Kita singgung dulu sedikit di sini beberapa hal mengenai penghinan
terhadap Islam maupun Nabi Muhammad saw. Sejak awal kedatangannya, Islam
sudah banyak dihina orang. Rasul pun demikian. Bahkan bukan hanya Nabi
Muhammad saw., nabi-nabi sebelumnya pun banyak sekali yang mengalami
penghinaan dan penolakan dari kaumnya. Tidak sedikit pula di antara
mereka yang dibunuh oleh kaumnya sendiri. Mereka hendak memadamkan
cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan) mereka, tetapi Allah tetap
menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.
Demikian firman Allah dalam QS. ash-Shaff (61): 8.
Di satu sisi, harus kita akui bahwa penghinaan terhadap Islam,
Rasulullah saw., maupun terhadap Allah yang terjadi belakangan ini,
terutama di dunia maya, tidak jarang disebabkan secara tidak langsung
oleh perilaku sebagian umat Islam sendiri. Katakan, misalnya, mereka
yang meledakkan bom di hotel-hotel, tempat-tempat wisata, atau
tempat-tempat ibadah dengan mengatasnamakan jihad. Katakan pula,
misalnya lagi, mereka yang hidup kotor, tidak disiplin, dan malas
bekerja, padahal Islam mengajarkan kebersihan, hidup teratur, dan etos
kerja yang tinggi. Atau mereka yang ber-KTP Islam tetapi suka melakukan
korupsi atau memakan harta orang lain secara tidak benar. Dan masih
banyak lagi contoh lain. Di sisi ini, adalah tugas umat untuk terus
belajar menyikapi kenyataan kekinian dengan arif, bijak, damai, toleran,
dan keteguhan hati.
Di sisi lain, penghinaan itu juga sering kali disebabkan oleh
ketidaktahuan pihak-pihak yang melancarkannya. Sayyidina Ali bin Abi
Thalib r.a. pernah berkata, “Manusia adalah musuh bagi apa yang mereka
tidak tahu.” (An-nâs a‘dâ’u mâ jahilû). Karena tidak tahu, maka
mereka lalu memusuhi Islam. Di sini, kita perlu terus memberi informasi
yang benar dan mencerahkan mengenai Islam kepada mereka.
Di sisi ketiga, penghinaan itu juga terkadang dilakukan dengan motif
kebencian. Mereka tidak ingin agama Allah –bukan hanya Islam, melainkan
juga ajaran-ajaran yang diturunkan Allah sebelum Islam– tegak di muka
bumi. Mereka ingin merekalah yang mengatur dunia ini, bukan agama.
Mereka itulah yang diisyaratkan oleh ayat yang saya kutip di atas.
Terhadap mereka yang menghina agama Allah, atau mereka yang menyembah
selain Allah, kita tidak perlu membalasnya dengan balik menghina mereka
atau menghina tuhan-tuhan mereka. Dalam al-Qur’an Allah berfirman: Dan
janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena
mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar
pengetahuan (Q.S. al-An‘âm [6]: 108).
Dalam realitas sejarah, ketika dimaki dan dihina oleh orang-orang
Thaif, Rasulullah saw. justru berdoa memohon kepada Allah untuk
menunjukkan mereka ke jalan yang benar. Dan terbukti, dari anak-anak
keturunan orang-orang Thaif itu kelak justru lahir orang-orang yang
membela agama Islam.
Kemudian, mengenai kehalalan darah orang yang menghina Nabi saw.,
memang banyak ulama yang mengatakan demikian. Pada umumnya mereka
berdalil pada sebuah riwayat bahwa seseorang memiliki istri yang
kemudian menghina Nabi saw. Dia lalu mengambil pedang dan meletakkannya
di atas perut istrinya dan kemudian membunuhnya. Keesokan paginya, ia
menceritakan hal itu kepada Rasulullah saw., dan Rasul saw. kemudian
berkata, “Saksikanlah bahwa darah perempuan itu halal.” (Riwayat ini
dapat kita temukan di dalam Sunan Abî Dâwûd [nomor 4361], Sunan an-Nasâ’î [vol. 7, hlm 107], dan al-Hakim [vol. 4, hlm 354]). Pakar hadis Ibn Hajar mengomentari riwayat itu, “Perawi-perawinya tsiqât,” yakni dapat dipercaya.
Syaikh al-Islâm Ibn Taimiyah (661–728 H/1263–1328 M) dalam buku
ash-Shârim al-Maslûl ‘alâ Syâtimi ar-Rasûl (Pedang Terhunus bagi
Penghina Rasul) –buku yang sering dirujuk dalam hal ini– termasuk yang
berpandangan demikian. Tetapi dalam pelaksanaannya, kata dia, tidak
semua orang dengan bebas dapat membunuh setiap menemukan orang yang
menghina Rasul saw. Pelaksanaan ketentuan hukum itu harus dilakukan oleh
pemimpin atau penguasa. Tidak sembarang orang. Sebab, kalau setiap
orang boleh membunuh pelaku penghinaan, tentu yang terjadi adalah
kekacauan. Itu satu.
Kedua, kembali ke perihal ketidaktahuan mereka. Jika si pelaku
penghinaan melakukan hal itu karena memang info yang mereka terima
selama ini tentang Nabi adalah info yang salah dan sudah mengalami
distorsi, tentu tidak serta merta bisa dibunuh. Justru menjadi tantangan
dan kewajiban kita untuk memberi informasi yang benar. Beberapa lembaga
seperti Al-Azhar di Mesir sudah sering melakukan upaya untuk
menyebarkan informasi yang benar mengenai Islam dan Nabi Muhammad saw.,
baik dengan mengirim dai-dai yang memiliki wawasan bahasa dan kebudayaan
Eropa, melalui buku-buku yang dibagikan secara cuma-cuma, maupun
melalui situs-situs web. Sejumlah lembaga keislaman di Timur Tengah yang
lain juga banyak yang menyajikan infomasi keislaman berbahasa Inggris
untuk konsumsi orang Barat. Syaikh Yusuf Qaradhawi dalam beberapa kali
pernyataannya justru mengajak negara-negara Muslim untuk mendorong badan
internasional seperti PBB untuk mengeluarkan ketentuan terkait hal ini.
Ini saya kira langkah-langkah yang lebih strategis ketimbang seruan
membunuh.
Jika kita marah dan tersinggung dengan penghinaan Nabi yang dilakukan
sebagian orang Barat, itu mudah-mudahan merupakan salah satu tanda
keimanan kita. Artinya, keimanan dan kecintaan yang ada dalam diri kita
mendorong kita untuk membela Rasul saw. Tetapi jika kemarahan itu kita
wujudkan dalam bentuk demo dengan merusak aset-aset yang tidak
berhubungan langsung dengan si pelaku, apalagi sampai membunuh
orang-orang yang sebenarnya tidak bersalah, itu saya kira bukan tindakan
yang bijak.
Demikian, wallahu a’lam.
[M. Arifin - Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur'an]
Source : alifmagz.com
0 Comment:
Post a Comment