Monday, September 8, 2014

Bagaimana Hukumnya Berjabat Tangan dengan Lawan Jenis?


Berjabat tangan antara pria dan wanita yang bukan mahram, merupakan salah satu bentuk persentuhan antara kedua jenis kelamin ini. Ulama berbeda pendapat menyangkut masalah ini. Ada yang membolehkan secara mutlak, ada juga yang membolehkan dengan syarat, dan tidak jarang pula yang melarang secara mutlak. Ini disebabkan tidak terdapat satu keterangan yang tegas dan jelas untuk dijadikan dalil. Menurut Prof. Ahmad Syarabashi, Guru Besar Universitas al-Azhar Kairo, dalam bukunya Yas’alûnaka Fî ad-Dîn wa al-Hayâh, perbedaan pendapat itu lahir dari perbedaan pendapat mereka tentang hukum menyentuh/memegang lawan jenis yang bukan mahram, apakah yang demikian membatalkan wudhu atau tidak.

Perbedaan ini lahir dari pemahaman mereka terhadap QS. al-Mâ’idah [5]: 6. Dalam mazhab Mâlik, sentuhan terhadap orang yang sudah balig yang menimbulkan rangsangan syahwat, membatalkan wudhu. Mazhab Abû Hanîfah menilai persentuhan tidak membatalkan wudhu, sedangkan dalam mazhab Syâfi‘î persentuhan antara dua jenis yang bukan mahram secara mutlak membatalkan wudhu.

Imam al-Qurthûbî, dalam tafsirnya tentang QS. al-Mumtahanah [60]: 12, mengemukakan beberapa riwayat tentang jabat tangan pria dan wanita. Antara lain, ‘Â’isyah ra. menyatakan, “Demi Allah, tangan Rasul Saw tidak pernah menyentuh tangan wanita [yang bukan mahram-nya] sama sekali, tetapi beliau membaiat mereka dengan ucapan” [HR. Muslim].

Akan tetapi, ada juga riwayat lain yang dikemukakan oleh al-Qurthûbî, antara lain, bahwa ketika Rasul Saw selesai membaiat [mengambil janji setia] seorang lelaki, beliau duduk di bukit Shafa, dan ‘Umar ra. berada di bawah beliau. Nabi Saw membaiat para wanita dan Rasulullah tidak berjabat tangan, tetapi ‘Umar ra. yang menjabat tangan mereka. Riwayat ini dilemahkan oleh sekian pakar hadits. Ada riwayat lain yang menyatakan bahwa ‘Umar ra. mengulurkan tangannya dari luar rumah dan perempuan dari dalam rumah.

Ulama yang membolehkan sentuhan atau jabat tangan berpendapat bahwa sikap Rasulullah tidak berjabat tangan itu bukan menunjukkan keharamannya, tetapi kehati-hatian dan pengajaran bagi umat. Pada hakikatnya, bagi kita di Indonesia, merapatkan kedua telapak tangan sambil menghormat lawan jenis yang ditemui merupakan cara yang dapat ditempuh bagi mereka yang menilai berjabatan tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram merupakan larangan agama.
Demikian, wa Allâhu a‘lam.

[M. Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur'an]

Source : alifmagz.com

2 comments: