَمَّا فَتَحَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ
جُعِلَتْ لَهُ مَائِدَةٌ، فَأَكَلَ مُتَّكِئًا وَاطَّلَى وَأَصَابَتْهُ الشَّمْسُ
وَلَبِسَ الظُّلَّةَ، قَالَ أحمد: سَأَلْتُ آدم: مَا الظُّلَّةُ؟ قَالَ:
الْبُرْطُلَّةُ، وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى رَأْسِهِ» . وَهَذَا أَيْضًا فَاتَ ابن
كثير
Kemudian
makan sambil bersandar. Tak lama kemudian sinar matahari menyengat, lalu beliau
memakai alat peneduh. Ahmad berkata: Saya bertanya kepada Adam, apa alat
pelindung itu?. Ia menjawab: Topi Burtulah. Jawab Adam sambil menunjuk
kepalanya[10]
لهذا ينهى عن
لبس القباء وعن ترك الشعر على الرأس قزعاً في بلاد صار القباء فيها من لباس أهل
الفساد ولا ينهى عن ذلك فيما وراء النهر لاعتياد أهل الصلاح ذلك فيهم
Al-ghazali
mengharamkan qabā’/parka karena menyerupai ahli maksiat. Namun, tidak diharamkan di
wilayah Transoxiana karena ia digunakan oleh orang Shaleh.[11]
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ الْفُرَاتِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا
مَرْوَانُ، عَنْ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي زِيَادٍ الشَّامِيِّ، عَنِ الزُّهْرِيِّ،
عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ
أَعَانَ عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ بِشَطْرِ كَلِمَةٍ، لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مَكْتُوبٌ فِي جَبْهَتِهِ: آيِسٌ مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ
Orang yang
membantu membunuh orang Muslim dengan sepatah ucapannya maka ia akan bertemu
dengan Allah swt. di hari kiamat dengan dahinya tertulis “terputus dari rahmat
Allah”[12]
لعن المؤمن
كقتله[13]
وقال ابن عمر
إن أبغض الناس إلى الله كل طعان لعان[14]
Yang paling
dibenci adalah yang suka mencaci dan melaknat.
حَدَّثَنَا
سَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ
بُرْقَانَ، عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي نُشْبَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " ثَلَاثٌ مِنْ
أَصْلِ الْإِيمَانِ: الْكَفُّ عَمَّنْ، قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَلَا
نُكَفِّرُهُ بِذَنْبٍ، وَلَا نُخْرِجُهُ مِنَ الْإِسْلَامِ بِعَمَلٍ، وَالْجِهَادُ
مَاضٍ مُنْذُ بَعَثَنِي اللَّهُ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ أُمَّتِي الدَّجَّالَ
لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٍ، وَلَا عَدْلُ عَادِلٍ، وَالْإِيمَانُ
بِالْأَقْدَارِ[15] "
"Tiga
perkara yang merupakan dasar keimanan, yaitu: menahan diri dari orang yang
mengucapkan LAA ILAAHA ILLALLAAH, dan kita tidak mengkafirkannya karena suatu
dosa, serta tidak mengeluarkannya dari keislaman karena sebuah amalan. Jihad
tetap berjalan sejak Allah mengutusku hingga umatku yang terakhir memerangi
Dajjal, hal itu tidaklah digugurkan oleh kelaliman orang yang lalim, serta
keadilan orang yang adil, dan beriman kepada taqdir."
Pemimpin
Dilaknat karena dibenci Umat
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الأَعْلَى بْنُ وَاصِلٍ الكُوفِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ القَاسِمِ
الأَسَدِيُّ، عَنْ الفَضْلِ بْنِ دَلْهَمٍ، عَنْ الحَسَنِ، قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ
بْنَ مَالِكٍ، قَالَ: " لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ثَلَاثَةً: رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ[16]
Menekankan
perlunya menempuh cara yang benar dalam menafsirkan Al-Qur’an. Bagaikan Guru
yang menyalahkan murid yang mendapatkan hasil yang benar dengan cara yang
salah. Bisa jadi ada penafsiran yang sesuai kaidah, namun ia tertolak kalau
makna yang ditarik dari ayat itu bertrntangan dengan hakikat keagamaan. Ada
penafsir yang berusaha mencari pembenaran, bukan kebenaran. (Kaidah Tafsir:
Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Al-Qur’an,
2013,h. 398-399)
Yang perlu
dicatat dari syarat2 Al-Itqan: (397-398)
1) Syarat itu
hanya untuk yang ingin tampil dengan pendapat baru, bukan yang mengutip
pendapat lama
2) Syarat ini
untuk yang ingin menafsirkan seluruh ayat, tidak bagi tema tertentu. Tidak
semua butuh ilmu Fiqih, bagi yang ingin ayat astronomi
3) Syarat lurusnya
Aqidah bisa diganti dengan objektivitas. Seperti penafsiran orientalis.
Berdalil QS. at-Taubah/9: 6. Ini menunjukkan bahwa orang musyrik bisa
mengetahui kebenaran melalui al-Qur’an walau di hatinya ada kemusyrikan. Yang
dibutuhkan adalah sikap tidak memusuhi Islam/objektif dan Bahsa Arab
4) Pengetahuan
tentang objek ayat. Embriologi/ekonomi.
Sebab-sebab pokok kekeliruan dalam menafsirkan Quran: (398-399)
1) Subjektifitas
mufasir
2) Tidak memahami
konteks, baik sejarah/sebab turun, hubungan ayat dengan sebelumnya
3) Tidak mengetahui
siapa pembicara atau mitra dan siapa yang dibicarakan
4) Kedangkalan
pengetahuan menyangkut ilmu-ilmu alat (bahasa)
5) Kekeliruan
dalam menerapkan metode dan kaidah
6) Kedangkalan
pengetahuan tentang materi uraian
العجز عن
الإدراك إدراك
Kesadaran
akan ketidakmampuan mengenal-Nya adalah pengenalan (Abu Bakar) h. 445.
لَا أُحْصِي
ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ[17]
Saya tidak
mampu menjangkau pujian untuk-Mu. Pujianku untuk-Mu sesuai dengan pujian-Mu
atas diri-Mu.
Ucapan Nabi
Isa dalam QS. 5:116 Tuhan mengetahui diriku sedang aku Tidak mengetahu dirimu
حكم اغلبي
ينطبق على معظم أجزائه
Kaidah
adalah ketetapan yang dapat diterapkan pada kebanyakan bagian-bagiannya (Kaidah
Tafsir, 8)
Maslahat
إذا وجدت
المصلحة فثم شرع اللَّه، وذلك فيما لم يرد فيه نص قاطع ولم يعارض حكما مقررا[18].
وقال الشاطبي
في الموافقات: «إن أحكام الشريعة ماشرعت إلا لمصلحة الناس، وحيثما وجدت المصلحة فثم
شرع الله[19]»
حَيْثُ
المصلحةُ فثَم شرع الله، أَي حَيْثُ الْمصلحَة مُحَققَة فثم شرع الله بهَا
مَوْجُود[20]
Moderate
Islam
Paul
Wolfowitz, us relation with Muslim world after 9/11
Moderate by
default
Abid Ullah
Jan, "Muslim have to be moderate by default", The Nation, 8 Mei 2004.
Ayat
Pluralisme Agama: Semua agama benar dan semua pengikut agama akan masuk surga
QS.
Al-Maidah/5: 69 dan QS. 2: 62, Ayat ini harus dipahami bahwa Yahudi yang
dimaksud adalah mereka yang beriman kepada Nabi Musa as. Nasrani yang dimaksud
adalah yang beriman kepada Nabi Isa. As dan mereka meninggal sebelum diutusnya
Muhammad saw.(Ali Mustafa Ya’qub, Ijtihad, Terorisme dan Liberalisme (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2015, h. 61—Tafsir Ibn Katsir, I/131, Al-Syaukani, Fathul
Qadir, I/94)
حَدَّثَنِي
يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ وَأَخْبَرَنِي
عَمْرٌو أَنَّ أَبَا يُونُسَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ
مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ
وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
(MUSLIM
- 218) : Telah menceritakan kepada kami Yunus bin Abdul A'la telah mengabarkan
kepada kami Ibnu Wahab dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Amru bahwa Abu
Yunus telah menceritakan kepadanya, dari Abu Hurairah dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: "Demi Dzat yang jiwa
Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini baik Yahudi dan
Nashrani mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan
agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni
neraka."
Ayat-ayat dan hadis perang jangan dipakai dalam
kondisi damai. Nabi bahkan menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi, Abu
al-Syahm (Bukhari, II/738)
Ijtihad Teroris
adalah Ijtihad Tepuk Nyamuk, lain yang bersalah, lain yang ditepuk (AMY,
Ijtihad, terorisme dan Liberalisme, h.49) Padahal Manusia tidak
bertanggungjawab atas dosa orang lain QS. Al-An’am/6: 164
Taqlid
berarti mengikut tanpa tahu dalil. (AMY, 39)
Muqallid
bukanlah mereka yang bertanya tentang dalil QH yang digunakan, melainkan hanya
bertanya pendapat imamnya.[21]
Taqlid
adalah bid’ah syaithaniyyah yang menyebabkan perbedaan, permusuhan, dan
perselisihan. [22]
Pendapat yang menutup pintu ijtihad adalah bid’ah syani’ah/buruk.[23]
Mayoritas
ulama berpendapat bahwa bertaklid dalam masalah furu’iyyah diperbolehkan
bagi orang yang levelnya belum mencapai ijtihad. Imam Ibn Qudamah berkata:
Adapun taklid dalam furuiyyah, maka hukumnya boleh berdasarkan ijmak. Dalil
yang menguatkan kebolehan tersebut adalah ijmak.[24]
Dr.
Muhammad Hassan Hitou, pakar fiqih masa kini: Seorang yang tidak mencapai
tingkatan ijtihad, baik karena awam atau alim tapi tidak memiliki kemampuan
untuk berijtihad, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa ia wajib bertaklid
kepada seorang mujtahid dalam masalh-masalah yang terjadi padanya.[25]
Al-Syaukani
: Kami tidak menuntut setiap orang mencapai tingkat ijtihad. Akan tetapi,
sesuatu yang bukan taklid. Yaitu bertanya tentang hukum agama yang tercantum
dalam QH lalu ia memfatwakannya dan meriwayatkannya baik secara lafal atau
makna. Ini adalah amalan berdasarkan riwayat/dalil, bukan pendapat.[26]
Perhatikanlah perbedaan antara taklid dan Ittiba’[27]
AMY: Imam
Al-Syaukani tidak ingin setiap orang menjadi mujtahid, melainkan Ittiba’,
mengikuti mazhab dengan mengetahui dalil yang mendasarinya. Ini setelah beliau
mengutip pendapat Imam Ahmad bin Hanbal bahwa Ittiba’ adalah sikap seseorang
yang mengikuti ajaran agama yang dibawa Nabi saw. dan para sahabatnya, kemudian
tabi’in, dengan baik.[28]
Ibrahim
Hosen: Wahyu Matluw (Qur’an), Gayr Matluw (Sunnah). Keduanya tidak mungkin
diceraikan. Imam Syafi’I dalam al-Risalah: hubungan Q dan H; 1) memperkuat, 2)
merinci 3) menetapkan/menjelaskan yang belum dijelaskan.[29]
Imam Ibnu
Shalah (w. 643 H): Kitab yang paling autentik setelah Al-Qur’an adalah Shahih
Bukhari dan Shahih Muslim.[30]
Dipopulerkan oleh Imam Nawawi (w. 676 H) dan ditambahkan bahwa para ulama telah
ijma’ dalam masalah ini dan umat Islam juga telah menerimanya.[31]
Goldziher
(1850-1921) dalam Mohammedanische Studien (1890) meragukan otentisitas Hadis,
Hadis hanyalah produk perkembangan keadaan sosial politik islam pada waktu itu.
Sanad adalah bikingan orang belakangan.
Joseph
Scacht dalam The Origins of Muhammadan Jurisprudence (1950) meyakinkan tidak
adanya otentisitas itu, khususnya hadis-hadis fiqih.[32]
Ayah Imam
Bukhari, Ismail sudah tampak tertarik dengan Hadis, ketika pergi haji di tahun
179 H. Ia menyempatkan diri bertemu Imam Malik bin Anas, Abdullah bin
al-Mubarak, Abu Mu’awiyah bin Shalih dan lain-lain (h. 10), Ayahnya wafat
ketika ia masih kanak-kanak, ia mewariskan perpustakaan pribadi. Muhammad
(Bukhari) mulai mempelajari dan menghafal hadis di usia 10, usia 11
perpustakaan ayahnya sudah tidak memuaskannya. Usia 16 tahun menghafal kitab
Abdullah bin Al-Mubarak dan Waki’. (10-11)
Ia belajar
sambil menulis. Ketika belajar di Madinah setahun, ia menulis 2 kitab (Qadlaya
al-Shahabah wa al-Tabi’in dan Al-Tarikh al-Kabir). Usia 22 (216 H-194 H) pergi
haji bersama Ibunya. Tinggal menetap belajr di Mekkah dan Madinah dll. (h.12)
Usia 62
pulang ke Bukhara, wafat malam idul fitri 256 H/870 M (h..13)
Shahih
Bukhari: menurut Ibnu Shalah dan Imam Nawawi, berisi 7275 hadis dengan
pengulangan, 4000 tanpa pengulangan. Ini hasil seleksi dari 600.000 hadis yang
diperolehnya dari 90.000 guru. Ditulis selama 16 tahun, berisi lebih dari 100
kitab dan 3450 bab. Tidak satupun hadis yang ditulis sebelum mandi dan shalat
istikharah 2 rakaat dan yakin bahwa itu benar2 sahih. Disyarah lengkap oleh 57
Kitab, termasuk fathul Bari (w. 853)dan Umdatul qari (w. 855), Kitab
ta’liq/komentar pada bagian tertentu:5 buah, mukhtasar 3 buah (16-17)
Jumhur:
Bukhari lebih unggul dari Muslim (18) karena salah satunya,
Bukhari mensyaratkan
pertemuan guru murid dalam menilai tersambungnya sanad, bukan hanya kemungkinan
pertemuan dengan melihat tempat dan waktu seperti Imam Muslim (21)
Bukahri: 80
of 435 rawi dikritik, semuanya guru Imam Bukhari yang ia temui langsung
Muslim: 160
of 620 rawi dikritik, tabiin dan tabi tabiin yang tidak pernah ditemui Imam
Muslim (19-20)
Kritik
materi/illat: Bukhari : 80 buah, Muslim: 130 buah.(21-22)
Ulam hadis
Maroko: Muslim lebih unggul karena dilihat dari metode penyusunannya (22)
Muslim
hanya mengambil dari Bukhari (Al-Hakim Abu Ahmad al-Naisaburi)
Muslim
hanya mengoper dan memberi tambahan (Al-Daruquthni) (18)
Pelajaran
yang dapat ditarik dari sikap Nabi saw. yang menolak untuk menerima hadiah unta
dari Abu Bakar -ketika perjalanan hijrah ke Madinah, padahal sebelum ini beliau
menerima hadiah-hadiahnya, bahkan menganjurkan untuk saling bertukar hadiah-
adalah bahwa dalam berjuang, seseorang harus dapat memberi segala yang
dimilikinya hingga cita-cita tercapai atau modal habis. Jangan pernah
setengah-setengah bila berjuang, apalagi menanti hadiah dan imbalan atas
perjuangan itu.
-MQS,
Membaca Sirah Nabi Muhammad saw. dalam sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Sahih,
2018. h. 476-
Yang Maha
Kuasa itu baru "turun tangan" membantu dengan 'inayah-Nya setelah
manusia berupaya sekuat kemampuannya mengikuti hukum-hukum-Nya yang berlaku di
alam raya. Nah, ketika itu, Allah turun tangan memilihkan apa yang terbaik buat
yang bersangkutan.
-MQS,
Membaca Sirah Nabi, h. 476-
Pelajaran
dari Hijrah Nabi adalah keterlibatan semua kelompok dalam upaya mencapai
cita-cita bersama.(466-476)
Lelaki
Dewasa: Abu Bakar (masuk terlebih dahulu Gua Tsur memeriksa keamanan) dan ‘Amir
bin Fuhairah (bekas hamba sahaya Abu Bakar, bertigas mengembalakan kambing di
sekitar gua untuk menghapus jejak Abdullah, Di malam hari memerah susu kambing
gembalaannya untuk diminum oleh Rasul saw. dan Abu Bakar)
Pemuda:
Abdullah bin Abubakar, setiap malam ke Gua Tsur untuk mengabarkan perkembangan
di Mekkah dan pulang subuh hari.
Non Muslim:
Abdullah Ibn Uraiqith, seorang Musyrik yang menjadi penunjuk jalan dan telah
dititipkan 2 unta untuk dipakai ketika waktunya tiba. Memakai unta ketiga,
selain Rasulullah sendiri, Abu Bakr dan Amir bin Fuhairah, Abdullah bin
Uraiqith/penunjuk jalan.
Remaja: Ali
bin Abi Thalib, menggantikan Nabi memakai pakaian beliau dan berbaring di
pembaringan, mengembalikan amanat para non-Muslim yang ada di tangan Nabi.
Perempuan:
Asma binti Abu Bakar, ditampar oleh Abu Jahl sehingga antingnya copot, membawa
bekal perjalanan hijrah, dia tidak membaawa tali pengikat, sehingga dia memtong
ikat pinggangnya, sepotong untuk bekal dan sepotong untuk ikat pinggangnya,
(Dzat al-Nithāqain/pemilik 2 ikat pinggang)
Riwayat
yang tidak daif dan tidak sahih, dari Rumah, Nabi saw. langsung ke Gua Tsur
tanpa terlihat pengepung.
Riwayat
Sahih, Nabi siang hari (biasanya pagi/sore) ke Abu Bakar, dari rumah Abu Bakar
keluar malam hari, dari celah dalam rumah itu ke jalan belakang (466-467)
Mengapa
kaum musyrik tidak langsung menyerang ke rumah padahal telah melihat Rasul
tidur, pagarnya pun terjangkau untuk dilompati, Satu riwayat mengatakan bahwa
mereka sudah berusaha masuk, akan tetapi mendengar suara perempuan, khawatir
dikecam masuk ke rumah yang ada perempuannya di malam hari. Ini adalah salah
satu makar Allah. Ini menunjukkan bahwa tidak semua anggota masyarakat
melecehkan perempuan, artinya, kebiasaan menghormati perempuan dan khawatir
dicela karena meremehkannya merupakan adat yang cukup berbekas di masyarakat
Jahiliyah. (465)
Imam Ja’far
Ash-Shadiq (lahir: 80-148 H, bersamaan dengan Abu Hanifah (h.9), lahir dan
besar di Madinah, juga mendirikan Universitas pertama dalam Islam, madrasah ini
menghasilkan lebih dari 4000 sarjana di berbagai bidang ilmu agama, matematika,
kimia, hingga kedokteran, salah satunya adalah , Jabir bin Hayyan/Geber/Bapak
Ilmu Kimia, ssetiap memulai pandangan ilmiahnya, ia selalu berkata, Tuanku
Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq telah mengatakan padaku…”(Muchlis Hanafi dkk.
Imam Ja’far Ash-Shadiq: Imam para Imam dan sang Pencerah Pengetahuan, 2013, h.
188-189)
Imam Abu
Hanifah dicambuk 10 kali setiap hari selama 10 hari di daerah Kanasah, Kufah,
oleh Yazid bin Umar bin Hubairah, Gubernur Bani Umayyah, ditawari sebagai
pengelola Baitul Mal dan Hakim (Muchlis M. Hanafi, Imam Abu Hanifah: Peletak
Dasar-dasar Fiqih Pendiri Mazhab Hanafi, 2013, h. 40-41)
Abu Hanifah
selalu menolak pemberian Khalifah, ia berdagang sutra, Abu Bakar ash-Shiddiq
berjualan kain katun. di tempat yang sangat besar, keuntungannya sebagian besar
untuk kepentingan perjuangan di jalan Allah,pendanaan beasiswa, sisanya untuk
kaum miskin dan lemah. Masa itu belum dikenal mencari nafkah dari ilmunya, jika
bisa mengumpulkan pekerjaan lain dengan ilmu, maka telah mengumpulkan 2
kebaikan (87-88) Menurtu Muwaffaq Al-Makki dalam Al-Manaqib, Abu Hanifah
menjadikah Sabtu khusus untuk keluarga dan tidak ke pasar,, Jumat untuk menjamu
makanan dan minuman dengan mengundang seluruh shabatnya, Minggu-Kamis: Dhuha
sampai bebrapa jam setelhanya: duduk di toko, sisanya untuk belajar dan
mengajar.(88-89) 90% keuntungan untuk sedekah, hanya menyimpan 4000 dirham tiap
tahun untuk dirinya (90), saya tidak mengambil untung dari teman (92) bangun
malam dan beribadah hingga subuh, setelah subuh hingga duha mengajar, duha
hingga duhur mengurus bisnis, duniawi, menengok orang sakit, mengantar jenazah,
Duhur ke ashar ia tidur, setelah ashar hingga malam mengajar.
Imam Abu
Hanifah selalu tampil rapi dan memakai minyak wangi, ia diketahui keluar dan
masuk dari wanginya, pakainnya seharga 30 dinar, bagus dan mahal, tidak pernah
memakai sandal/sepatu yang putus talinya, ia suka membagikan pakaian, memberi
1000 dirham kepada muridnya yang berpakaian lusuh. Ini berdasar QS. 7:32, dan
hadis Allah senang melihat bekas nikmatnya pada hambanya(82-85)
حَدَّثَنَا
رَوْحٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنِ الْفُضَيْلِ بْنِ فَضَالَةَ رَجُلٌ مِنْ قَيْسٍ
حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ الْعُطَارِدِيُّ قَالَ
خَرَجَ
عَلَيْنَا عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ وَعَلَيْهِ مِطْرَفٌ مِنْ خَزٍّ لَمْ نَرَهُ
عَلَيْهِ قَبْلَ ذَلِكَ وَلَا بَعْدَهُ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ
نِعْمَةً فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ
عَلَى خَلْقِهِ وَقَالَ رَوْحٌ بِبَغْدَادَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ
عَلَى عَبْدِهِ
(AHMAD -
19087) : Telah menceritakan pada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami
Syu'bah dari Al Fudlail bin Fadlalah seorang laki-laki dari Kabilah Qais; telah
menceritakan kepada kami Abu Raja` Al 'Utharidi dia berkata, 'Imran bin Hushain
keluar menemui kami dengan mengenakan pakaian bercorak dari sutera, kami belum
pernah melihatnya sebelum ataupun sesudahnya, lalu dia berkata; Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa telah
diberi nikmat oleh Allah, sesungguhnya Allah lebih suka tanda nikmatnya
diperlihatkan kepada makhluknya." Rauh di Baghdad berkata; "Tanda
nikmatnya lebih suka diperlihatkan kepada hambanya."
BELAJAR
DARI AHLI
Dari ragam
ilmu yang dipelajari, para sahabat pun lambat laun memiliki keahlian yang berbeda
di antara satu dengan yang lain. Nabi ﷺ pun memberi pengakuan atas keahlian yang dimiliki para
sahabatnya di bidang-bidang ilmu tertentu.
Nabi
Muhammad ﷺ
pernah bersabda:
وَأَفْرَضُهُمْ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَأَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ
أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ وَأَعْلَمُهُمْ بِالْحَلَالِ وَالْحَرَامِ مُعَاذُ بْنُ
جَبَلٍ
Dan yang
paling tahu tentang ilmu warisan adalah Zaid bin Tsabit, dan yang paling tahu
tentang ilmu bacaan Kitab Allah (Al-Qur’an) adalah Ubay bin Ka’b, dan yang
paling tahu halal dan haram (ilmu fikih) adalah Mu’adz bin Jabal (HR. Ahmad no.
13479).
Di masa
Nabi Muhammad ﷺ
jangan ditanya berapa banyak sahabat yang hafal dan ahli di bidang Al-Qur’an.
Meski demikian, Nabi Muhammad ﷺ
hanya merekomendasikan empat sahabat:
خُذُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ ـ
فَبَدَأَ بِهِ ـ وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ، وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ،
وَأُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ
Ambillah
(pelajarilah) bacaan Al-Qur’an dari empat orang: Abdullah bin Mas’ud, beliau ﷺ
menyebutnya lebih dahulu, Salim (budak yang dimerdekakan Hudzaifah), Mu’adz bin
Jabal, dan Ubay bin Ka’ab (HR. Bukhari no. 3808).
Dikisahkan
bahwa saat anak-anak seusianya sedang asyik bermain, Ibnu Abbas justru gigih
mencari ilmu dan ngaji kepada sahabat-sahabat yang lebih senior. Terkadang
beliau rela menunggu berjam-jam di luar rumah sahabat-sahabat tersebut guna
mendapatkan ilmu yang ada pada mereka.
Selain
berkat kegigihannya, Ibnu Abbas juga pernah didoakan oleh Nabi Muhammad ﷺ agar
menjadi seorang ulama ahli Al-Qur’an. Ibnu Abbas bercerita bahwa Nabi Muhammad ﷺ
pernah meletakkan tangan beliau ﷺ di atas bahunya lalu berdoa:
اللَّهُـمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
Ya Allah,
pahamkanlah dia terhadap agama dan ajarkanlah (ilmu) takwil (penafsiran
Al-Qur’an) kepadanya (HR. Ibnu Hibban no. 7055).
Di Zaman
Para Mujtahid
Standar
keilmuan juga dikenal di masa kejayaan ijtihad Islam yang melahirkan banyak
ulama besar. Kita sering mendengar bahwa saat Imam Syafii baru berusia 15 tahun
dan masih berstatus murid dari Imam Malik, Imam Syafii telah diberi izin oleh
sang guru untuk memberi fatwa.
Hal ini
menunjukkan bahwa sekalipun Imam Syafii saat itu terbilang muda belia, keilmuan
beliau sudah memenuhi standar sebagai seorang mufti (pemberi fatwa). Dan sejak
dulu, otoritas yang berhak menyeleksi serta merekomendasikan adalah guru yang
bersangkutan.
Di masa
Imam Syafii ada tiga ilmu yang beliau nilai penting untuk dikuasai:
الْعِلْمُ عِلْمَانِ عِلْمُ الْأَبْدَانِ وَعِلْمُ الْأَدْيَانِ
Ilmu itu
ada dua: ilmu untuk kesehatan tubuh (kedokteran) dan ilmu untuk menjalankan
agama (ilmu fikih) (Hilyatul Aulia 9:142).
Dalam
riwayat lain, Imam Syafii berkata:
شَيْئَانِ أَغْفَلَهُمَا النَّاسُ: النَّظَرُ فِي الطِّبِّ، وَالنَّظَرُ
فِي النُّجُومِ
Ada dua
ilmu yang dilalaikan manusia: ilmu kedokteran dan ilmu astronomi (Hilyatul
Aulia 9:136).
Singkatnya,
ilmu yang diperhatikan oleh Imam Syafii di zamannya adalah ilmu fikih,
kedokteran, dan astronomi. Nah, untuk saat ini, tentunya ada lebih banyak ilmu yang
perlu diperhatikan seperti ilmu teknik, perkapalan, kedirgantaraan, teknologi,
dsb.
Lalu
Siapakah yang Disebut Ulama?
Allah
memberi kriteria khusus dalam Al-Qur’an:
اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ
Sesungguhnya
yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (QS. Fatir
[35]:28).
Maksudnya,
orang yang berilmu dan dengan ilmunya itu membuat dirinya takut kepada Allah
dialah ulama.
Sementara
itu, dalam hadis yang sudah populer Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda:
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ
Para ulama
adalah pewaris para nabi (HR. Abu Dawud no. 3641).
KH.Achmad
Siddiq menjelaskan bahwa yang diwariskan oleh para nabi ada tiga, yaitu ibadah,
ilmu, dan akhlak. Maka kriteria ulama adalah:
1. Abid,
ahli ibadah.
2. Alim,
memiliki keilmuan yang memadai. Minimal dalam hal fikih ketika ditanya tentang
hukum, dia mampu menjawab dengan merujuk kepada mazhab yang diikutinya.
3. Arif,
yakni bijaksana dalam mengambil keputusan, tidak emosi, tidak menunjukkan
perangai buruk yang membuat orang ketakutan hingga menjauh dan sebagainya.
AHMAD
ISHOMUDDIN
Kata "ustadz" yang semula berasal dari
Bahasa Persia, lalu diserap ke dalam Bahasa Arab dengan makna "orang yang
mengetahui sesuatu ( العالم بالشيء
)", sebagaimana telah dijelaskan secara singkat oleh al-Syaikh Dahlan
al-Jampesi al-Kediri dalam Siraj al-Thalibin, sebuah kitab yang terdiri dari
dua jilid besar, masing-masingnya terdiri dari ratusan halaman, yang merupakan
syarah (komentar penjelas) atas kitab dalam disiplin ilmu tashawwuf, Minhaj
al-'Abidin, yang ditulis oleh al-Imam al-Ghazali al-Thusi (450 H. - 505 H.).
Siapa yang berjuluk "ustadz" dengan demikian seharusnya sudah pernah
malang melintang dalam dunia pencarian ilmu sehingga menjadi spesialis dalam
disiplin ilmu yang benar-benar dikuasainya. Sehingga kelak apa saja yang
disampaikannya terutama yang berkaitan dengan ajaran agama benar-benar valid
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Bukan sebagaimana ustadz
gadungan yang menyampaikan apa saja terkait ajaran agama semaunya, bebas,
mengikuti dorongan hawa nafsu demi motiv yang rendahan (duniawi) seperti
popularitas, penumpukan harta benda, dan meraih kekuasaan.[33]
Ibnu Abi al-'Awwam meriwayatkan dari al-Thahawi
dari Muhammad bin al-Hasan bin Mirdas dari Abi Bakrah al-'Aththar dari Abi
'Ashim al-Nabil, ia berkata, Ibnu al-Hudzail berkata,
من
قعد قبل وقته ذل، يعني من جعل لنفسه مجلسا خاصا لنشر العلم قبل أن يتكامل في العلم
فضحته شواهد الإمتحان وتكشف جهله بأخطائه في أجوبة المسائل. وكم من ناشئ يعتريه
الغرور فيظن بنفسه الإستغناء عن أستاذه، فيستقل بمجلس في العلم قبل أوانه ثم يعود
إلى رشده فيرجع إلى ملازمة شيخه (البدور المضية في تراجم الحنفية ج ٨ ص ١٧)
"Barangsiapa yang duduk (mengajarkan ilmu)
sebelum waktunya, ia hina, yakni siapa saja yang menjadikan untuk dirinya satu
majlis khusus untuk menyebarkan ilmu sebelum sempurna ilmunya, maka
kesalahan-kesalahannya akan diperlihatkan oleh para saksi dalam suatu ujian,
disingkapkan kedunguannya oleh beberapa kekeliruan dalam menjawab berbagai
masalah. Berapa banyak pemuda yang tertipu oleh perasaannya sendiri, ia
menyangka bahwa dirinya tidak lagi membutuhkan (ilmu, petunjuk, atau arahan)
dari gurunya, sehingga ia secara mandiri berada di majlis ilmu sebelum tiba
saatnya, kemudian ia tersadar, lalu ia kembali mengikuti guru
(syaikh)-nya."[34]
KEBODOHAN
Sayyid
Abdullah bin Alawi Al-Haddad mengatatakan:
الجَهْلُ رَأْسُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ
“Kebodohan
adalah sumber setiap kesalahan.”
Imam Ahmad
bin Hanbal meriwayatkan sebuah hadits:
عَنْ أَنَس بْن مَالِكٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يَذْهَبَ
الْعِلْمُ، وَيَظْهَرَ الْجَهْلُ، وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ، وَيَفْشُوَ الزِّنَا
Diriwayatkat
dari Anas bin Malik, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah hilangnya ilmu, munculnya
kebodohan, arak diminum dan perbuatan zina semakin merajalela”
Sesungguhnya
kebodohan adalah sumber setiap kejelekan dan dasar seluruh cobaan. (Habib Zain
bin Smith)
Kebodohan
adalah dasar setiap kejelekan dan sumber setiap bahaya. Kebodohan dan orang
yang bodoh masuk dalam hadits: “Dunia adalah sesuatu yang dilaknati, sesuatu
yang berada di dunia dilaknati kecuali dzikir kepada Allah, orang alim dan
orang yang belajar”.(Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad)
Tidak ada
musuh yang lebih berbahaya daripada kebodohan, dan setiap orang adalah musuh
dari sesuatu yang tidak ia ketahui. (Sayyidina Ali bin Abi Tholib ra)
Kebodohan
laksana api yang memberangus agamanya seseorang, sedangkan ilmu laksana air
yang memadamkan api tersebut. (Habib Ali bin Abu Bakar Asseghaf)
Ketahuilah
bahwa ilmu akan mengangkat orang yang rendah, dan kebodohan akan menghinakan
orang yang derajatnya tinggi. Barang siapa yang nasabnya mulia namun dinodai
dengan kebodohan niscaya ia akan menjadi hina, serta setingkatan dengan
orang-orang bodoh. Tidak ada kehidupan sejati kecuali bagi ahlul Ilmi, dan
tidak adak kematian sejati kecuali bagi orang-orang bodoh. (Habib Umar bin Seghaf
Asseghaf)
Allah tidak
didurhakai dengan sesuatu yang paling
maksiat daripada bodoh. (Imam Sahl At-Tasturi)
TANDA-TANDA
ULAMA
Habib Abdullah Al-Haddad, dalam kitabnya yang
sangat terkenal dan dijadikan sumber pengetahuan etika di pesantren, al-Nashaih
al- Diniyyah, menyebut sejumlah tanda/indikator karakter ulama:
فمن
علامات العالم : ان يكون خاشعا متواضعا خاءفا مشفقا من خشية الله زاهدا فى الدنيا
قانعا باليسير منها منفقا الفاضل عن حاجته مما فى يده. ناصحاً لعباد الله. رحيما
بهم أمرا بالمعروف ناهيا عن المنكر. مسارعا فى الخيرات ملا زما للعبادات . ووقار
واسع الصدر لا متكبرا ولا طامعا فى الناس ولا حريصا على الدنيا ولا جامعا للمال
ولا مانعا له عن حقه ولا فظا ولا غليظا ولا مماريا ولا مخاصما ولا قاسيا ولا ضيق
الصدر ولا مخادعا ولا غاشا ولا مقدما للاغنياء على الفقراء ولا مترددا الى
السلاطين”
"Tanda/ciri orang alim (ulama) antara lain :
pembawaannya tenang, rendah hati, selalu merasa takut kepada Allah, bersahaja,
“nrimo”, suka memberi, membimbing umat, menyayangi mereka, selalu mengajak
kepada kebaikan dan menghindari keburukan/maksiat, bersegera dalam kebaikan,
senang beribadah, lapang dada, lembut hati, tidak sombong, tidak berharap pada
pemberian orang, tidak ambisi kemegahan dan jabatan, tidak suka menumpuk-numpuk
harta, tidak keras hat/keras kepalai, tidak kasar, tidak suka pamer, tidak
memusuhi dan membenci orang, tidak picik, tidak menipu, tidak licik, tidak
mendahulukan orang kaya daripada orang miskin, dan tidak sering-sering
mengunjungi penjabat pemerintahan/penguasa”.
Jadi kalau seseorang tidak punya ciri-ciri itu,
maka tidak bisa dan tidak patut disebut ulama, dus tidak pantas masuk jadi
pengurus teras MUI.
Teman itu masih bertanya : kalau Testing,
bagaimana?. Aku bilang, mudah : baca kitab berbahasa Arab "gundul",
I'rab dan Tasripan.
Ahmad ath-Thayyib
et. al., JIHAD MELAWAN TEROR: MELURUSKAN KESALAHPAHAMAN TENTANG KHILAFAH,
TAKFIR, JIHAD, HAKIMIYAH, JAHILIYAH, DAN EKSTREMITAS. Editor: Muchlis M.
Hanafi, Penerjemah: Baba Salem. Cet. I. Tangerang: Lentera Hati, 2016.
Syeikh Ahmad Al-Thayyib
Para Syeikh kami selalu mengajarkan bahwa illat/sebab yang
membolehkan pembunuhan orang lain adalah Tindakan menyerang, bukan kekufuran
Keputusan jihad dan pelaksanaannya hanya bolehh dilakukan
oleh waly al-amri, bukan orang per orang, atau kelompok, apapun keadaannya.
Jika tidak maka masyarakat akan kacau, terjadi pertumpahan darah, kehormatan
dilanggar, dan harta orang lain dihalalkan. (xxvi)
Haram membunuh apapun agamanya QS 5:32
Mahasiswa Paling Kecil di Azhar menghafal di luar kepala,
sebuah ungkapan dalam Kitab Syarh al-Mawaqif yang ditetapkan sebagai buku
pegangan dalam materi akidah, sekaligus salah satu rujukan induk mazhab
asy’ari, yang menyatakan “Imamah tidak termasuk dalam pokok agama dan akidah
bagi kami: tetapi ia, termasuk dalam kategori cabang/furu’ (xxviii)
(Al-Jurjani, Syarh al-Mawaqif, Kairo: Bulaq, 1266 H), J. I, h. 603.
Di dalam kitab pegangan materi akidah di fakultas
ushuluddin, seorang pemuka Ahlus Sunnah mengatakan: “Tidak diperselisihkan,
bahwa pembahsan-pembahasan mengenai imamah lebih layak menjadi bagian dari ilmu
cabang. (Sa’duddin at-Taftazai, Syarh al-Maqashid, ‘Alam al-Kutub, 1409
H/1989M. fasal 4/Imamah, j.5 h. 232)
Bahwa Khilafah atau Imamah adalah persoalan cabang/furu’
sudah menjadi ketentuan dalam buku-buku Akidah Ahlus Sunnah wa Jama’ah.
Bagaimana mungkin, masalah yang tidak termasuk dalam pokok agama ini menjadi
tolok ukur antara kekafiran dan keimanan bagi anak muda kita ? Bagaimana
mungkin masalah ini menjadi fitnah yang di dalamnya darah ditumpahkan,
peradaban dihancurkan, dan citra agama yang toleran ini dirusak? (xxviii)
وَحَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ،
عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ، قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ، عَنْ
رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم " أَنَا أَوْلَى النَّاسِ بِعِيسَى ابْنِ
مَرْيَمَ فِي الأُولَى وَالآخِرَةِ " . قَالُوا كَيْفَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ " الأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلاَّتٍ وَأُمَّهَاتُهُمْ
شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ فَلَيْسَ بَيْنَنَا نَبِيٌّ " .
Aku adalah manusia yang
memiliki hubungan terdekat dengan Isa Putra Maryam, di dunia dan di
akhirat,,,Para Nabi adalah sudara seayah, ibunya banyak dan agamanya satu
(Muslim, 2365)
Muhammad Ra’fat Usman/Guru Besar Fikih Perbandingan di
Fakultas Syari’ah wa al-Qanun, Universitas Al-Azhar, dan anggota Dewan Ulama
Besar
Ulama berbeda pendapat,
siapa yang berhak dengan gelar khilafah. Sebagian ulama salaf, salah satunya
Imam Ahmad memandang makruh digunakannya gelar khalifah setelah Hasan bin Ali.
(H. 11) Berdalil hadis
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ
مَنِيعٍ، حَدَّثَنَا سُرَيْجُ بْنُ النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا حَشْرَجُ بْنُ
نُبَاتَةَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُمْهَانَ، قَالَ حَدَّثَنِي سَفِينَةُ، قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم " الْخِلاَفَةُ فِي أُمَّتِي
ثَلاَثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ " . ثُمَّ قَالَ لِي
سَفِينَةُ أَمْسِكْ خِلاَفَةَ أَبِي بَكْرٍ وَخِلاَفَةَ عُمَرَ وَخِلاَفَةَ
عُثْمَانَ . ثُمَّ قَالَ لِي أَمْسِكْ خِلاَفَةَ عَلِيٍّ . قَالَ
فَوَجَدْنَاهَا ثَلاَثِينَ سَنَةً . قَالَ سَعِيدٌ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ بَنِي
أُمَيَّةَ يَزْعُمُونَ أَنَّ الْخِلاَفَةَ فِيهِمْ . قَالَ كَذَبُوا بَنُو
الزَّرْقَاءِ بَلْ هُمْ مُلُوكٌ مِنْ شَرِّ الْمُلُوكِ
. قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَابِ عَنْ
عُمَرَ وَعَلِيٍّ قَالاَ لَمْ يَعْهَدِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فِي
الْخِلاَفَةِ شَيْئًا . وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ قَدْ رَوَاهُ غَيْرُ وَاحِدٍ
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُمْهَانَ وَلاَ نَعْرِفُهُ إِلاَّ مِنْ حَدِيثِ سَعِيدِ بْنِ
جُمْهَانَ .
Khilafah pada umatku
adalah tiga puluh tahun, dan setelah itu kerajaan. Kemudian Safinah berkata
padaku, Pegang Khilafah Abu Bakr, Umar, Usman, Ali. Safinah berkata: Kami
mendapatkannya 30 tahun. Said berkata, aku bertanya kepada Safinah, Bani
Umayyah mengaku bahwa khilafah ada di pihak mereka. Safinah menjawab: Bohong,
Bani Zarqa’, sebaliknya mereka adalah para raja, raja-raja terburuk. (Turmudzi,
2226)
Hadis ini, kalau terbukti
sahih, yang dimaksud adalah khilafah penuh, bukan khilafah secara umum
(Zainuddin Qasim, Hasyiyah ‘ala al-Musayarah, h. 144) /13
Imam Al-Baghawi, dalam
Syarh al-Sunnah: “Tidak apa, orang yang memimpin kaum muslim disebut Amirul
Mukminin atau Khalifah meskipun melanggar perilaku para imam keadilan, karena
menduduki kepemimpinan kaum mukmin dan dpatuhi oleh kaum mukmin” . “Disebut
khalifah karena menggantikan pemimpin yang lalu dan menempati posisinya. (Imam
Nawawi, Hasyiyah al-Abrar wa Syi’ar al-Akhyar, j. 7, h. 82, 83) 14
Saya katakan, tidak ada
hukum syara’ yang melarang kita untuk memberikan kepada orang yang memimpin
umat gelar apa saja yang bisa menunjukkan kepemimpinan umum, seperti presiden,
kepala negara, atau gelar lain yang menunjukkan kepemimpinan ini. 14
Orang merasa berat
menggunakan Khalifatu Khalifati Rasulillah untuk umar, akan menjadi panjang
dengan silih bergantinya pemimpin. (Ibnu Khaldun, Muqaddimah, 189) 14
Gelar Amirul Mukminin
pertama kali diucapkan oleh utusan Gubernur Irak yang diminta oleh Umar bin
Khattab, Labid bin Rabi’ah al-“amiri dan ‘Adiy bin Hatim ath-Tha’i. Di Masjid,
mereka bertemu Amr bin Ash lalu berkata: Mintakan izin untuk menghadap Amirul
Mukminin”. Amr berkata: kalian berdua, demi Allah, telah memberikan nama yang
tepat. Kita adalah kaum mukmin dan beliau adalah Amir kita”. Sejak itu menjadi
gelar resmi di masyarakat, lalu diwarisi turun temurun setelah Umar.(Ibnu
Khaldun, 189, 190) 15
Syiah memanggil Ali kw
dengan Imam untuk mengisyaratkan bahwa Ali lebih berhak memipin shalat dari Abu
Bakr, lebih berhak menjadi khalifah, Ali lebih baik dari Abu bakr, 15
Perselisihan terbesar
antarumat adalah perselisihan tentang Imamah/Khilafah, pedang tidak pernah
terhunus di dalam Islam demi sebuah prinsip agama seperti terhunusnya pedang
demi Imamah di setiap zaman (Asy-Syahrastani, Al-Milal wa an-Nihal, j. 1, h.
21) 17
Sebagian Syiah mengakui
adanya sifay-sifat bagi imam yang menyamai sifat para nabi, para imam adalah
maksum dari kesalahan dan dosa, paling banyak pahalanya, bisa mendatangkan
mukjizat, (17-18)
Salah satu sekte
Imamiyah: “Kelompok kedua dari mereka mengakui bahwa para imam lebih baik
daripada Nabi dan malaikat, dan bahwasanya tidak ada yang lebih baik daripada
imam. Ini adalah perkataan beberapa golongan dari mereka. (Al-Asy’ari, Maqalat
al-Islamiyyin, j. 1, h. 115.)
Syeikh Ali Abdurraziq:
Khilafah sesungguhnya terus menjadi bencana bagi Islam dan kaum muslim, serta
menjadi sumber keburukan dan kerusakan (Al-Islam wa Ushul al-Hukm, h. 25...)
Penilaian terhadap sistem
politik, ekonomi, atau yang lain, tidak akan sah kecuali pada saat diterapkan
secara penuh. Pada saat sebuah sistem diterapkan sesuai dengan kaidah-kaidah
dan aturan-aturannya, maka pada saat itu ia boleh dinilai, apakah diterima atau
ditolak. Sebaliknya, apabila belum diterapkan secara penuh sesuai dengan
kaidah-kaidah dan aturan-aturannya, dan pada saat yang sama terjadi penerapan
yang buruk dari orang yang diserahi tanggungjawab untuk menjalankannya, maka
tidak boleh menggeneralisasi penilaian, dengan menolak atau menyalahkannya.
Termasuk pengadilan dan khilafah (22-23)
Dalam Islam, tidak ada
yang mengharuskan penerapan sistem pemerintahan tertentu, tetapi yang wajib
adalah menyelenggaarakan negara yang melaksanakan hukum Allah, menjamin
persatuan, karena Allah melarang saling bertikai, QS 8: 46. Negara seperti itu
direpresentasikan oleh seorang kepala, apapun gelarnya, bisa jadi khilafah,
imam, amirul mukminin, presiden, atau gelar-gelar lain yang menunjukkan maksud
itu. Khilafah Rasyidah, bahkan Umar bin Abdul Aziz merupakan gambaran cerah
dari khilafah yang benar, kepemimpinan umat dalam urusan agama dan dunia,
mewakili Nabi saw. OKI. Jika ada negara yang seluruh wilayahnya bersatu, sistem
pemerintahannya berdiri di atas prinsip menjaga agama, pemimpin dipilih dengan
bebas, kebebasan berpikir dijamin, musyawarah, adil, dan tanggungjawab kepala
negara, maka negara seperti itu sudah mendekati khilafah murni, apa pun nama
yang diberikan. (29)
Muhammad Imarah/Penulis dan Pemikir, Anggota Dewan Ulama
besar Al-Azhar
Dr.Thaha Husen (1306-1393
H/1889-1973 M): Sebagian orang tertipu mengira pemerintahan Islam adalah
teokrasi yang mendapakan kedaulatannya dari Allah semata dan tidak ada peran
manusia. Ini adalah pandangan yang jauh dari kebenaran. Islam tidak merampas
kebebsan manusia, ia memberikan aakal untuk berpikir dan hati untuk berzikir,
serta mengizinkan melkukan sesuatu yang dianggap mendatangkan kebaikan,
kebenran, kemaslahatan umum dan khusus. Khilafah Islamiah adalah perjanjian
antara kaum muslim dan para khalifahnya. Semua urusan khilafah terbangun di
atas bai’at, persetujuan rakyat, kontrak yang dibangun antara pemerintah dan yang
diperintah. 39
Sistem pemerintahan Islam
bukan teokrasi Ilahi, bukan sistem absolut, bukan demokrasi yang dikenal
Yunani, bukan monarki, republik, atau kekisaran terbatas oleh Romawi. Ia adalah
sistem manusiawi, tetapi dipengaruhi oleh agama. Seorang khalifah tidak
berindak berdasarkan wahyu atau sesuatu yang menyerupai wahyu. Meskipun, ia
terikat oleh apa yang diperintahkan oleh Allah, seperti menegakkan kebenaran,
menetapkan keadilan, mendahulukan yang makruf dan menjauhi kemungkaran, serta
melawan agresi dari luar...(Thaha Husein, Al-Fitnah Al-Kubra, j.1 (Usman bin
Affan, Kairo: 1984, h. 22,25,27,32,33) 40
3 Ciri khasi Khilafah
Islamiah: 1) persatuan umat 2) Integralisasi seluruh wilayah Darul Islam 3)
Islamisasi Hukum
Dr. As.Sanhuri: Gambaran
realistik-futuristik Khilafah Islamiah
Hari ini mustahil
khilafah penuh, maka harus didirikan pemerintahan Islam tak penuh yang bersifat
sementara, tujuan utama tetap yang penuh. Akan tetapi dengan sifat yang lentur.
Apapun namanya, ada persatuan bangsa-bangsa namun tetap ada otonomi penuh
kepada setiap negara. Persatuan Islam ekstrem yang penuh dalam wadah
sentralistik dan tidak lentur sudah tidak mungkin terjadi. 49-50 (Abdurrazzaq
As-Sanhuri, Fiqh al-Khilafah wa tathwiruha litushbiha ‘ushbat umam islamiyyah:
terjemah: Dr. Nadia Abdurrazzaq as-Sanhuri; review, pengantar dan anotasi Dr.
Taufiq asy-Syawi (Kairo: 1989, h. 339, 341, 356)
Khalifah tidak berhak
mencabut hak seseorang untuk masuk surga. (51)
Imam untuk wewenang
agama, Amirul Mukminin untuk wewenang sipilnya (52)
Tidak terikat mengikuti
mazhab yang ada dalm buku, Ia sebagai mujtahid, harus menyepakati ijma’
mujtahid.Ijma’ mujtahid adalah sumber hukum syariat.
Melahirkan satu lembaga
menyerupai Liga Umat Islam, bisa dianggap Hai’ah Khilafah (badan Kekhilafahan),
53 Sanhuri adalah faqih dalam syariat Islam dan bapak hukum sipil, penyusun
unsur-unsur pokok hukum dan konstitusi beberapa negara arab. Para gurunya dari
abad 20 menjulukinya Imam ke Lima karena penguasaannya (Abdurrazzaq as-Sanhuri,
Al-Din wa ad-Daulah fi al-Islam, Majalah Hai’ah Qadhaya ad-Daulah, edisi Juni
tahun 1989 M. H. 107-108)
Khilafah harus didahului kebangkitan ekonomi,
bahasa, dan hukm sebelum ikatan politik. Menyatukan logat yang berbeda,
perjanjian dagang, penyatuan cukai, kebangkitan Ilmu Islam. 54-55. (Dr. Nadia
Abdurrazzaq as-Sanhuri, Dr. Taufiq asy-Syawi, Abdurrazzaq as-Sanhuri min
Khilali auraqihi asy-Syakhsyiyah. Kairo: 1408 H/1988M. H. 122-123)
M. Imarah: Jika OKI diaktifakn dengan manajemen dan
kemauan bisa dijadikan alat fase persiapan khilafah islamiah dalam balutan baju
barunya. 56 (Ihya’ Khilafah Islamiyah: Haqiqah am Khayal, Kairo: Maktabah
asy-Syuruq ad-dauliyah, 1425 H/2005 M)
Abdullah
Mabruk an-Najjar/Anggota Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, Al-Azhar: Guru Besar
Fakultas Syariah, Mantan Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah, Universitas Al-Azhar
Sejak runtuhnya Khilfah Usmaniyah Turki, mendirikan
khilafah sudah tidak lagi wajib karena sebab yang menuntut untukitu sudah tidak
ada. Sementara penugasan dari Allah tidak berlaku tanpa kemampuan QS. 2:286.
73-74
Sesuai tabiatnya, manusia, gagal setelah sukses ,
mearatapi kesuksesannya yang indah. Akan tetapi bisa juga menjadi kekuatan
akumulatif untuk mendorong menciptakan
masa lalu yang jaya (78)
Pilihan yang dua-duanya pahit: Menerima realita dan
mengubur khilafah, menolak realita dan bertekad membangkitkan khilafah. Yang
kedua mustahil. Apbila sejumlah negara bertekad mengembalikan khilafah, tidak
mungkin mufakat dari seluruh negara Islam bahkan negara arab sekali pun. 85
Khilafah bisa diqadha’ diganti: Persatuan Islam dam
pertimbangan nasionalisme. Pribadi negara sebagai badan hukum, dalam hal ini,
bisa dianggap sebagai pengganti pribadi alamiah dalam Khilafah Islamiah. 86
Persatuan adalah ganti dari perpecahan yang haram,
sedangkan menampik perkaara haram adalah wajib. 87.
OKI menjadi penghimpun potensi2 Islam dan kekayaan
negara2 Islam. Untuk persatuan ekonomi dan pertahanan, melindungi hak0hak
Islam. Dan penghormatan untuk tiap negara. 88.
Menhormati kedaulatn atas wilayah tiap negara. Dalil
مَنِ اقْتَطَعَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقَهُ
اللَّهُ إِيَّاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ " .
Barangsiapa yang
mengambil sejengkal tanah (orang lain) secara zalim, maka akan dikalungi pada
hari kiamat kelak dengan yujuh bumi.(Muslim, 1610)
Perampasan tanah tidak
dibolehkan oleh Allah, baik milik pribadi maupun negara, harus kerelaan. Ini
menunjukkan bahwa menguasai harta orang lain, bergerak maupun tidak, tidak
dibolehkan, ini disepakati oleh semua ulama, salah dan khalaf. Ketentuan yang
sama untuk tanah dan batas negara. Jika ada negara, kelompok atau oraganisasi
yang mengerang kesepakatan atas batas-batas negara, maka itu adalah pelanggaran
atas janji internasional.89-91
Dalil
Hal. 90
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ
إِلَّا بِطِيبِ نَفْسِهِ
Tidak halal harta seorang muslim
(bagi muslim lain) kecuali dengan kerelaan hatinya (HR. al-Daruquthni dari Anas
bin Malik, no. 2885)
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ
وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ
هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فَأَعَادَهَا مِرَارًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ
اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهَا لَوَصِيَّتُهُ إِلَى
أُمَّتِهِ فَلْيُبْلِغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا
يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
"Sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian dan
kehormatan kalian, haram atas kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini di negeri
kalian ini dan pada bulan kalian ini". Beliau mengulang kalimatnya ini
berulang-ulang lalu setelah itu Beliau mengangkat kepalanya seraya berkata:
"Ya Allah, apakah aku sudah sampaikan?, Ya Allah, apakah aku sudah
sampaikan?. Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma berkata: "Maka demi Dzat yang
jiwaku berada di tanganNya, sungguh itu suatu wasiat Beliau untuk ummatnya.
(Sabda Beliau selanjutnya): "Maka hendaklah yang menyaksikan
menyampaikannya kepada yang tidak hadir, dan janganlah kalian kembali menjadi
kafir sepeninggalku, kalian saling memukul tengkuk kalian satu sama lain
(saling membunuh) ". (Bukhari 1623)
Pelanggaran janji. QS. 16:91, 5:1
Payung international adalah komitmen religious untuk
mengatur hub. Internasional.(92-93)
Jika tidak bisa tujuan khilafah penuh, maka yang
kemungkinan terdekat, kaidah fikih, tidak dapat semua, tidak tinbgalkan semua.
Konsep darul Islam dan Darul ‘ahdi sudah tidak bisa ditampung fikih
kontemporer.93
Piagam madinah adalah piagam internasional tertua
dalam sejarah umat manusia. Sebab yang
mendorong pertikaian bersenjata dalam hukum Islam adalah dihalanginya dakwah
Islam. Ini sudah tidak ada, sekarang sudah ada HAM (94)
Setiap muslim saat ini sudah bebas melaksanakan
agamanya, tanpa ada halanghan, kalaupun ada, sedikit, dan tidak bisa dijadikan
patokan.(95)
Inilah pemikiran Khilafah Islamiah dengan pendekatan
fikih kontemporer, bukan keadaannya di masa lalu. 96.
Syeikh Ahmad Al-Thayyib
Fenomena
pengafiran pihak yang berbeda pendapat bukan hal yang baru, fiqihnya juga tidak.
Kita sudah memperlajari bagaimana kemunculan khawarij.(98)
Kelompok
takfiri yang mengkafirkan pihak yang berbeda pendapat dengannya -dan dampaknya
menghalalkan darah- terjerumus dalam bencana ini akibat penyimpangan dalam
konsep akidah dan fikih. Konsep hubungan iman kepada Allah sebagai pokok dan
perbuatan sebagai cabang. (98-99)
Kelompok
takfiri tersesat Ketika berpegang pada beberapa makna lahiriah teks dan
mengabaikan beberapa makna lahiriah teks lain yang bertentangan dengan apa yang
mereka pahami. (99)
Kelompok
pengafiran muncul pada tahun 1967 di dalam penjara-penjara sebagai akibat dari
politik kekerasan dan penyiksaan yang dialami oleh para pemuda yang berafiliasi
kepada sejumlah Gerakan Islam tertentu. Ketika dimintai dukungan kepada pemerintah,
Sebagian besar setuju dan yang Sebagian kecil menolak, lalu menganggap mereka
bersikap lemah dalam beragama. Kemudian, mereka membuat jamaah sendiri Ketika
shalat, mengkafirkan teman-temannya karena mendukung pemerintah yang kafir,
begitupun dengan masyarakat yang dan seluruh anggotanya karena mendukung
pemerintah yang kafir. Tidak ada jalan lain kecuali bergabung dengan mereka dan
membai’at imam mereka. 99-100 (Salim al-Bahnasawi, al-Hukmu wa Qadhiyat
al-Takfir, Kairo: Dar al-Anshar, 1977 M/1397H, h. 24-25)
Fenomena
neo-pengafiran tahun 1967 muncul di tangan para pemuda yang belum memiliki
keahlian ilmiah dan intelektual untuk memahami ajaran Islam, selain semangat
dan reaksi sembrono, serta balas dendam dari seorang lemah dan tertindas kepada
seorang algojo lalim. Maka, hanya pengafiranlah redaksi yang paling ideal dan
paling cepat untuk mengungkapkan realitas pahit mereka. (100-101)
Sebagian
pendukung Gerakan ini menganggap pengafiran sebagai pemikiran krisis, bukan
sebuah metode dalam Gerakan Islam, Sebagian lainnya menganggap ini metode
Gerakan Islam. 101. (Mu’taz al-Khatib, Sayyid Quthub wa at-takfir: Azmat afkar
am musykilat qira’ah, Kairo: Maktabah Madbuli, 2009, h. 44.)
Kendati
demikian, ada yang berpendapat bahwa paham pengafiran di zaman modern ini tidak
lahir di tangan para pemuda yang mengafirkan penguasa dan masyarakat dari
penjara-penjara mereka. Tapi, mereka
lahir pada 1968 di penjara juga, di tangan kelompok yang menamakan diri Jama'at
al-Muslimin, yang kemudian terkenal dengan nama Jama'at at-Takfir wa al-Hijrah,
lalu memengaruhi banyak oraganisasi Islam lain setelah itu. 101
Namun,
penjara bukan satu-satunya sebab kembali paham takfiri di zaman modern ini.
Menurut Syekh ath-Thayyib, ada sebab lain yang mendorong orang untuk
mengafirkan orang lain, yaitu adanya warisan pemikiran ekstrem dan radikal
dalam pemikiran Islam. 102. Warisan pemikiran Khawarij yang diwanti-wanti oleh
Nabi saw. Agar ditolak oleh mayoritas umat Islam dulu dan sekarang.
Pada
zaman Nabi Muhammad, setelah perang Hunain, umat Islam mendapat harta rampasan
(ghanimah) yang banyak. Dapat sapi, unta, kemudian dibagi-bagi di Ja’ronah.
Namun, baru kali ini Nabi membaginya secara aneh, para sahabat Nabi yang senior
tidak mendapat bagian. Hanya para muallaf (orang yang baru masuk Islam) yang
mendapatkannya. Pembagian yang dilakukan
Nabi tersebut, meski tidak dipahami sahabat, mereka memilih diam karena semua
tahu itu perintah Allah subhanahu wata'ala. Nabi selalu dibimbing wahyu dalam
tindakannya.
Namun, tak dinyana, ada orang yang maju ke
depan melakukan protes. Sahabat tersebut, perawakannya kurus, jenggot panjang,
jidatnya hitam, namanya Dzil Khuwaisir.
فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ
“Wahai Rasulullah berlaku adillah”.[
Hadis Riwayat Bukhari VI/617, No. 3610, VIII/97, No. 4351, Muslim II/743-744
No. 1064, Ahmad III/4, 5, 33, 224]
“I’dil (berlaku adillah) ya Muhammad,
bagi-bagi yang adil Muhammad,”
begitu
kira-kira protesnya.
“Celakalah kamu. Yang saya lakukan itu
diperintahkan Allah,” tegas Nabi Muhammad.
Orang itu kemudian pergi.
Nabi
Muhammad mengatakan, nanti dari umatku ada orang seperti itu. Dia bisa membaca
Al-Qur’an, tapi tidak tidak paham. Hanya di bibir dan tenggorokan. “Saya tidak termasuk mereka. Mereka tidak
termasuk saya,” ungkap Nabi Muhammad.
Tahun 40 H Sayiydina Ali bi Abi Thalib dibunuh
bukan oleh orang kafir, melainkan orang Muslim, namanya Abdurrahman bin Muljam
At-Tamimi, dari suku Tamimi. Pembunuh itu ahli tahajud, puasa, dan penghafal
Al-Qur’an. Ali dibunuh karena dianggap
kafir. Pasalnya Ali dalam menjalankan pemerintahannya tidak dengan hukum Islam,
tapi hukum musyawarah. Sang pembunuh menggunakan ayat Waman lam yahkum bi ma
anzalallahu fahuwa kafirun sebagai sandaran perbuatannya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يَخْرُجُ
نَاسٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ
تَرَاقِيَهُمْ ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ
الرَّمِيَّةِ ، ثُمَّ لاَ يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِهِ
“Akan
keluar manusia dari arah timur dan membaca Al-Qur’an namun tidak melewati
kerongkongan mereka. Mereka melesat keluar dari agama sebagaimana halnya anak
panah yang melesat dari busurnya. Mereka tidak akan kembali kepadanya hingga
anak panah kembali ke busurnya.” (HR. Bukhari)
Dalam
hadits riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dari kelompok orang ini
(orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An-Najdi), akan muncul
nanti orang-orang yang pandai membaca Al-Qur`an tetapi tidak sampai melewati
kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan
para penyembah berhala; mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur
dari busurnya. Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka
seperti musnahnya kaum ‘Ad.” (HR Muslim
1762)
Letak
perbedaan akidah kaum takfiri dan akidah kaum muslim kebanyakan adalah
kebanyakan dalam tema pembahasan Iman dan Islam, antara perbuatan dan esensi
Iman. 102-103
Seorang
mukmin tetap beriman meskipun teledor dalam melakukan ketaatan, atau berbuat
maksiat dan keburukan. Apapun keadaannya, dia tidak boleh dinyatakan kafir
Selma masih menyimpan keyakinan di dalam hati yeng merupakan hakikan iman.104
Ini
juga yang membedakan akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang mencakup Asy’ari,
Maturidi, dan Ahli Hadis, dengan Muktazilah yang menganggap pendosa besar
sebagai fasiq, bukan mukmin, bukan kafir, di manzilah bayna al-manzilatain.
104-105
Kelompok
takfiri memiliki pemikiran ekstrem tentang iman, bahwa mazhab yang benar adalah
yang menjadikan iman sebagai campuran keyakinan dan amal. Sementara keyakinan
dan kepercayaan di dalam hati saja tidak cukup. Ini disebarkan mati-matian
melalui pengajian, tulisan, karangan dan saluran-saluran televisi untuk
ditanamkan ke dalam pikiran para pemuda.105.
Seandainya
mereka berhenti pada batas melontarkan mazhab mereka sebagai salah satu
pandangan di antara pandangan lainnya, maka urusannya ringan dan gampang. Akan
tetapi, mereka malah berusaha mempromosikan mazhab mereka sebagai satu-satunya
kebenaran, tidak ada kebenaran lain selainnya. Mazhab Asy’ari adalah mazhab
sesat dan menyimpang dan tidak mewakili hakikat Islam. 105.
Lebih
dari 90% muslim adalah Asy’ari dan meyakini bahwa Iman itu di dalam hati, amal
perbuatan bisa menambah dan mengurangi, tetapi tidak menghilangkan atau
mengurangi pokoknya. 105-106.
Kaidah
emas Asy’ari: Tidak ada yang mengeluarkanmu dari iman kecuali apa yang
memasukkanmu ke dalamnya. 106
Iman
tetap ada dalam hati pendosa besar
Berdalil
QS.
49:9 pembunuh,
8:
5-6 Sahabat yang enggan berjihad, 9:38
16:106
dipaksa murtad
61:2-3
perbuatan tak sesuai perkataan
Pelaku
dosa besar adalah mukmin dan tidak boleh dikafirkan, kecuali jika dosa musyrik
dan mengingkari unsur agama yang sudah pasti diketahui. Ia kafir karena
pengingkarannya. 109
Mazhab
Asy’ari tidak menutup harapan pendsa besar untuk mendapat ampunan Allah.
Mencermikan kemudahan agama dan sikap saying kepada pengikutnya. 109 Semua
manusia berpotensi salah, hadis semua anak cucu adam adalah pendosa
“Manusia
berselisih setelah Nabi mereka dalam banyak hal, dimana mereka saling
menganggap sesat satu sama lain dan memutus hubungan satu sama lain, hingga
menjadi sekte-sekte yang berbeda dan kelompok-kelompok yang terpecah-pecah,
hanya saja mereka masih dihipun oleh Islam. 110 (Imam Al-Asy’ari, Maqalaat
al-Islamiyyin wa ikhtilaaf al-Mushalliin, hal. 1-2)
Dalam
Mazhab Asy’ari, pengafiran bukan wewenang seseorang, badan, jamaah, atau
organisasi, ia adalah kategori syara’ yang memiliki aturan, syarat, dan tidak
adanya penghalang, sehingga wilayahnya sangat sempit. Itupun masih batal jika
ada unsur keraguan. Wewenangnya ada pada pengadilan dan ulil amri, sehingga
tidak ada yang dengan mudah mengatakannya kecuali orang bodoh. 111-112
“Kesalahan
membiarkan 1000 orang kafir lebih ringan daripada salah menumpahkan darah 1
orang muslim” (Imam Al-Ghazali, Al-Iqtishad fi al-I’tiqad, Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 1424 H/2004 M, h. 135)
Imam
Muhammad Abduh: “Jika sebuah ucapan mengandung 100 sisi kekafiran dan 1 sisi
keimanan, maka harus dipahami dari sisi keimanan, bukan kekafiran” 112 (Muhammad Imarah, Imam Syeikh Muhammad
Abduh: al-A’maal al-Kāmilah, Dār al-Syuruūq, 1414 H/1993 M), j. 3, h.
302.
Abdul Fattah Abdul Ghani
al-‘Awari/Dekan Fakultas Ushuluddin Kairo
Hakimiya:
semua hukum dalam syariat Islam yang berlaku bagi semua mukallaf bersumber dari
Allah, tidak yang lainnya. 120
QS.
12:40 Semua keputusan hanya milik Allah. Artinya, pembatalan atas sangkaan
telah dilakukan Tuhan-tuhan mereka. 122
Maksudnya,
keputusan hukum terkait dengan akidah, ibadah, muamalah, serta sah atau
tidaknya hanya milik Allah semata, karena dia adalah Pencipta segala sesuatu
dan Maha Tahu terhadap segala sesuatu. 122 (Muhammad Sayyid Thanthawi,
al-Tafsir al-Wasith, j. VII, h. 363.
Ragam
Hakimiyah: 121-126
Hukum
syariat : 12: 40, 5:1, 20:123-124
Hukum
Alam: 13:41, 18:26
Hukum
di Akhirat: 6:62, 39:46
Boleh
menyandarkan Hakimiyah pada manusia,
4:
105 menghukumi manusia sesuai dengan apa yang diajarkan kepadamu
5:
95 Penunjukan 2 orang laki-laki untuk menjadi hakim berkenaan dengan denda
Tindakan membunuh binatang buruan saat menjalankan badah haji
4:35
Hakim untuk menyelesaikan perseleisihan suami istri
2:
188 Manusia dijuluki sebagai hakim
Hakim
Allah dengan hakim manusia tidak bertentangan, memiliki makna yang berbeda. 128
Istilah
hakimiyah, pada abad 14 H. Pertama kali oleh Abu A’la Al-Maududi, lalu disusul
Sayyid Qutub. Dengan perteian, Hakimiyah hanya Allah, tidak boleh mansuia. 129
Kewenangan
menetapkan hukum hanya milik Allah yang merupakan salah sifat khas
Uluhiyah-Nya. Sehingga, siapa yang mengaku mempunyai hak itu, berarti ia
menyangi Allah. dan siapa yang menyainginya dalam sifat paling khusus itu dan
mengaku memilikinya, makai a telah kafir dengan kekafiran yang nyata. Kekafiran
dalam kategori mengingkari unsur agama yang sudah pasti diketahui. Dia tidak
harus mengatakan perkataan firaun bahwa akulah tuhan yang paling tinggi 79:24.
Walau dengan sekedar mengenyampingkan syariat Allah dari Hkimiyah dan mengambil
undang-undang dari sumber lain. 131-132. Sayyid Quthub, Fi Zhilal al-Qur’an. J.
IV, h. 1990.
Dengan
berdasark, ayat 5: 44 mereka menganggap hakimiah bagian dari inti agama.
135.
Hal ini salah karena terus memperhadapakn jalan Tuhan dengan jalan manusia sehingga
pintu Ijtihad tertutup bagi orang-orang yang dalam ilmiunya. Bagaimana mungkin
sedangkan teks-teks agama memerintahkan berpikir dan mengamati.
Hadis
Muaz bin Jabal ketika akan diutus ke Yaman.
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ أَبِي
عَوْنٍ، عَنِ الْحَارِثِ بْنِ عَمْرِو بْنِ أَخِي الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ،
عَنْ أُنَاسٍ، مِنْ أَهْلِ حِمْصَ مِنْ أَصْحَابِ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لَمَّا أَرَادَ أَنْ يَبْعَثَ مُعَاذًا إِلَى
الْيَمَنِ قَالَ " كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ " .
قَالَ أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ . قَالَ " فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي
كِتَابِ اللَّهِ " . قَالَ فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم . قَالَ " فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله
عليه وسلم وَلاَ فِي كِتَابِ اللَّهِ " . قَالَ أَجْتَهِدُ رَأْيِي وَلاَ
آلُو . فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَدْرَهُ وَقَالَ "
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ
اللَّهِ "
...Muadz menjawab: saya akan berijtihad dengan
pendapatku dan tidak akan teledor dalam ijtihad. Rasulullah saw. menepuk dada
Muadz sebmabri bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik
kepada utusan Rasulullah untuk melakukan sesuatu yang uat Rasulullah ridha.
(HARI. Abu Daud 3592)
Melontarkan ide hakimiyah berarti
memperalat agama untuk mencapai kekuasaan dan memindahkan perselisihan politik
ke perselisihan agama yang membolehkan tindakan memalsukan keasadaran umat dan
membiusnya demi menduduki kursi kekuasaan.137
Pernyataan mereka bahawa
kekuasaan di tangan manusia adalah kekafiran bertentangan dengan prinsip ajaran
Islam bahwa masyaraktlah yang mengawasi penguasa muslim. Mereka yang mengangkat
dan memecatnya. Ini jelas dalam pidato Abu Bakr ra.
Selanjutnya, wahai manusia Aku
sungguh telah ditunjuk untuk memimpin kalian sedang aku bukan orang yang
terbaik di antara kalain. Jika berlaku baik, maka bantulah aku, dan jika
berbuat buruk, maka luruskanlah aku.137-138. Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah.
J. VI, h. 301.
Dalam kemaslahatan neagara, ada
yang memerlukan legislami yang belum dicakup dalam teks al-Qur’an dan Sunnah.
Setelah Q dan S ada Ijma’, Qiyas, Istihsan, Mahalih Mursalah, konvensi,
Istishab, syariat sebelum kita. 138
Pengafiran berdasarkan surah
Al-Maidah, Dalam prinsip akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, (Asyari) tolok ukur
keimanan adala kepecayaan dalam hati, pengucapan dan dengan lisan dan perbuatan
tidak termasuk rukunnya. Selain pandangan mayoritas umat ini, adlah pandangan
khwarij yang mengkafirkan orang Muslim yang tidak menetapkan hukum dengan apa
yang diturunkan Allah. 139
Fakhruddin Al-Razi mengatakan:
Khawarij berkata bahwa setiap yang bermaksiat adalah kafir. Ini bertentangan
dengan mayoritas Imam.
Ketika menafsirkan ayat Al-Maidah:
Orang khawarij berkata bahwa ayat ini adalah dalil tersurat bahwa setiap orang
yang menetapkan hukum dengan apa yang tidak diturunkan Allah adalah kafir. 139.
Menurut Al-Razi, ada beberapa bantahan tentang ayat
ini, namun salah
Pertama, ayat ini turun khusus untuk Yahudi. Ini lemah
karena yang diperpegangi adalah keumuman lafal, bukan kekhususan sebab. Kata
man bermakna umum
Kedua, Atha’, yang dimaksud adalah kekufuran yang
lebih rendah dari kekafiran. Thawus: Bukan kekafiran yang mengeluarkan seseorang
dari agama. Pendapat ini seakan bermakna kufur nikmat. Ini lemah, karena
istilah kafir yang dicupakan mutlak tanpa keterangan tambahan maka maknanya
tertuju pada kufur agama.
Ketiga, Ibn AL-Anbari: Perbuatan itu menyamai
perbuatan orang kafir sehingga ia serupa dengan orang kafir. Ini lemah karena
mengesampingkan makna lahir.
Keemapt, Abdul Aziz bin Yahya Al-Kannani: Menyalahi
semua hukum Allah. Ini lemah, karena ayat ini disepakati oleh semua mufasir,
turun karena penolakan Yahudi atas hukum rajam.
Adapun yang benar adalah pendapat Ikrimah, Ayat ini
mencakup orang yang ingkar dengan hati dan lisan. Sedangkan yang menerima di
hati dan lisan bahwa ini berasal dari Allah, namun melaksanakan yang selainnya,
makai a masih dianggap berhukum dengan hukum Allah. Akan tetapi, dia
meninggalkannya. Wallahu A’lam. 140-142. AL-Razi, Al-Tafsir Al-Kabir, j. XII,
h. 6.
Dalam akidah Ahlussunnah, mati dan dosanya belum
ditaubatkan, maka urusannya dierahkan pada Allah. “Barangsiapa mat dan tidak
bertaubat atas dosanya maka urusannya diserahkan kepada Tuhannya” 142-143.
Jauharat al-Tauhid, h. 19.
Mengesampingkan Hukum Allah tidak menjadikan kafir,
sebagaimana petunjuk Rasulullah saw. Kepada Hudzaifah bin Al-Yaman.
يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ
يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ
الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ " . قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ " تَسْمَعُ وَتُطِيعُ
لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ "
.
Setelahku, akan ada
pemimpin-pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak menjalankan
sunnahku, serta akan berkuasa di klangan mereka, orang2 yang hatinya hati setan
di dalam tubuh manusia. Hudzaiahb bertanya, Apa yang harus aku lakukan wahai
Rasulullah jika aku mengalami hal itu? Beliau menjawab: Kamu harus mendengar
dan patuh pada pemimpin, kendati pun punggungmu di[ukul dan hartamu dirampas.
Dengarlah dan patuhilah. (HARI. Muslim 1847) 143-144
Ayat ini turun sebagaimana
dalam hadis Muslim, berkenaan dengan peristiwa perzinaan yang terjadi di
kalangan Yahudi. Lalu mereka mengubah hukum Allah terkait dengan hal itu, yakni
rajam, yang telah diturunkan oleh Allah dalam kitab Taurat. Waktu itu, mereka
ingin agar Nabi saw. menetapkan sanksi lain 144
مُرَّ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِيَهُودِيٍّ
مُحَمَّمًا مَجْلُودًا فَدَعَاهُمْ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ " هَكَذَا
تَجِدُونَ حَدَّ الزَّانِي فِي كِتَابِكُمْ " . قَالُوا نَعَمْ .
فَدَعَا رَجُلاً مِنْ عُلَمَائِهِمْ فَقَالَ " أَنْشُدُكَ بِاللَّهِ
الَّذِي أَنْزَلَ التَّوْرَاةَ عَلَى مُوسَى أَهَكَذَا تَجِدُونَ حَدَّ الزَّانِي
فِي كِتَابِكُمْ " . قَالَ لاَ وَلَوْلاَ أَنَّكَ نَشَدْتَنِي بِهَذَا
لَمْ أُخْبِرْكَ نَجِدُهُ الرَّجْمَ وَلَكِنَّهُ كَثُرَ فِي أَشْرَافِنَا فَكُنَّا
إِذَا أَخَذْنَا الشَّرِيفَ تَرَكْنَاهُ وَإِذَا أَخَذْنَا الضَّعِيفَ أَقَمْنَا
عَلَيْهِ الْحَدَّ قُلْنَا تَعَالَوْا فَلْنَجْتَمِعْ عَلَى شَىْءٍ نُقِيمُهُ
عَلَى الشَّرِيفِ وَالْوَضِيعِ فَجَعَلْنَا التَّحْمِيمَ وَالْجَلْدَ مَكَانَ
الرَّجْمِ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم " اللَّهُمَّ
إِنِّي أَوَّلُ مَنْ أَحْيَا أَمْرَكَ إِذْ أَمَاتُوهُ " . فَأَمَرَ بِهِ
فَرُجِمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لاَ
يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ} إِلَى قَوْلِهِ { إِنْ
أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ} يَقُولُ ائْتُوا مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم
فَإِنْ أَمَرَكُمْ بِالتَّحْمِيمِ وَالْجَلْدِ فَخُذُوهُ وَإِنْ أَفْتَاكُمْ
بِالرَّجْمِ فَاحْذَرُوا . فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى { وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ
بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ} { وَمَنْ لَمْ
يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ} { وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ} فِي
الْكُفَّارِ كُلُّهَا .
Adapun konteks ayat. Surah AL-Maidah inni seluruh
pembiccaraan menyangkut Yahudi, semikian juga dengan ayat sebelum (41-43) dan
sesudahnya (45-46). H. 148
Ayat tersebut berbicara tentang orang Yahudi, dimana
Allah telah menetapkan bahwa mereka kafir karena menolak hukuma Allah berupa
rajam bagi pezina yang tersebut dalam Taurat dan membuat hukuman sendiri
berdasarkan hawa nafsu mereka.(mencoreng wajah dengan jegala dan mencambuk) 151
Selain kelompok yang mengatakan ini bisa berlku bagi
non Yahudi karena keumuman lafal, bukan kekhususan sebab, ada juga kelompok
yang berkata bahwa untuk non Yahudi, dalilnya bukan dari ini atau dengan cara
qiyas 152
Terlepas dari semua itu, ayat ini bukan penjelasan
tersurat mengenai pengafiran kaum Muslim yang tidak menetapkan hukum dengan apa
yang telah diturunkan oleh Allah, sehingga tidak layak dijadikan dalil. Jika
dalil dirasuki kemungkinan, maka kehujjahannya gugur. Maksudnya, tidak sah
untuk dijadikan argumen yang memberatkan tertuduh, yang disini berupa penetapan
kekafiran seorang muslim jika tidak menetapkan hukum Allah.Dalil zhanni tidak
diterima dalam perkara akidah, baik untuk menetapkan atau menegasikan. 152 (Bayān linnās min al-Azhar asy-Syarīf, Vol. I, h. 164-166.
Muhammad
Salim Abu ‘Ashi/Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah Universitas Al-Azhar
Jihad adalah mengerahkan tenaga dengan berbagai
bentuknya untuk meninggikan kalimat Allah dan mneyebarkan agama yang benar
kepada umat manusia. 153
Jihad dalam Islam adalah pohon. Dahannya adalah
dialog, ajakan secara bijaksana dan nasihat yang baik guna menyampaikan hakikat
Islam yang benar kepada akal budi. Jihad perang adalah cabang dari jihad
dakwah, layaknya ranting dari dahan. Berdalil QS. 25: 52
Jihadi bihi disini adalah Alquran. Maka firman ini
adlah perintah tegas untuk jihad dakwah kepada orang kafir saat masih di Mekkah
sebelum perang diwajibkan. Demikian juga di QS. 16:110. Jadi, Jihad dalam ayat
periode Mekkah adalah dialog. 154-155
Jihad perang diundangkan di Madinah karena 2 sebab:
Mempertahankan negara baru dan melindunginya, dan menlindungi kebebsan dakwah.
Tidak diundangkan di Mekkah bukan karena umat muslim lemah, tapi karena tidak
ada sesuatu yang ingin dibela dengan perang. Atas dasar ini, DI dalam Islam,
tidak ada perang untuk memaksa memeluk Isalm.155
Tidak ada paksaan dalam memeluk agama, karena agama
itu di hati. 156
Jihad perang untuk menangkis agresi, bukan
menghilangkan kekafiran. 156
Diundangkannya jihad perang tidak menghilangkan
jihad dakwah dengan bijaksana dan nasihat baik. Sebaliknya, dakwah kepada Allah
masih merupakan kunci permanen bagi jenis2 lain dari jihad. 156
Jihad dakwah masuk dalam ketentuan tabligh
(penyebaran agama), sedangkan jihad perang ada dalam ketentuan Siyasah
Syar’iyyah (pemerintahan agama). Dakwah untuk persuasi, Perang untuk mencegah
agresi. 156-157
"أُمِرْتُ
أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ؛
فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إلَّا
بِحَقِّ الْإِسْلَامِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى" .
[رَوَاهُ
الْبُخَارِيُّ
Uqatilu berasal dari wazan ufa’ilu yang menuntut
keikutsertaan kedua belah pihak akan melaksanakan pekerjaan itu. Sedangkan
aqtulu berarti memburu orang -orang di kampung halaman mereka hingga memeluk
Islam. Dengan demikian, arti hadis itu adalah “aku membalas tindak penyerangan
orang lain dengan Tindakan sejenis. Imam Baihaqi: menukil Imam Syafi’i:
al-qatlu/membunuh berbeda dengan al-qital/memerangi. Sesorang bisa jadi
diperangi tapi tidak boleh dibunuh. Ibnu Hajr, Fathul Bari, I/76. 159.
Tidak ada perang yang terjadi dalam hidup
Rasulullah saw. Yang dimuali dengan menyerang lebih dahulu. 161.
Perang Khaibar:Telah dating berita meyakinkan bahwa
Yahudi Khaibar sedang menuyusn rencan dengan suku Gathafan untuk menyerang kaum
muslim. OKI, beliau langsung memotong jalan antara Gathafan dan Khaibar lalu ke
Khaibar
Perang Mu’tah: pihak lawan telah membunuh utusan
Rasulullah saw., Harits bin ‘Umair Al-Azdi dan merencanakan menyerang muslimin.
Perang Tabuk: Informasi dari pedagang Nabat bahwa
orang Romawi berencana memerangi kaum muslim. 161
Penaklukan Syam dan Msir, diarahkan kepada penguasa
Romawi lalim yang telah menupahkan darah orang2 Mesir dan Syam, Ketika kaum
muslim dating, mereka disamut oleh warga kedua wilayah itu, pasukan muslim
masuk tanpa peperangan. Mereka tidak dipaksa masuk Islam. Buktinya, jika itu
terjadi, tentu tidak akan tersiksa satu orang Kristen pun di Mesir hari ini.
161-162. Piagam mAdinah Muslim hidup berdampingan dengan non Muslim. Ibnu
Zanjawih, Al-Amwal, Vol. II/466, Ibnu Hisyam, Sirah. I/501, Ibnu Katsir,
al-Bidayah wa al-Nihayah, IV/555
Damaskus: Mayoritas masuk Islam, sisanya dalam
perlindungan Islam, lalu berangsur masuk Islam denhgan sukarela. Bahkan, yang
tetap Nasrani mereka masuk ke gereja untuk berdoa kepada Allah agar memenangkan
kaum Muslim Ketika orang Kristen Romawi berusaha untuk menguasai Damaskus
kembali.
Fakta yang disepakati penliti, Ketika dikuasai
Islam selama 8 abad, Andalusia menjadi pusat budaya dan Ilmu yang sangat
penting di bawah panji Islam. 164
Aturan perang Islam mendahului aturan dunia modern. Pesan Rasulullah saw. kepada panglimanya
اغْزُوا
وَ لاَ تَغُلُّوا وَلاَ تَغْدِرُوا وَلاَ تَمْثُلُوا وَلاَ تَقْتُلُوا وَلِيدًا...
Perangilah, dan jangan
mengambil harta rampasan sebelum dibagi, jangan pula berkhianat, memutilasi
musuh, dan memunuh anak kecil. (HARI. Muslim 1731)
Abdull
Hayyi ‘Izb Abdul ‘Al/Rektor Universitas Al-Azhar
Tatharruf adalah ghuluw dan tasyaddud yang
diperingatkan oleh Islam agar dihindari
Ghuluw dan tatarruf adalah sepadan.
Taharruf berarti melanggar batas keseimbangan
Ghuluw: Condong dan menyimpang
Ghuluw dan Tatharruf memiliki makna yang sama,
melanggar batas, melanggar batas-batas ketengahan dan keseimbangan.
Ghuluw, tatharruf dan tasyaddu dalam agama adalah
tindakan menambah dan berlebih-lebihan dalam urusan agama, juga memasukkan
sesuatu yang bukan bagian dari agama ke dalam agama, sehingga ini merupakan
pelanggaran batas-batas yang sah.
Tasyaddud dalam ibadah: berlebih-lebihan, kaku,
menyimpang dari yang diminta.
Tasyaddud dalam muamalat: menyimpang dari batas
kepatutan secara konvensi dan leegal secara agama. 193-194
Sebab-sebab ekstremisme dan berlebihan dalam
beragama (Syekh Abdull Hayyi ‘Izb Abdul
‘Al/Rektor Universitas Al-Azhar)
1.
Pemahaman
yang salah terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, hadis dan kitab klasik
2.
Menafsirkan
teks keagamaan berdasarkan hawa nafsu dan jauh dari pemahaman yang benar
terhadap agama yang bertolak dari prinsip menjaga urusan agama dan dunia secara
bersamaan.
3.
Memasukkan
agama secara paksa ke dalam aliran-aliran politik yang beraneka ragam, dan
sembunyi dibalik jargon-jargon keagamaan untuk memengaruhi manusia dan menarik
simpai mereka
4.
Kurangnya
pendekatan kepada khalayak, para dai kehilangan bahasa untuk mempengaruhi.
5.
Membiarkan
ruang luas kepada para dai tendensius di stasiun-stasiun televisi, terutama
pada beberapa waktu belakangan ini.
6.
Masuknya
banyak orang yang memiliki afiliasi dan pemikiran yang memusuhi negara dan umat
manusia ke dalam lapangan dakwah, dan ini adalah salah satu hal yang
diwanti-wanti oleh Al-Azhar.
7.
Berlebih-lebihan
dalam berselisih, sehingga menimbulkan sikap fanatik dan perpecahan.
8.
Berlebih-lebihan
dalam masalah furu’, baik tentang fiqih, maupun akidah, dan berkobarnya
perselisihan di dalamnya, sehingga menyebabkan kerancuan berpikir di kalangan
pemuda. Perselisihan dalam masalah cabang tempatnya adalah kajian akademik
saja, bukan materi yang disampaikan dalam media massa kepada masyarakat.
9.
Terpisahnya
sebagian dai dari problematika masyarakat dan tidak dipertalikannya agama
dengan kenyataan.
10.
Kurangnya
wawasan keagamaan di kalangan pemuda, akibat sedikitnya program dari kurikulum
agama yang mencakup wawasan kemoderatan dan keseimbangan di sekolah-sekolah dan
PT, sehingga menjadikan pemikiran pemuda ladang yang subur untuk menerima
segala pikiran sakit yang datang kepadanya, terutama yang terjadi akhir-akhir
ini dan akibatnya masih kita rasakan hingga saat ini.
11.
Dominasi
bahasa uang dan pembelian kata, sehingga menjadikan kelompok-kelompok ekstrem
keluar menunjukkan diri kepada khalayak melalui stasiun-stasiun tv untuk
menjual pikiran-pikiran yang sakit, mengajak umat kepada kekacauan dan
perpecahan umat.
12.
Penyebaran
pemikiran kelompok melalui stasiun televisi tendensius, padahal Islam tidak
mengenal apa yang dinamakan dengan pemikiran kelompok-kelompok. Sebaliknya, hanya mengenal apa yang dinamakan
dengan kemaksuman umat, kesatuan barisannya, dan apa yang menjaga akidah,
pemahaman, dan warisan pemikirannya. 194-196
Peringatan Islam
QS. 5:77
Janganlah
kamu berlebih-lebihan dengan cara yang tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah
kamu mengikuti keinginan orang-orang yang telah tersesat dahulu dan (telah)
menyesatkan banyak (manusia), dan mereka sendiri tersesat dari jalan yang lurus
Seruan
bagi Ahlul Kitab dan kaum Muslim
وَإِيَّاكُمْ
وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ
فِي الدِّينِ "
Awas,
jauhilah sikap berlebihan dalam beragama! Orang-orang sebelummu benar-benar
telah binasa karena sikap berlebihan dalam beragama (HARI. Al-Nasa’i, 3057)
199:
berlebih-lebihan dan ekstrem juga masuk dalam kategori Tanaththu’
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم " هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ " .
قَالَهَا ثَلاَثًا .
Telah
binasa orang-orang yang berlaku tanaththu’. Beliau mengulanginya tiga kali.
(Muslim 2670)
Al-Nawawi:
Telah binasa orang-orang yang bersikap berlebih-lebihan dan melampau batas
dalam perkataan dan tindakan. (Al-Nawawi, Syarh Sahih Muslim. XVI/220) 200
Wasathiyah
menunjukkan maksud keadilan, keutamaan, kebaikan, posisi tengah antara dua
ujung. Dalam syara’, posisi tengah antara terlalu berlebih dan terlalu kurang.
200
QS.
2:143 Dari sini, wasahiyah adalah keadilan dan jalan tengah yang terhimpun di
dalamnya segala keutamaan. 201
Moderat
dalam dakwah adalah mau’izah hasanah, pengajaran yang bercirikan kemudahan dan
memudahkan agar layak menyandang predikat baik. Jika menyimpang, akan menjadi
Mau;izhah khasyinah/kasar.201.
Moderat
dalam fatwa, mufti yang baik adalah yang memiliki sifat mudah dan memudahkan,
bukan bersifat keras dan kaku, sehingga meletakkan orang dalam kesempitan dan
kesulitan. Imam al-Laits bin Sa’ad berpandangan bahwa mufti yang baik adalah
yang memudahkan urusan hidup orang banyak.
Moderat
adalah sifat terpenting dari syariat Islam. 202
Syariat
Islam dinamakan al-Hanafiyah al-Samhah karena mengandung unsur kemudahan dan
pemudahan dalam segala perkara. 202.
QS. 4:
28, 2: 185
Ahli
Tafsir: Allah menghendaki kemudahan bagimu, artinya: menghilangkan kesulitan
dalam urusan ibadah dari kaum sekalin. 203. Ali bin Muhammad Khazin al-Bahdadi,
Luba bal-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil/Tafsir Al-Khazin, I/156.
22:78,
4:28
Allah
memberikan kemudahan dalm semua penughasan. 204
“Allah telah memberikan
kemudahan kepada umat ini yang tidak ia berikan kepada umat lain” (Al-Alusi,
Ruh al-Ma’ani, V/14)
2:286
وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا
اسْتَطَعْتُمْ 7288
Jika aku memerintahmu
untuk melakukan sesuatu maka laksanakanlah semampumu, 7288"
إِنَّ
الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا
وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ
مِنَ الدُّلْجَةِ ". 39
Agama ini adalah mudah, sehingga
tidak ada seorang pun yang berusaha mengalahkannnya denagn cara mempersulit
diri dalam beribadah, kecuali akan dikalahkannya (akan dikembalikan kepada
kemudahan); maka berusahalah untuk konsisten mengambil kadar tengah-tengah,
dekatilah kadar sempurna dalam beramal jika tidak mampu mencapainya, dan
gembirakanlah (Bukhari 39)
Aku diutus dengan membawa
agama yang condong kepada kebenaran dan toleran (HARI. Ahmad, Thabrani)
فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ، وَلَمْ تُبْعَثُوا
مُعَسِّرِينَ ". 220
Sesungguhnya kalian
diutus untuk memudahkan, dan tidak diutus untuk menyulitkan. Bukhari
Allah tidak mengutusku
untuk memaki, tetapi mengutusku untuk menjadi guru yang memudahkan. (HARI.
An-Nasa’i dari Jabir)
Orang-orang itu memeiliki
metode aksi yang jelas, yaitu membunuh, menumpahkan darah, ,menghancurkan, dan
membuat kerusakan bagi orang muslim non non muslim. Dengan demikian, mereka
adalah musuh umat manusia, Terorisme, Ekstremitas, dan perusakan tidak punya
agama dan negara. Setiap orang yang menganut ideologi yang menebarkan teror
kepada orang-orang yang hidup aman, serta merusak tumbuhan dan hewan adalah
teroris. 206-207.
Saran dan Rekomendasi
dalam Memerangi Terorisme dan Ekstremisme (Syekh Abdul Hayyi ‘Izb Abdul ‘Al/Rektor
Universitas Al-Azhar)
1.
Pengajaran fiqh wasathiyah di semua sekolah dan PT di
seluruh negara Islam.
2.
Menunjuk Al-Azhar secara khusus untuk menyebarkan
pemikiran moderat ini karena memiliki tingkat penerimaan tinggi di semua negara
dunia.
3.
Mendukung Al-Azhar dengan segala cara agar mampu
mengemban misi pendidikan dan dakwahnya di seluruh negara dunia; apalagi
universitas Al-Azhar dan ma’had -ma’hadnya terbuka untuk menerima para penuntut
ilmu dari setiap tempat.
4.
Secepatnya membuka stasiun televisi Al-Azhar dan mendukungnya
untuk menyebarkan program-program wasathiyah dan moderasi ke seluruh dunia.
5.
Mendukung pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan bahasa
mempengaruhi angkatan muda kepada para dai, dan menyingkirkan dai-dai yang
cenderung bersikap ekstrem dan berlebih-lebihan.
6.
Semua kelompok masyarakat diharapkan berdiri satu barisan
untuk melawan orang-orang yang memperdagangkan agama dan menjadikannya sebagai
kedok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Orang-orang itu tidak loyal kepada
ideologi negara, tetapi hanya loyal kepada ideologi kelompok.
7.
Mengupas pemikiran kelompok-kelompok ekstrem itu melalui
media-media massa dalam dan luar negeri.
8.
Mendirikan konsulat Al-Azhar di seluruh negara dunia
untuk menjelaskan misi al-Azhar dan pemikiran moderat yang mampu hidup berdampingan
dengan dunia; serta untuk menjelaskan kepada semua orang bahwa Islam sama
sekali tidak terikat dengan pemikiran buta yang beriman kepada prinsip
keharusan membunuh orang Muslim dan non-Muslim, serta tidak membedakan antara
orang Muslim dan yang lain pada saat menumpahkan darah dan meneror.
9.
Seluruh dunia diharapkan untuk bersama-sama memboikot dan
memerangi terorisme dan ekstremitas, dan tidak membiarkan hal itu dilakukan
oleh negara tertentu, karena terorisme adalah musuh bersama bagi dunia. 208-209
[1]Menurut
Terjemahan Kemenag, ‘Makruf’ adalah segala kebaikan yang diperintahkan di dalam
agama serta bermanfaat untuk kebaikan individu dan masyarakat. Mungkar adalah
setiap keburukan yang dilarang di dalam agama serta merusak kehidupan individu
dan masyarakat. Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi
Penyempurnaan 2019.
[2]Maksud
kalimat tersebut adalah bahwa mereka mematuhi ajaran yang telah ditetapkan oleh
para rabi dan rahib, meskipun bertentangan dengan ajaran Allah Swt. Kementerian
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019.
[4]https://youtu.be/1qUZ6X_QFeU
[5]A. Makmur
Makka, Mr. Crack dari Parepare. Jakarta: Republika Penerbit, 2018. h.
446
[6]https://mediaindonesia.com/read/detail/332224-studi-ungkap-sikap-muhammadiyah-dan-nu-soal-pancasila-dan-jihad
[7]Kementerian
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Edisi Penyempurnaan 2019.
[8]https://mediaindonesia.com/read/detail/332224-studi-ungkap-sikap-muhammadiyah-dan-nu-soal-pancasila-dan-jihad
[9]A. Makmur
Makka, Mr. Crack dari Parepare. Jakarta: Republika Penerbit, 2018. h.
447
[10]Al-Suyuti,
Al-hawi lil Fatawa, (beirut: Dar al-fikr, 2004), I/404-405.
[11]Al-Ghazali,
Ihya, (Beirut: Dar al-Ma;rifah), II/272
[12]Abu Bakr
ibn Abi ‘Āṣim, al-Diyāt (Karachi: Idārah al-Qur’an wa
al-‘Ulum al-Islamiyyah) h. 3
[13]Ihya, III/126
[14]Ihya, III/126
[15]Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, III/18 (no.2532)
[16]Turmudzi, II/191
[17]Musnad Ahmad, No. 712
[18]Dar
al-Ifta al-Misriyyah, X/124
[19]Wahbah al-Zuhaili, Fiqh al-Islam
wa Adillatuh (Damaskus: Dar al-Fikr) VII/5553
[20]Muhammad Tahir Hakim, Ri’ayat
al-maslahah wa al-Hikmah fi Tasyri’ Nabi al-Rahmah,
(Madinah: Jamiah Islamiyah, 2002)
[21]Al-Syaukani,
al-Qaul al-Mufid fi Adillah al-Ijtihad wa al-Taqlid. h. 19.
[22]Al-Syaukani,
al-Qaul al-Mufid fi Adillah al-Ijtihad wa al-Taqlid. h. 39-40.
[23]Al-Syaukani,
al-Qaul al-Mufid fi Adillah al-Ijtihad wa al-Taqlid. H. 62
[24]Ibn
Qudamah, Raudhah al-Nazhir, II/382.
[25]Dr.
Muhammad Hassan Hitou, Al-Wajiz fi Ushul al-Tasyri’ al-Islami, h. 515.
[26]Al-Syaukani,
Al-Qaul al-Mufid, h. 38-39.
[27]Al-Syaukani,
h. 60-61.
[28] AMY, Liberalisme, Terorisme,
Ijtihad, h. 42-43.
[29] Dalam
pengantar, AMY, Imam Bukhari
dan Metodologi Kritik dalam Ilmu Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), 4
[30]Al-Suyuti,
Tadrib al-Rawi, ed. Abd al-Wahhab ‘Abd al-Latif, al-Maktabah al-‘Ilmiyah,
Madinah, 1392, I/91.
[31]Al-Nawawi,
Syarh Muslim. Beirut: Dar al-Fikr, 1402, I/14
[32]AMY, h.
8-9; Muhammad Mustafa Azami, Studies in Early Hadith Literature, American
trust Publisher, Indianapolis, 1968, h. xvii.
[33]https://www.facebook.com/ahmad.ishomuddin/posts/3258388477533658
[34]https://www.facebook.com/ahmad.ishomuddin/posts/3237554319617074
0 Comment:
Post a Comment