Wednesday, December 25, 2013

Halalkah Darah Orang yang Menghina Nabi ?


Kita singgung dulu sedikit di sini beberapa hal mengenai penghinan terhadap Islam maupun Nabi Muhammad saw. Sejak awal kedatangannya, Islam sudah banyak dihina orang. Rasul pun demikian. Bahkan bukan hanya Nabi Muhammad saw., nabi-nabi sebelumnya pun banyak sekali yang mengalami penghinaan dan penolakan dari kaumnya. Tidak sedikit pula di antara mereka yang dibunuh oleh kaumnya sendiri. Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. Demikian firman Allah dalam QS. ash-Shaff (61): 8.

Di satu sisi, harus kita akui bahwa penghinaan terhadap Islam, Rasulullah saw., maupun terhadap Allah yang terjadi belakangan ini, terutama di dunia maya, tidak jarang disebabkan secara tidak langsung oleh perilaku sebagian umat Islam sendiri. Katakan, misalnya, mereka yang meledakkan bom di hotel-hotel, tempat-tempat wisata, atau tempat-tempat ibadah dengan mengatasnamakan jihad. Katakan pula, misalnya lagi, mereka yang hidup kotor, tidak disiplin, dan malas bekerja, padahal Islam mengajarkan kebersihan, hidup teratur, dan etos kerja yang tinggi. Atau mereka yang ber-KTP Islam tetapi suka melakukan korupsi atau memakan harta orang lain secara tidak benar. Dan masih banyak lagi contoh lain. Di sisi ini, adalah tugas umat untuk terus belajar menyikapi kenyataan kekinian dengan arif, bijak, damai, toleran, dan keteguhan hati.

Di sisi lain, penghinaan itu juga sering kali disebabkan oleh ketidaktahuan pihak-pihak yang melancarkannya. Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. pernah berkata, “Manusia adalah musuh bagi apa yang mereka tidak tahu.” (An-nâs a‘dâ’u mâ jahilû). Karena tidak tahu, maka mereka lalu memusuhi Islam. Di sini, kita perlu terus memberi informasi yang benar dan mencerahkan mengenai Islam kepada mereka.

Di sisi ketiga, penghinaan itu juga terkadang dilakukan dengan motif kebencian. Mereka tidak ingin agama Allah –bukan hanya Islam, melainkan juga ajaran-ajaran yang diturunkan Allah sebelum Islam– tegak di muka bumi. Mereka ingin merekalah yang mengatur dunia ini, bukan agama. Mereka itulah yang diisyaratkan oleh ayat yang saya kutip di atas.

Terhadap mereka yang menghina agama Allah, atau mereka yang menyembah selain Allah, kita tidak perlu membalasnya dengan balik menghina mereka atau menghina tuhan-tuhan mereka. Dalam al-Qur’an Allah berfirman: Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan (Q.S. al-An‘âm [6]: 108).

Dalam realitas sejarah, ketika dimaki dan dihina oleh orang-orang Thaif, Rasulullah saw. justru berdoa memohon kepada Allah untuk menunjukkan mereka ke jalan yang benar. Dan terbukti, dari anak-anak keturunan orang-orang Thaif itu kelak justru lahir orang-orang yang membela agama Islam.

Kemudian, mengenai kehalalan darah orang yang menghina Nabi saw., memang banyak ulama yang mengatakan demikian. Pada umumnya mereka berdalil pada sebuah riwayat bahwa seseorang memiliki istri yang kemudian menghina Nabi saw. Dia lalu mengambil pedang dan meletakkannya di atas perut istrinya dan kemudian membunuhnya. Keesokan paginya, ia menceritakan hal itu kepada Rasulullah saw., dan Rasul saw. kemudian berkata, “Saksikanlah bahwa darah perempuan itu halal.” (Riwayat ini dapat kita temukan di dalam Sunan Abî Dâwûd [nomor 4361], Sunan an-Nasâ’î [vol. 7, hlm 107], dan al-Hakim [vol. 4, hlm 354]). Pakar hadis Ibn Hajar mengomentari riwayat itu, “Perawi-perawinya tsiqât,” yakni dapat dipercaya.

Syaikh al-Islâm Ibn Taimiyah (661–728 H/1263–1328 M) dalam buku ash-Shârim al-Maslûl ‘alâ Syâtimi ar-Ras‎ûl (Pedang Terhunus bagi Penghina Rasul) –buku yang sering dirujuk dalam hal ini– termasuk yang berpandangan demikian. Tetapi dalam pelaksanaannya, kata dia, tidak semua orang dengan bebas dapat membunuh setiap menemukan orang yang menghina Rasul saw. Pelaksanaan ketentuan hukum itu harus dilakukan oleh pemimpin atau penguasa. Tidak sembarang orang. Sebab, kalau setiap orang boleh membunuh pelaku penghinaan, tentu yang terjadi adalah kekacauan. Itu satu.

Kedua, kembali ke perihal ketidaktahuan mereka. Jika si pelaku penghinaan melakukan hal itu karena memang info yang mereka terima selama ini tentang Nabi adalah info yang salah dan sudah mengalami distorsi, tentu tidak serta merta bisa dibunuh. Justru menjadi tantangan dan kewajiban kita untuk memberi informasi yang benar. Beberapa lembaga seperti Al-Azhar di Mesir sudah sering melakukan upaya untuk menyebarkan informasi yang benar mengenai Islam dan Nabi Muhammad saw., baik dengan mengirim dai-dai yang memiliki wawasan bahasa dan kebudayaan Eropa, melalui buku-buku yang dibagikan secara cuma-cuma, maupun melalui situs-situs web. Sejumlah lembaga keislaman di Timur Tengah yang lain juga banyak yang menyajikan infomasi keislaman berbahasa Inggris untuk konsumsi orang Barat. Syaikh Yusuf Qaradhawi dalam beberapa kali pernyataannya justru mengajak negara-negara Muslim untuk mendorong badan internasional seperti PBB untuk mengeluarkan ketentuan terkait hal ini. Ini saya kira langkah-langkah yang lebih strategis ketimbang seruan membunuh.

Jika kita marah dan tersinggung dengan penghinaan Nabi yang dilakukan sebagian orang Barat, itu mudah-mudahan merupakan salah satu tanda keimanan kita. Artinya, keimanan dan kecintaan yang ada dalam diri kita mendorong kita untuk membela Rasul saw. Tetapi jika kemarahan itu kita wujudkan dalam bentuk demo dengan merusak aset-aset yang tidak berhubungan langsung dengan si pelaku, apalagi sampai membunuh orang-orang yang sebenarnya tidak bersalah, itu saya kira bukan tindakan yang bijak.

Demikian, wallahu a’lam.

[M. Arifin - Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur'an]

Source : alifmagz.com

0 Comment:

Post a Comment