Thursday, December 31, 2020

SURAT TERBUKA UNTUK PENDUKUNG ISIS

 

SURAT TERBUKA

 

 

 

 

KEPADA

DR. IBRAHIM AWWAD AL-BADRI ALIAS ABU BAKR AL-BAGHDADI

 

DAN

PARA PENGIKUT

APA YANG KALIAN NAMAI SEBAGAI

“NEGARA ISLAM”

ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SURIAH (ISIS)

 

 

 

6 Ramadan 1435 H/ 4 Juli 2914 (Arabic Version)

24 Dzulqa’idah 1435 H/19 September 2014 M (English Version)

21 Dzulqa’idah 1441 H/13 Juli 2020 M (Indonesian Version)

 

 

Telah ditandatangani oleh lebih dari 126 Ulama Dunia.

Diantaranya:

Shaykh Abdallah bin Bayyah, Sheikh Dr. Ali Gomaa, Prof. Sheikh Shawqi Allam, Sheikh Hamza Yusuf Hanson, Dr. Ahmad Abdul-Aziz Al-Haddad, Dr. Muhammad Tahir Al-Qadri, Prof. Mohammad Abdul Samad Muhanna, Sheikh Ibrahim Saleh Al-Husseini, Sheikh Muhammad Ahmad Hussein, Sheikh Na’im Ternava, Dato’ Wan Zahidi bin Wan Teh, Sheikh Muhammad Sadiq Muhammad Yusuf, Prof. Sheikh Mustafa Cagrici, Prof. Mustafa Ceric, Sheikh Mustafa Hajji

 

http://www.lettertobaghdadi.com/

RINGKASAN

1.     Di dalam Islam dilarang mengeluarkan fatwa tanpa penguasaan semua ilmu yang disyaratkan. Bahkan fatwa harus mengikuti teori hukum Islam sebagaimana yang dijelaskan di dalam teks-teks Klasik. Juga dilarang mengutip ayat dari Al-Qur'an — atau sebagian dari sebuah ayat — untuk mengeluarkan hukum tanpa melihat segala hal yang diajarkan Al-Qur'an dan Hadits terkait dengan masalah itu. Dengan kata lain, ada prasyarat subyektif dan obyektif yang ketat untuk mengeluarkan fatwa, dan seseorang tidak dapat memetik seenaknya ayat-ayat Al-Qur'an untuk argumen hukum tanpa mempertimbangkan keseluruhan Qur'an dan Hadits.

2.     Di dalam Islam dilarang mengeluarkan aturan hukum tentang apapun tanpa penguasaan bahasa Arab.

3.     Di dalam Islam dilarang untuk menyederhanakan Shari’ah dan mengabaikan khazanah keilmuan Islam yang sudah mapan.

4.     Di dalam Islam diperbolehkan (bagi para Ulama) untuk berbeda pendapat dalam hal apapun kecuali dalam hal-hal fundamental dalam agama yang semua Muslim harus mengetahuinya.

5.     Di dalam Islam dilarang mengabaikan realitas kontemporer ketika mengeluarkan sebuah hukum.

6.     Di dalam Islam dilarang membunuh orang yang tidak bersalah.

7.     Di dalam Islam dilarang membunuh utusan, duta besar, dan diplomat; karenanya dilarang membunuh jurnalis dan pekerja bantuan.

8.     Jihad dalam Islam adalah perang pertahanan. Tidak diperbolehkan berperang tanpa penyebab yang benar, tujuan yang benar dan tanpa prosedur yang benar.

9.     Di dalam Islam tidak diperbolehkan untuk menyatakan seseorang sebagai non-Muslim kecuali dia sendiri yang mendeklarasikan kepercayaannya.

10.  Di dalam Islam dilarang untuk menyakiti atau menganiaya — dengan cara apa pun — orang Nasarani atau Ahl al-Kitab.

11.  Adalah sebuah kewajiban untuk menganggap Yazidi sebagai Ahl al-Kitab.

12.  Memperkenalkan kembali perbudakan dilarang di dalam Islam. Hal ini telah dihapuskan berdasarkan kesepakatan umum.

13.  Di dalam Islam dilarang untuk memaksa orang untuk berpindah agama.

14.  Di dalam Islam dilarang untuk mengingkari hak-hak perempuan.

15.  Di dalam Islam dilarang untuk mengingkari hak-hak anak.

16.  Di dalam Islam dilarang melaksanakan aturan pidana (udūd) tanpa mengikuti prosedur yang benar yang menjalin terwujudnya keadilan dan kasih sayang.

17.  Di dalam Islam dilarang untuk menyiksa manusia.

18.  Di dalam Islam dilarang untuk membuat cacat orang yang sudah meninggal.

19.  Di dalam Islam dilarang menisbahkan perbuatan buruk kepada Allah swt.

20.  Di dalam Islam dilarang menghancurkan kuburan dan tempat suci para Nabi dan sahabat.

21.  Pemberontakan bersenjata dilarang dalam Islam untuk alasan apa pun selain kekafiran yang jelas oleh penguasa yang tidak mengizinkan orang untuk mendirikan shalat.

22.  Di dalam Islam dilarang mendeklarasikan sebuah kekhalifahan tanpa kesepakatan dari seluruh umat Muslim.

23.  Kesetiaan kepada negara diperbolehkan dalam Islam.

24.  Setelah wafatnya Rasulullah saw., Islam tidak mengharuskan siapapun untuk berhijrah kemanapun.

 


 

Atas Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Segala Puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam

Shalawat serta Salam kepada Penutup Kenabian dan Kerasulan

بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ

Atas Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ﴿٣﴾

1) Demi masa. 2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

(QS. al-Ashr/103:1-3)

 

 


 

SURAT TERBUKA

 

Kepada Dr. Ibrahim Awwad Al-Badri alias Abu Bakr Al-Baghdadi

Kepada para kombatan dan pengikut ISIS

Semoga kedamaian dan Rahmat Allah swt. tercurah kepada kalian.

            Di dalam pidato saudara pada tanggan 6 Ramadhan 1435 H/4 Juli 2014 M, saudara berkata dengan memparafrasekan perkataan Abu Bakr Al-Siddiq ra.:

فَإِن رَأَيْتُمُونِي على حق فَأَعِينُونِي، وَإِن رَأَيْتُمُونِي على بَاطِل فسددوني

Jika kalian melihat kebenaran pada apa yang saya katakan dan kerjakan maka bantulah saya, dan jika kalian apa yang saya katakan dan kerjakan adalah sebuah kesalahan maka nasehatilah saya dan luruskanlah saya.

Berikut ini adalah pendapat ilmiah melalui media.

Rasulullah saw. bersabda:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ[1]

‘Agama adalah nasehat’

Segala sesuatu yang diungkapkan di bawah ini diambil secara utuh dari pernyaataan-pernyataan dan aksi-aksi para pengikut ISIS sebagaimana yang mereka sendiri sebarluaskan di media sosial -atau berdasarkan kesaksian nyata umat Muslim- dan bukan berasal dari media lainnya. Segala usaha telah diusahakan untuk menghindari fabrikasi dan kesalahpahaman. Apalagi semua yang dikatakan di sini terdiri dari sinopsis yang ditulis dalam gaya sederhana yang merepresantsikan pendapat mayoritas ulama Sunni sepanjang sejarah Islam.

            Di dalam salah satu pidatonya[2], Abu Muhammad Al-Adnani berkata: ‘Tuhan merahmati Nabi Muhammad yang diutus dengan pedang sebagai rahmat bagi seluruh dunia.’[3] Pernyataan ini mengandung kebingungan majemuk dan paradigma yang salah. Namun, hal ini sering diulang oleh pengikut ISIS. Sekarang Tuhan mengirim Nabi Muhammad saw. sebagai rahmat bagi seluruh dunia:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ ﴿١٠٧﴾

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.(QS. Al-Anbiya/21:107)

Hal ini adalah kebenaran yang berlaku di setiap masa dan waktu. Rasulullah saw. diutus sebagai rahmat bagi manusia, hewan, tumbuhan, bagi langit dan makhluk halus — tidak ada Muslim yang tidak setuju tentang ini. Ini adalah pernyataan umum yang diterima secara luas dan tak dipertanyakan yang diambil dari Al-Qur'an sendiri. Namun demikian, frasa, 'Dikirim dengan pedang' adalah bagian dari Hadits yang spesifik untuk waktu tertentu dan tempat yang telah kedaluwarsa. Karena itu dilarang mencampur Al-Qur'an dan Hadis dengan cara ini, seperti yang dilarang untuk mencampur yang umum (‘am) dan spesifik (‘kha), dan bersyarat (mulaq) dan tanpa syarat (muqayyad).

Selain itu, Allah telah menetapkan rahmat atas diri-Nya:

... كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَىٰ نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ...

‘...Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang...'(QS. Al-An’ām/6:54).

Tuhan juga menyatakan bahwa rahmat-Nya mencakup segala hal.

...وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ...

...rahmat-Ku meliputi segala sesuatu... (QS. Al-A’rāf/7: 156).

Dalam Hadits sahih, Nabi saw. bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَمَّا قَضَى الْخَلْقَ كَتَبَ عِنْدَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ إِنَّ رَحْمَتِي سَبَقَتْ غَضَبِي[4]

‘Ketika Allah menetapkan penciptaan, Dia tulis di sisi-Nya di atas arsy-Nya 'Rahmat-Ku lebih mendominasi kemurkaan-Ku'

Karena itu, dilarang untuk menyamakan 'pedang'—dan dengan demikian murka dan kerasnya — dengan 'belas kasihan'. Selain itu, dilarang untuk membuat konsep 'Belas kasihan’ kepada seluruh dunia' berada di bawah ungkapan 'diutus dengan pedang', karena itu berarti bahwa belas kasihan bergantung pada pedang, ini tidaklah benar. Selain itu, bagaimana mungkin 'pedang' memengaruhi wilayah yang di mana pedang tidak memiliki efek, seperti alam jin dan alam tanaman? Mustahil Nabi Muhammad saw. menjadi rahmat bagi seluruh dunia jika ia diutus dengan pedang sebagai simbolnya (pada satu titik waktu, untuk alasan tertentu dan dalam konteks tertentu). Poin ini bukan hanya tidak akademis. Sebaliknya, ini mengungkapkan esensi dari banyak hal yang harus diikuti karena ia menyamakan dengan keliru antara pedang dan rahmat Ilahi.

1.     Uṣūl al-Fiqh dan Tafsir al-Qur’an:

Berkenaan dengan penafsiran al-Qur’an, pemahaman tentang Hadis, dan masalah uṣūl al-fiqh secara umum, metodologi yang ditetapkan oleh Allah dalam Alquran dan Nabi saw. di dalam Hadis adalah sebagai berikut: mempertimbangkan segala sesuatu yang telah diwahyukan berkaitan dengan pertanyaan tertentu secara keseluruhannya, tanpa bergantung pada hanya sebagian saja, dan kemudian memutuskan —jika seseorang itu memenuhi syarat— berdasarkan semua sumber-sumber wahyu yang tersedia. Allah swt. berfirman:

...أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ...

…Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang lain…? (QS. al-Baqarah/2:85)

...يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِ ۙ وَنَسُوا حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوا بِهِ...

...Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya...(QS. al-Maidah/5:13)

الَّذِينَ جَعَلُوا الْقُرْآنَ عِضِينَ ﴿٩١﴾

(yaitu) orang-orang yang telah menjadikan Al-Quran itu terbagi-bagi. (QS.al-Hijr/15:91)

Ketika mengumpulkan semua ayat-ayat yang relevan, ia harus mengetahui yang mana ayat yang ‘am (umum) yang harus dibedakan dari yang kha(spesifik), dan mulaq (bersyarat) dari muqayyad (tanpa syarat). Juga, membedakan anatara ayat yang maknanya jelas (Mukam) dengan yang maknanya masih samar (Mutasyābihat). Selain itu, ia juga harus menguasai sebab dan konteks pewahyuan (asbāb al-nuẓūl) untuk semua ayat, dan syarat-syarat lainnya yang telah ditetapkan oleh para ulama. Oleh karena itu, dilarang mengutip ayat, atau bagian dari ayat, tanpa mempertimbangkan dan memahami dengan tuntas segala sesuatu dari Al-Qur'an dan Hadits yang berhubungan dengan perkara tersebut. Alasan di balik ini adalah bahwa semua yang ada di Al-Qur'an itu adalah Kebenaran, dan segala sesuatu dalam Hadits yang sahih adalah wahyu, demikianlah sehingga tidak diizinkan mengabaikan bagian mana pun darinya. Memang sangat penting untuk mengompromikan semua teks, sebanyak mungkin, atau ada alasan yang jelas mengapa satu teks harus lebih dikuatkan dari yang lain. Inilah yang dijelaskan oleh Imam Syafi'i dalam Al-Risalahnya, yang disepakati oleh semua Ulama uṣūl. Imam al-Haramayn, Al-Juwayni, mengatakan di dalam Al-Burhan fi Usul Al-Fiqh:

Mengenai kualitas seorang mufti dan disiplin ilmu yang harus ia kuasai: ... sangat penting bahwa mufti harus menguasai bahasa Arab, karena Syariah adalah berbahasa Arab. ... sangat penting bahwa dia menjadi ulama Nahwu/sintaks dan I’rāb/ parsing ... sangat penting bahwa dia menguasai Al-Qur'an, karena Al-Qur'an adalah dasar dari semua hukum ... Pengetahuan tentang penghapusan teks (naskh wa mansūkh) sangat diperlukan; dan ilmu dasar-dasar (uṣūl) adalah landasan seluruh subjek ... Dia juga harus tahu berbagai tingkat bukti dan argumen, serta sejarah-sejarah. …[Dia juga harus tahu] ilmu Hadis sehingga dia dapat membedakan yang sahih dari yang a’īf; dan yang dapat diterima dan yang diikuti ... [Dia juga harus tahu] ilmu Fiqh. ... Kemudian disyaratkan pula sebagai dasar dari semua itu adalah, memiliki 'intuisi hukum' (fiqh al-nafs) yang merupakan modal utama bagi siapa saja yang ingin mengeluarkan hukum (ijtihād)... para ulama meringkas semua ini dengan mengatakan bahwa seorang mufti adalah 'seseorang yang secara independen mengetahui semua teks (naṣṣ) dan argumen (istinbāṭ) untuk menghasilkan satu hukum'. Na mengacu pada penguasaan bahasa, penafsiran Qura'n dan Hadis; sementara Istinbāṭ menunjukkan penguasaan teori hukum, argumen analogis, serta 'intuisi hukum' (fiqh al-nafs).

            Al-Ghazali telah mengatakan hal serupa dalam Al-Mustasfa (Vol. 1, hal.342), sebagaimana yang dilakukan Al-Suyuti dalam Al-Itqan fi Ulum Al-Qur'an (Vol. 4, hal.213).

2.     Bahasa

Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu pilar terpenting dalam uṣūl fiqh adalah penguasaan Bahasa Arab. Ini berarti menguasai tata bahasa Arab, sintaksis (Nawu), morfologi (araf), Balāgah, Sy’ir, etimologi, dan tafsir Al-Quran. Tanpa penguasaan disiplin ilmu ini, kesalahan mungkin akan terjadi, bahkan tak terhindarkan. Deklarasi saudara dengan menyebut apa yang diistilahkan sebagai ‘Kekhalifahan’ (Khilāfah) berada di bawah judul ‘Ini Janji Tuhan’ (hāzā wa’d Allāḥ ). Orang yang mengucapkan pernyataan ini bermaksud untuk merujuk ke ayat:

وَعَدَ اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿٥٥﴾

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. al-Nūr/24: 55)

Tidak diperbolehkan untuk mengambil ayat tertentu dari Al-Qur'an untuk diberlakukan untuk peristiwa yang terjadi 1400 tahun setelah ayat itu diturunkan. Bagaimana bisa Abu Muhammad Al-Adnani mengatakan bahwa 'janji Tuhan' adalah apa yang disebut Kekhalifahan? Bahkan jika pun klaimnya benar, dia seharusnya mengatakan: 'ini adalah janji Tuhan'. Selain itu, ada kesalahan linguistik lain; dimana dia telah menggunakan kata 'istikhlāf' (suksesi) untuk merujuk pada apa yang disebut Khalīfah. Bukti bahwa ini bukan penggunaan kata yang tepat dapat dilihat pada ayat berikut:

قَالَ عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ وَيَسْتَخْلِفَكُمْ فِي الْأَرْضِ فَيَنظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ ﴿١٢٩﴾

…Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu. (QS. al-A’rāf/7: 129)

            Suksesi (istikhlāf) berarti mereka telah menetap di suatu tanah menggantikan orang lain. Itu tidak berarti bahwa mereka adalah penguasa dari suatu sistem politik tertentu. Menurut Ibnu Taimiyah, tidak ada tautologi dalam Al-Qur'an[5]. Ada perbedaan antara 'khilāfah' dan 'istikhlāf'. Al-abari mengatakan dalam tafsirnya: ‘menjadikan kamu khalifah (yastakhlifakum): Artinya, Dia akan membuatmu menggantikan mereka di tanah mereka setelah kehancuran mereka; jangan takuti mereka atau orang lain.[6] 'Ini membuktikan bahwa arti 'istikhlāf 'di sini bukanlah pemerintahan tetapi, lebih pada menempati tanah mereka.

3.     Penyederhanaan yang berlebihan

Tidak diperbolehkan untuk terus-menerus berbicara tentang 'hal-hal yang disederhanakan', atau untuk mengambil ekstrak dari Al-Qur'an tanpa memahaminya dalam konteks utuhnya. Juga tidak diperbolehkan untuk mengatakan: 'Islam itu mudah, Nabi saw. dan para sahabatnya mudah, mengapa mempersulit Islam?' Inilah yang dilakukan oleh Abu Al-Baraa' Al-Hindi dalam video online-nya pada bulan Juli 2014. Di dalamnya ia berkata: 'Buka Alquran dan baca ayat-ayat tentang jihad dan semuanya akan menjadi jelas ... semua ulama mengatakan kepada saya: "Ini adalah kewajiban hukum (fard), atau itu bukan kewajiban hukum, dan ini bukan waktunya untuk jihad "... lupakan semua orang dan baca Al-Quran dan kamu akan tahu apa itu jihad." Orang-orang harus memahami bahwa Nabi saw.dan para sahabatnya yang mulia puas dengan materi sesedikit mungkin, tanpa teknologi yang canggih, tetapi mereka lebih unggul dari kita semua dalam pemahaman, hukum dan kecerdasan. Akan tetapi, hanya sejumlah kecil Sahabat yang memenuhi syarat untuk mengeluarkan fatwa. Allah swt. berfirman dalam Al Qur'an:

...قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ...

…Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"… (QS. az-Zumar/39:9)

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿٧﴾...

…maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. al-Anbiyā’/21:7)

وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَىٰ أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ...

…Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)…(QS. al-Nisā’/4:83)

            Dengan demikian, maka hukum bukanlah persoalan yang mudah, tidak semua orang memiliki otoritas untuk berbicara tentang hal itu ataupun mengeluarkan fatwa. Allah swt. berfirman:

إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ ﴿١٩﴾...

…Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (QS. al-Ra’d/13: 19)

Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ[7]

Barangsiapa berkata tentang al-Qur'an tanpa ilmu, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka.

Ini juga saat yang tepat untuk berhenti dengan blak-blakan mengatakan bahwa 'mereka adalah laki-laki, dan kami adalah laki-laki'; mereka yang mengatakan ini tidak memiliki pemahaman yang sama seperti para sahabat yang mulia dan para imam leluhur yang saleh (al-Salaf al-Saleh) yang mereka merujuk.

4.     Perbedaan Pendapat

Mengenai perbedaan pendapat, ada dua jenis: yang patut disalahkan dan yang patut dipuji. Mengenai perbedaan pendapat yang patut disalahkan, Allah swt. berfirman dalam Al-Qur'an:

وَمَا تَفَرَّقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ ﴿٤﴾

Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al Kitab (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata. (QS. al-Bayyinah/98:4)

Adapun mengenai perbedaan pendapat yang tercela, Allah swt. berfirman:

...فَهَدَى اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ...

...Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya...(QS. al-Baqarah/2:213)

Ini adalah pendapat yang diungkapkan oleh Al-Imam Al-Syafi'i di Al-Risalah, tiga imam lainnya dan semua ulama selama lebih dari seribu tahun.

Ketika ada perbedaan pendapat di antara para ulama terkemuka, pendapat yang menunjukkan belas kasih, itulah yang terbaik, pendapat yang harus dipilih. Pendapat yang tidak menyusahkan, seperti halnya gagasan bahwa tingkat kesusahan adalah ukuran ketakwaan. Allah swt. berfirman:

...وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم

Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu…(QS. al-Zumar/39:55)

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ ﴿١٩٩﴾

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (QS. al-A'rāf/7:199)

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّـهُ ۖ وَأُولَـٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ ﴿١٨﴾

yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (QS. al-Zumar/39:18)

Demikian pula ditemukan di dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra. bahwa:

مَا خُيِّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا[8]

Rasulullah saw. tidak pernah diberi tawaran untuk memilih dua perkara, melainkan beliau memilih yang paling ringan.

Pendapat yang lebih sulit seharusnya tidak dianggap lebih saleh, religius, atau tulus terhadap Tuhan. Justru, dalam pendapat yang sulit itu ada semangat yang berlebihan dan ekstremisme. Allah swt. berfirman:

...يُرِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ...

...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu... (QS. al-Baqarah/2:185)

Terlebih lagi, Rasulullah saw. bersabda:

لَا تُشَدِّدُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَيُشَدَّدَ عَلَيْكُمْ فَإِنَّ قَوْمًا شَدَّدُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ فَشَدَّدَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ[9]

Janganlah kalian persulit diri kalian hingga Allah akan mempersulitmu. Sungguh, ada suatu kaum yang suka mempersulit diri mereka lalu Allah mempersulit bagi mereka.

Ada khayalan dan kesombongan dalam pendapat yang menyulitkan itu, karena orang-orang yang merasa lebih sulit secara alami berkata pada diri mereka sendiri: ‘Saya bersusah payah. Siapa pun yang kurang menderita dari saya berarti ia kurang sempurna'; dan dengan demikian: ‘Saya lebih unggul dari mereka.’ Di sinilah terletak dan  melekat niat buruk kepada Allah swt, seolah-olah Allah swt. menurunkan Al-Qur'an untuk membuat orang sengsara. Allah. swt. berfirman:

طه ﴿١﴾ مَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ ﴿٢﴾

Thaahaa.Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; (QS. Ṭāhā/20:1-2)

Perlu dicatat bahwa sebagian besar orang yang menjadi Muslim sepanjang sejarah, melakukannya melalui dakwah yang lembut (da’wah hasanah). Allah swt. berfirman:

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿١٢٥﴾

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. al-Nal/16:125).

Rasulullah saw. bersabda:

عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ وَإِيَّاكِ وَالْعُنْفَ وَالْفُحْشَ[10]

Tenanglah, berlemah lembutlah dan janganlah kamu bersikeras dan janganlah kamu berkata keji.

Dan ketika Islam menyebar secara politis dari Asia Tengah (Khurasan) ke Afrika Utara karena penaklukan Islam, mayoritas penduduk negeri-negeri ini tetap menjadi Kristen selama ratusan tahun sampai beberapa dari mereka secara bertahap menerima Islam melalui dakwah yang lembut, dan bukan melalui kekerasan dan paksaan. Bahkan negara-negara besar dan seluruh provinsi menjadi Muslim tanpa penaklukan, tetapi melalui dakwah, seperti: Indonesia; Malaysia; Afrika Barat dan Timur, dan lainnya. Oleh karena itu, kepayahan bukanlah ukuran kesalehan ataupun pilihan untuk penyebaran Islam.

5.     Fiqh al-Waqi’

Yang dimaksud dengan Fiqh al-Waqi’ adalah proses penerapan hukum Syariah dan menanganinya sesuai dengan realitas dan keadaan di mana orang hidup. Ini dicapai dengan memiliki wawasan tentang realitas di mana orang hidup dan mengidentifikasi masalah mereka, perjuangan dan kemampuan mereka serta apa yang mereka alami. Fiqh al-Waq'i mempertimbangkan teks-teks itu berlaku untuk realitas masyarakat pada waktu tertentu, dan kewajiban yang dapat ditunda sampai mereka dapat memenuhinya, atau ditunda berdasarkan kemampuan mereka. Imam Ghazali mengatakan:

أَمَّا الْوَاقِعُ فِي رُتْبَةِ الضَّرُورَاتِ فَلَا بُعْدَ فِي أَنْ يُؤَدِّيَ إلَيْهِ اجْتِهَادُ مُجْتَهِدٍ، وَإِنْ لَمْ يَشْهَدْ لَهُ أَصْلٌ مُعَيَّنٌ

‘Adapun praktik yang mendikte kebutuhan, tidak masuk akal bahwa (ijtihad) dapat menyebabkan mereka [praktis], bahkan jika tidak ada asal yang jelas untuk mereka.’[11].

Ibn Qayyim Al-Jawziyyah mengatakan:

بَلْ يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَكُونَ فَقِيهًا فِي مَعْرِفَةِ مَكْرِ النَّاسِ وَخِدَاعِهِمْ وَاحْتِيَالِهِمْ وَعَوَائِدِهِمْ وَعُرْفِيَّاتِهِمْ، فَإِنَّ الْفَتْوَى تَتَغَيَّرُ بِتَغَيُّرِ الزَّمَانِ وَالْمَكَانِ وَالْعَوَائِدِ وَالْأَحْوَالِ، وَذَلِكَ كُلُّهُ مِنْ دِينِ اللَّهِ كَمَا تَقَدَّمَ بَيَانُهُ

‘Sepantasnya [seorang ahli hukum] harus memahami kecenderungan orang untuk merencanakan, menipu dan curang, di samping adat dan tradisi mereka. Peraturan agama (fatwa) berubah sesuai dengan perubahan waktu, tempat, kebiasaan dan keadaan, dan semua ini berasal dari agama Tuhan, sebagaimana telah dijelaskan.’[12]

6.     Membunuh Yang Tidak Bersalah.

Allah swt. berfirman:

...وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّـهُ إِلَّا بِالْحَقِّ

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar...(QS. al-Isra'/17:33)

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّـهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿١٥١﴾

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (QS. al-An'am/6:151)

Pembantaian jiwa — jiwa apa pun — adalah haram (dilarang dan tidak dapat diganggu gugat berdasarkan Hukum Islam), itu juga merupakan salah satu dosa yang paling keji (mubiqat). Allah swt. berfirman:

مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ ﴿٣٢﴾

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS. al-Ma’idah/5:32)

Anda telah membunuh banyak orang tak berdosa yang bukan kombatan ataupun  bersenjata, hanya karena mereka tidak setuju dengan pendapat Anda.[13]

7.     Membunuh Utusan

Diketahui bahwa semua agama melarang pembunuhan utusan. Yang dimaksud dengan utusan di sini adalah orang-orang yang dikirim dari satu kelompok orang ke kelompok lain untuk melakukan tugas mulia seperti rekonsiliasi atau penyampaian pesan. Utusan memiliki hak khusus untuk tidak diganggu gugat. Ibn Mas’ud berkata:

فَمَضَتْ السُّنَّةُ أَنَّ الرُّسُلَ لَا تُقْتَلُ[14]

Sunnah telah berlaku bahwa seorang utusan tidak boleh dibunuh.

Para jurnalis — jika mereka jujur dan tentu saja bukan mata-mata — adalah utusan kebenaran, karena tugas mereka adalah mengungkap kebenaran kepada orang-orang pada umumnya. Anda telah membunuh tanpa ampun jurnalis James Foley dan Steven Sotloff, bahkan setelah ibu Sotloff memohon kepada Anda dan memohon belas kasihan. Pekerja bantuan juga adalah utusan belas kasih dan kebaikan, namun Anda membunuh pekerja bantuan David Haines. Apa yang telah Anda lakukan adalah tidak perlu dipertanyakan lagi sebagai sesuatu yang dilarang (haram).

8.     Jihad

Semua Muslim melihat kemuliaan yang besar dalam jihad. Allah swt. berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّـهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ

Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu?... (QS. al-Taubah/9:38)

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّـهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّـهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ﴿١٩٠﴾

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (al-Baqarah/2:190)

Dan masih banyak ayat lainnya. Imam Syafi’i, tiga Imam Mazhab lainnya maupun semua ulama berpendapat bahwa Jihad adalah kewajiban kolektif (fardu kifāyah) dan bukan kewajiban individual (fardu ‘ain). Hal ini didasarkan pada dalil firman Allah swt.

وَكُلًّا وَعَدَ اللَّـهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّـهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا ﴿٩٥﴾

…Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar (QS. al-Nisa/4:95)

Istilah ‘jihad’ adalah  istilah Islam yang tidak dapat diterapkan untuk menggambarkan konflik bersenjata. Ini adalah prinsip yang sudah mapan. Selain itu, semua ulama sepakat bahwa jihad tergantung pada persetujuan orang tua seseorang. Hal ini dibuktikan dengan sebuah hadis,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ[15]

Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw. lalu meminta izin untuk ikut berjihad. Maka Beliau bertanya: "Apakah kedua orang tuamu masih hidup?" Laki-laki itu menjawab: "Iya". Maka Beliau berkata: "Kepada keduanyalah kamu berjihad (berbakti)"

Jihad ada dua jenis di dalam Islam. Jihad yang besar adalah jihad melawan hawa nafsu, jihad yang kecil adalah jihad melawan musuh. Jihad yang besar dinisbahkan kepada sabda Rasulullah saw,

رَجعْنَا من الْجِهَاد الْأَصْغَر إِلَى الْجِهَاد الْأَكْبَر[16]

Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju ke jihad yang besar.

Jika kalian berkata bahwa hadis ini a’īf (lemah) atau mauḍū(palsu), maka jawabannya adalah bahwa bukti dari konsep ini terdapat dalam Al-Qur’an itu sendiri.

فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُم بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا ﴿٥٢﴾

Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar. (QS. al-Furqan/25:52)

‘Bihi’/’dengannya’ di dalam ayat ini merujuk kepada Al-Qur’an, yang merupakan:

...شِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ...

...penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada...(QS. Yunus/10:57)

Hal ini sangat jelas dipahami melalui hadis Nabi saw.

أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى[17]

Maukah aku beritahukan kepada kalian mengenai amalan kalian yang terbaik, dan yang paling suci di sisi Raja (Allah) kalian, paling tinggi derajatnya, serta lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian daripada bertemu dengan musuh kemudian kalian memenggel leher mereka dan mereka memenggal leher kalian?" Mereka berkata; ya. Beliau berkata: "Berdzikir kepada Allah ta'ala."

Dengan demikian, maka jihad yang besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan senjata untuk melawannya adalah mengingat Allah dan menyucikan jiwa. Lebih jauh lagi, Allah swt. menjelaskan hubungan antara dua jihad itu di ayat yang lain:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّـهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٤٥﴾

Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. (QS. al-Anfal/8:45)

Dengan demikian, berdiri teguh adalah jihad yang lebih rendah dan tergantung pada jihad yang lebih besar yang merupakan jihad melawan ego melalui mengingat Tuhan dan penyucian jiwa. Bagaimanapun, jihad adalah sarana untuk perdamaian, keselamatan dan keamanan, dan bukan tujuan itu sendiri. Hal ini jelas di dalam firman-Nya:

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّـهِ ۖ فَإِنِ انتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ ﴿١٩٣﴾

Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. al-Baqarah/2:193)

Di dalam pidato saudara pada tanggal 4 Juli 2014, Anda mengatakan: ‘tidak ada kehidupan tanpa jihad’. Ini mungkin berdasarkan tafsir al-Qurtubi terhadap ayat:

...يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّـهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu...(QS. al-Anfal/8:24)

Jihad yang sejati menghidupkan hati. Namun, kehidupan bisa tetap ada tanpa jihad, karena umat Islam dapat menghadapi keadaan di mana pertempuran tidak diperlukan, atau di mana jihad tidak diperlukan, dan sejarah Islam penuh dengan contoh-contoh ini.

Sebenarnya, sudah jelas bahwa Anda dan kombatan Anda tidak kenal takut dan siap untuk berkorban dalam niat Anda untuk jihad. Tidak ada orang yang jujur yang mengikuti peristiwa ini — teman atau musuh — yang dapat menyangkal hal ini. Namun, jihad tanpa alasan yang sah, tujuan yang sah, cara yang sah dan niat yang sah sama sekali bukanlah jihad, sebaliknya, ia hanyalah perang dan kejahatan.

a.     Niat Berjihad

Allah swt.berfirman:

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ﴿٣٩﴾

dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, (QS. al-Najm/53:39)

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Asy’ari bahwasanya:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً وَيُقَاتِلُ رِيَاءً فَأَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ[18]

Seseorang datang kepada Nabi saw. dan berujar, 'Ada seseorang yang berperang karena dorongan fanatisme, atau berperang karena ingin memperlihatkan keberanian, dan ada yang berperang karena ingin dilihat orang, siapakah yang disebut fi sabilillah?' Nabi menjawab: "Siapa yang berperang agar kalimatullah menjadi tinggi, ia berada fii sabilillah."

إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ[19]

Sesungguhnya manusia yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat ialah seseorang yang mati syahid, lalu diperlihatkan kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, lantas Dia bertanya: 'Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku? Dia menjawab: 'Saya berjuang dan berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.' Allah berfirman: 'Kamu berdusta, sebenarnya kamu berperang bukan karena untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani. Kini kamu telah menyandang gelar tersebut.' Kemudian diperintahkan kepadanya supaya dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka…

b.     Alasan Berjihad

Alasan di balik jihad bagi umat Islam adalah untuk memerangi mereka yang memerangi mereka, bukan untuk memerangi siapa pun yang tidak memerangi mereka, atau untuk melampaui batas terhadap siapa pun yang belum melampaui batas terhadap mereka. Firman Allah swt. dalam mengizinkan jihad adalah:

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّـهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ ﴿٣٩﴾ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّـهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّـهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّـهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنصُرَنَّ اللَّـهُ مَن يَنصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّـهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ ﴿٤٠﴾

39) Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, 40) (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (QS. al-Hajj/22:39-40)

 

Dengan demikian, jihad terkait dengan keselamatan, kebebasan beragama, kezaliman yang telah terjadi di dunia dan penggusuran dari tanah seseorang. Dua ayat ini diturunkan setelah Nabi saw. dan para sahabatnya mengalami penyiksaan, pembunuhan, dan penganiayaan selama tiga belas tahun di tangan para penyembah berhala. Oleh karena itu, tidak ada yang namanya jihad ofensif dan agresif hanya karena orang memiliki agama atau pendapat yang berbeda. Ini adalah posisi Abu Hanifah, Imam Malik dan Ahmad dan semua ulama lainnya termasuk Ibnu Taimiyah, dengan pengecualian beberapa ulama dari mazhab Syafi'i.[20]

c.     Tujuan Berjihad

Para ulama bersepakat tentang tujuan berjihad karena Allah swt. berfirman:

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّـهِ ۖ فَإِنِ انتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ ﴿١٩٣﴾

Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. al-Baqarah/2:193)

 

Demikian pula hadis Rasulullah saw. :

 

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَمَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَدْ عَصَمَ مِنِّي مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلَّا بِحَقِّهِ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ[21]

Saya diperintahkan memerangi manusia hingga mereka mengucapkan laa-ilaaha-illallah, siapa yang telah mengucapkan laa-ilaaha-illallah, berarti ia telah menjaga kehormatan darahnya dan jiwanya kecuali karena alasan yang dibenarkan dan hisabnya kepada Allah.

 

Ini adalah tujuan jihad begitu perang dilancarkan terhadap umat Islam. Teks-teks ini menjelaskan seperti apa kemenangan dalam kasus bahwa umat Islam menang, dan bahwa alasan jihad tidak boleh disamakan dengan tujuan jihad; semua ulama sepakat tentang hal ini. Hadits di atas mengacu pada peristiwa yang telah terjadi dan berkaitan dengan firman Allah swt. tentang janji-Nya:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّـهِ شَهِيدًا ﴿٢٨﴾

Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (QS. al-Fath/48:28)

 

Ini terjadi dalam konteks Semenanjung Arab di masa Nabi saw. Allah swt. berfirman:

...وَلِتُنذِرَ أُمَّ الْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا...

...dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya...(QS. al-An'am/6:92)

...يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُم مِّنَ الْكُفَّارِ

Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu...(QS. al-Taubah/9:123)

 

Rasulullah saw. juga bersabda:

أَخْرِجُوا الْمُشْرِكِينَ مِنْ جَزِيرَةِ الْعَرَبِ[22]

Usirlah orang-orang musyrikin dari jazirah 'Arab.

 

Bagaimana ini tidak terjadi ketika Tuhan menjanjikan Nabi saw:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ ﴿٩﴾

Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.(QS. al-aff/61:9)

 

Yang dimaksud di sini adalah Semenanjung Arab karena inilah yang terjadi selama kehidupan Nabi saw.. Bagaimanapun, jika para komandan jihad melihat bahwa itu adalah demi kepentingan terbaik umat Islam, diperbolehkan bagi mereka untuk berhenti bertempur, bahkan jika tujuan ini belum tercapai. Allah swt. berfirman:

فَإِنِ انتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ ﴿١٩٣﴾...

...Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. al-Baqarah/2:193)

Keadaan dan peristiwa Pejanjian al-Hudaybiyah adalah bukti dari ini.

d.     Aturan Berjihad

Aturan dalam berjihad dapat disimpulkan melalui sabda Nabi saw.

اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا...[23]

berperanglah kalian dan janganlah kalian menipu (dalam harta rampasan), jangan kalian mengkhianati janji, jangan membunuh seseorang dengan cara yang kejam, dan janganlah membunuh anak-anak...

Rasulullah saw. juga bersabda pada hari pembukaan kota Mekkah:

لَا يُقْتَلُ مُدْبِرٌ، وَلَا يُجْهَزُ عَلَى جَرِيحٍ، وَمَنْ أَغْلَقَ بَابَهُ فَهُوَ آمِنٌ[24]

Mereka yang menyerah tidak boleh dibunuh, yang terluka tidak akan disakiti, dan siapa pun yang menutup pintunya akan aman.

Begitupula ketika Abu Bakr al-Shiddiq mempersiapkan pasukan dan mengirim mereka ke Syam/Suriah, ia berkata:

وَإِنَّكُمْ سَتَجِدُونَ أَقْوَامًا قَدْ حَبَسُوا أَنْفُسَهُمْ فِي هَذِهِ الصَّوَامِعِ فَاتْرُكُوهُمْ وَمَا حَبَسُوا لَهُ أَنْفُسَهُمْ، وَسَتَجِدُونَ أَقْوَامًا قَدِ اتَّخَذَ الشَّيْطَانُ عَلَى رُءُوسِهِمْ مَقَاعِدَ - يَعْنِي الشَّمَامِسَةَ[25] - فَاضْرِبُوا تِلْكَ الْأَعْنَاقَ، وَلَا تَقْتُلُوا كَبِيرًا هَرِمًا، وَلَا امْرَأَةً، وَلَا وَلِيدًا، وَلَا تُخْرِبُوا عُمْرَانًا، وَلَا تَقْطَعُوا شَجَرَةً إِلَّا لِنَفْعٍ، وَلَا تَعْقِرُنَّ بَهِيمَةً إِلَّا لِنَفْعٍ، وَلَا تَحْرِقُنَّ نَخْلًا، وَلَا تُغَرِّقُنَّهُ، وَلَا تَغْدِرْ، وَلَا تُمَثِّلْ، وَلَا تَجْبُنْ، وَلَا تَغْلُلْ، {وَلِيَعْلَمَ اللهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ[26]

Anda akan menemukan orang-orang yang telah mengabdikan diri untuk biara, tinggalkan mereka untuk pengabdian mereka. Anda juga akan menemukan orang lain yang kepalanya adalah kursi untuk iblis (pendeta bersenjata). jadi pukul leher mereka. Namun, jangan bunuh yang tua dan jompo, wanita atau anak-anak; jangan menghancurkan bangunan; jangan menebang pohon atau merusak ternak tanpa alasan yang benar; jangan membakar atau menenggelamkan; jangan curang; jangan memutilasi; jangan pengecut; dan jangan menjarah. Dan sungguh Tuhan akan menolong mereka yang menolong-Nya dan para Rasul-Nya sedang mereka tidak melihat-Nya. Sungguh, Tuhan itu Maha Kuat, Maha Perkasa.

Adapun membunuh tahanan, itu dilarang dalam Hukum Islam. Namun saudara sudah membunuh banyak tahanan termasuk 1700 tawanan di Camp Speicher di Tikrit pada Juni 2014; 200 tawanan di ladang gas Sha'er pada Juli 2014; 700 tawanan suku Sha'etat di Deir el-Zor (600 di antaranya adalah warga sipil tidak bersenjata); 250 tawanan di pangkalan udara Tabqah di Al-Raqqah pada Agustus 2014; Tentara Kurdi dan Lebanon, dan banyak lainnya yang tak terhitung yang diketahui Tuhan. Ini adalah kejahatan perang keji.

            Jika Anda mengklaim bahwa Nabi saw. membunuh beberapa tawanan dalam beberapa pertempuran, maka jawabannya adalah bahwa ia hanya memerintahkan agar dua tawanan dibunuh di Pertempuran Badr: Uqbah bin Abi Mu'ayt dan Nadr ibn Al-Harith. Mereka adalah pemimpin perang dan penjahat perang, dan eksekusi penjahat perang diizinkan jika penguasa memerintahkannya. Ini juga yang dilakukan Saladin pada saat menaklukkan Yerusalem, dan apa yang dilakukan Sekutu selama pengadilan Nuremberg setelah Perang Dunia II. Adapun puluhan ribu tawanan di bawah yurisdiksi Nabi saw. selama rentang sepuluh tahun dan 29 pertempuran, ia tidak mengeksekusi seorang prajurit biasa; alih-alih, dia mewasiatkan mereka agar diperlakukan dengan baik.[27]

Petunjuk Tuhan mengenai tahanan dan tawanan perang terdapat dalam firman-Nya:

...فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا فِدَاءً...

...sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan...(QS.Muhammad/47:4)

Allah memerintahkan agar para tawanan dan tawanan perang diperlakukan dengan penuh rasa hormat.

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا ﴿٨﴾

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.(QS. al-Insan/76:8)

Memang, Sunnah Nabi saw. yang sebenarnya tentang tawanan adalah pengampunan, seperti yang ditunjukkan selama penaklukan kota Mekkah ketika Nabi saw. berkata:

لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ "اذهبوا فأنتم الطلقاء"[28]

Akhirnya, salah satu prinsip terpenting dalam hal jihad adalah bahwa hanya pejuang yang dapat dibunuh; keluarga mereka dan non-kombatan tidak boleh dibunuh dengan sengaja. Jika Anda bertanya tentang contoh bahwa:

سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الذَّرَارِيِّ مِنْ الْمُشْرِكِينَ يُبَيَّتُونَ فَيُصِيبُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ وَذَرَارِيِّهِمْ فَقَالَ هُمْ مِنْهُمْ[29]

Nabi saw. pernah ditanya mengenai anak-anak dan wanita Musyrikin yang terbunuh ketika terjadi serangan malam." Beliau menjawab: "Mereka termasuk dari golongan musuh."

Hadits ini merujuk pada pembunuhan orang tak berdosa secara tidak sengaja dan sama sekali tidak menunjukkan bahwa pembunuhan orang tak bersalah yang disengaja —seperti dalam pemboman— itu diijinkan. Allah swt. berfirman:

...وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ...

...dan bersikap keraslah terhadap mereka...(QS. al-Taubah/9:73)

...وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً...

...dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu... (QS. al-Taubah/9:123)

Ini dalam kondisi perang, tidak untuk setelahnya.

9.     Takfir (Mengkafirkan)

Beberapa kesalahpahaman tentang takfir adalah akibat dari pendapat yang berlebihan tentang takfir oleh sebagain ulama Salafi, dan melebih-lebihkan apa yang Ibn Taymiyyah dan Ibn Al-Qayyim telah katakan dalam banyak aspek penting. Secara singkat, takfir dapat diringkas dengan benar sebagai berikut:

a.     Pada dasarnya di dalam Islam, siapa pun yang mengatakan: ‘Tidak ada Tuhan selain Tuhan; Muhammad adalah Utusan Allah’ adalah seorang Muslim dan tidak dapat dinyatakan sebagai kafir. Allah swt. berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَعِندَ اللَّـهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنتُم مِّن قَبْلُ فَمَنَّ اللَّـهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا ﴿٩٤﴾

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Nisa/4:94)

 

Maksud dari kata ‘telililah’ di dalam ayat di atas adalah mempertanyakan: ‘apakah kamu muslim?’ Jawabannya harus diambil pada apa yang tampak tanpa mempertanyakan atau menguji iman mereka. Selain itu, Nabi Muhammad saw. bersabda:

وَيْلَكُمْ أَوْ وَيْحَكُمْ انْظُرُوا لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ[30]

Celakah kalian, janganlah kalian kembali menjadi kafir sepeninggalku, sehingga sebagian kalian memenggal leher sebagian yang lainnya.

 

مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَدْ عَصَمَ مِنِّي نَفْسَهُ وَمَالَهُ إِلَّا بِحَقِّهِ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ[31]

Maka barang siapa yang telah mengucapkan laa ilaaha illallah, sungguh telah terlindung jiwa dan hartanya dariku kecuali dengan haqnya dan perhitunganya kepada Allah.

 

Ibnu Umar dan Aisyah ra. juga mengatakan bahwa:

لا تكفير لأهل القبلة[32]

Tidak diperbolehkan mengkafirkan orang yang menghadap kiblat.

 

b.     Isu ini menjadi sangat penting karena berkaitan tentang bolehnya menumpahkan darah seorang muslim, melanggar kesucian mereka, dan merebut kekayaan dan hak mereka. Allah swt. berfirman:

وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّـهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا ﴿٩٣﴾

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.  (QS. al-Nisa/4:93)

 

Rasulullah saw. bersabda:

أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا[33]

Siapa saja yang berkata kepada saudaranya; "Wahai Kafir" maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari keduanya.

 

Allah swt. telah memperingatkan dengan bahasa yang sangat jelas melarang membunuh siapa yang telah secara verbal mengaku sebagai Islam:

فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَمَا جَعَلَ اللَّـهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلًا ﴿٩٠﴾

...tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka. (QS. al-Nisa/4:90)

 

Rasulullah saw. memperingatkan untuk tidak menuduh seseorang sebagai musyrik dan memerangi mereka.

إن مَا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ...فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ وَرَمَاهُ بِالشِّرْكِ...[34]

Orang yang paling saya takuti dari kalian adalah orang yang telah membaca Al-Qur'an ... membuangnya dan melemparkannya di belakangnya, lalu mengambil pedang untuk tetangganya dan menuduhnya musyrik.

 

Tidak diperbolehkan untuk membunuh seorang Muslim, (atau bahkan manusia manapun), yang tidak bersenjata dan non-kombatan. Usamah bin Zayd meriwayatkan bahwa setelah ia membunuh seseorang yang telah mengatakan bahwa ‘Tiada Tuhan Selain Allah’, Rasulullah saw. bertanya kepadanya:

أَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَقَتَلْتَهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِنْ السِّلَاحِ قَالَ أَفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ لَا[35]

‘Apakah kamu membunuh orang yang mengatakan ‘Tiada Tuhan Selain Allah’?’ Saya menjawab: ‘Wahai Rasulullah saw., dia mengatakannya hanya untuk berlindung karena takut dengan senjata kita’. Rasulullah saw. berkata: ‘Apakah kamu membelah dadanya sehingga kamu mengetahui dia bermaksud demikian atau tidak?’

Baru-baru ini, Shaker Wahib — yang berafiliasi dengan apa yang dikenal pada waktu itu sebagai Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) - muncul dalam video YouTube di mana ia menghentikan warga sipil tak bersenjata yang mengatakan mereka adalah Muslim. Dia kemudian melanjutkan untuk bertanya kepada mereka jumlah sujud dalam doa tertentu. Ketika mereka menjawab salah, dia membunuh mereka.[36] Ini adalah larangan yang sangat jelas di dalam Hukum Islam dan merupakan kejahatan yang keji.

c.     Perbuatan bergantung pada niat yang ada di belakangnya. Rasulullah saw. bersabda:

 

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى[37]

Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan

 

Allah swt. berfirman:

إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّـهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ ﴿١﴾

Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS. al-Munafiqun/63:1)

 

Dengan demikian, Allah swt. menggambarkan kata-kata orang munafik tentang ajaran Nabi saw.— fakta yang tak terbantahkan — sebagai kebohongan, karena niat mereka ketika mengatakan itu adalah untuk berbohong meskipun hal itu sendiri adalah benar. Itu adalah kebohongan karena mereka mengucapkan dengan lidah mereka kebenaran yang Allah swt. tahu bahwa hati mereka menolak.

Ini berarti bahwa kekafiran membutuhkan niat kafir, dan bukan hanya kata-kata atau perbuatan yang linglung. Tidak diperbolehkan menuduh siapa pun kafir tanpa bukti bahwa niatnya memang menjadi kafir. Juga tidak diperbolehkan menuduh siapa pun sebagai non-Muslim tanpa bisa memastikan niat itu. Lagi pula, mungkin saja orang itu dipaksa, tidak tahu, gila, atau tidak sengaja. Mungkin juga dia salah mengerti terkait masalah tertentu. Allah swt. berfirman:

مَن كَفَرَ بِاللَّـهِ مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَـٰكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللَّـهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٦﴾

Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. al-Nahl/16:106)

 

Dilarang menafsirkan implikasi dari perbuatan seseorang; hanya orang itu sendiri yang dapat menafsirkan perbuatan mereka sendiri — khususnya ketika ada perbedaan pendapat di antara orang Muslim tentang perbuatan itu. Juga dilarang untuk menyatakan orang lain kafir (takfir) berdasarkan masalah apa pun di mana ada perbedaan pendapat di antara para ulama Muslim. Dilarang mendeklarasikan seluruh kelompok sebagai kafir. Kekafiran hanya berlaku untuk individu tergantung pada perbuatan dan niat mereka. Allah swt. berfirman:

...وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ...

...dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain...(QS. al-Zumar/39:7)

Akhirnya, dilarang untuk mengkafirkan orang lain yang meragukanmu mengenai kekafiran orang lain, atau menolak untuk menyatakan mereka non-Muslim.

Alasan mengapa hal ini dibahas dengan sangat rinci adalah karena Anda membagikan buku-buku Muhammad bin Abdul Wahhab begitu Anda sampai di Mosul dan Aleppo. Bagaimanapun, para ulama — termasuk Ibn Taymiyyah dan Ibn Al-Qayyim Al-Jawziyyah — membedakan antara tindakan orang-orang kafir (kafir) dan menyatakan orang-orang non-Muslim (takfir). Bahkan jika seseorang melakukan perbuatan yang memiliki unsur kekafiran, ini tidak mengharuskan orang tersebut diadili sebagai orang yang tidak beriman karena alasan yang disajikan sebelumnya. Al-Dhahabi[38] meriwayatkan bahwa gurunya, Ibnu Taimiyah, berkata menjelang akhir hidupnya:

أَنَا لاَ أَكفر أَحَداً مِنَ الأُمَّة

‘Saya tidak mengkafirkan satupun umat Islam’

Nabi saw. berkata:

لاَ يُحَافِظُ عَلى الْوضُوء إِلاَّ مُؤْمِنٌ

"Siapa pun yang memelihara wudhu adalah seorang mukmin"

Maka siapa pun yang menjalankan shalat dengan wudhu adalah seorang Muslim.

Ini adalah poin yang penting. Rasulullah saw. bersabda:

الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ[39]

Syirik yang tersembunyi, yaitu seseorang mengerjakan shalat dan membaguskan shalatnya dengan harapan agar ada seseorang yang memperhatikannya

 

Dengan demikian ia menggambarkan kesombongan dalam shalat sebagai 'syirik halus’,

yang merupakan syirik kecil. Syirik kecil ini, yang sebagian jemaah jatuh ke dalamnya, tidak dianggap sebagai syirik besar dan tidak dapat menyebabkan takfir atau diusir dari Islam. Untuk selain para Nabi dan Rasul, semua orang menyembah Tuhan sesuai dengan kapasitas mereka, dan bukan sebagaimana selayaknya yang Allah swt. terima. Allah swt. berfirman:

وَمَا قَدَرُوا اللَّـهَ حَقَّ قَدْرِهِ

Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya...(QS. al-An'am/6:91)

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٥﴾

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. al-Isra/17:85)

 

Meskipun demikian, Allah swt. tetap menerima ibadah semacam itu. Manusia tidak mampu memahami Tuhan, karena:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

...Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia...(QS. al-Shura/42:11)

لَّا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan...(QS. al-An'am/6:103)

Tidak ada yang diketahui tentang Dia kecuali apa yang telah Dia ungkapkan melalui wahyu atau yang Dia berikan kepada Nabi Muhammad saw.

...يُلْقِي الرُّوحَ مِنْ أَمْرِهِ عَلَىٰ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ...

...Yang mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya...(QS. Gafir/40:15)

 

Jadi, bagaimana orang dapat mengangkat pedang terhadap orang lain hanya karena dia percaya bahwa mereka tidak menyembah Tuhan sebagaimana selayaknya? Tidak ada yang menyembah Tuhan sebagaimana selayaknya Dia disembah kecuali dengan izin-Nya. Lebih mendasar lagi, masalah syirik di kalangan orang Arab sedang diperdebatkan, seperti yang dikatakan Nabi saw.

إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ[40]

Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah orang-orang yang shalat dijazirah arab, tapi ia mengadu domba diantara mereka

10.  Ahlul Kitab

Mengenai orang Kristen Arab, Anda memberi mereka tiga pilihan: jizyah (pajak), pedang, atau konversi ke Islam. Anda mengecat rumah mereka menjadi merah, menghancurkan gereja-gereja mereka, dan dalam beberapa kasus, menjarah rumah dan properti mereka. Anda membunuh beberapa dari mereka dan menyebabkan banyak orang lain melarikan diri dari rumah mereka hanya dengan nyawa dan pakaian mereka di punggung mereka. Orang-orang Kristen ini bukan pejuang melawan Islam atau pelanggar terhadapnya. Justru mereka adalah teman, tetangga, dan sesama warga.

Dari perspektif hukum Syariah mereka semua berada di bawah perjanjian kuno yang berusia sekitar 1400 tahun, dan keputusan jihad tidak berlaku untuk mereka. Beberapa leluhur mereka bertempur bersama pasukan Nabi melawan Bizantium; dan dengan demikian telah menjadi warga Negara Madinah sejak saat itu. Yang lain di bawah perjanjian yang dijamin oleh Umar ibn Al-Khattab, Khalid ibn Al-Walid, Umayyah, Abbasiyah, Utsmani, dan negara mereka masing-masing.

Singkatnya, mereka bukan orang asing di tanah ini, mereka lebih tepatnya adalah penduduk asli dari tanah ini dari zaman pra-Islam; mereka bukan musuh tetapi teman. Selama 1400 tahun terakhir mereka telah membela negara mereka melawan Tentara Salib, penjajah, Israel dan perang lainnya, lalu bagaimana Anda dapat memperlakukan mereka sebagai musuh? Allah swt. befirman dalam Al Qur'an:

لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّـهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّـهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. al-Mumtahanah/60:8)

Adapun jizyah, ada dua jenis jizyah dalam Syariah (Hukum Islam). Jenis pertama adalah yang dipungut sementara subjeknya 'siap ditundukkan'. Ini berlaku bagi mereka yang memerangi Islam, sebagaimana dipahami dari firman-Nya:

قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّـهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ ﴿٢٩﴾

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS.al-Taubah/9:29)

Sebagaimana diklarifikasi oleh ayat sebelumnya dalam Surat ini, yang dimaksud oleh ayat ini adalah pihak-pihak yang sebelumnya menyerang Muslim:

أَلَا تُقَاتِلُونَ قَوْمًا نَّكَثُوا أَيْمَانَهُمْ وَهَمُّوا بِإِخْرَاجِ الرَّسُولِ وَهُم بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ أَتَخْشَوْنَهُمْ ۚ فَاللَّـهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَوْهُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ﴿١٣﴾

Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. al-Taubah/9:13)[41]

Jenis jizyah kedua dikenakan pada mereka yang tidak berperang melawan Islam; itu dikenakan pada mereka sebagai ganti dari kewajbian zakat (yang hanya dibayar orang Muslim dan yang lebih tinggi dalam persentase daripada jizyah) melalui perjanjian dan tanpa kekerasan. Umar ibn Al-Khattab setuju untuk menyebutnya ‘sedekah’. Jizyah kemudian disimpan ke kas negara dan didistribusikan di antara warga negara, termasuk warga Kristen yang membutuhkan seperti yang dilakukan Umar selama kekhalifahannya.[42]

11.  Yazidi

Anda berperang melawan Yazidi di bawah bendera jihad padahal mereka tidak berperang denganmu atau umat Muslim. Anda menganggap mereka setan dan memberi mereka pilihan untuk dibunuh atau dipaksa masuk Islam. Anda membunuh ratusan dari mereka dan menguburnya di kuburan massal. Anda menyebabkan kematian dan penderitaan ratusan lainnya. Jika bukan karena intervensi Amerika dan Kurdi, puluhan ribu pria, wanita, anak-anak dan orang tua mereka akan terbunuh. Ini semua adalah kejahatan keji. Dari perspektif hukum Syariah mereka adalah orang-orang Majusi, Rasulullah saw. bersabda:

سُنُّوا بِهِمْ سُنَّةَ أَهْلِ الْكِتَابِ[43]

Hukumilah mereka sebagaimana Ahli Kitab

Dengan demikian, mereka adalah Ahlul Kitab. Allah swt. berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَىٰ وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّـهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ إِنَّ اللَّـهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ ﴿١٧﴾

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. (QS. al-Hajj/22:17)

Bahkan jika Anda ragu bahwa mereka adalah Ahlul Kitab, dari perspektif hukum Syari'ah, banyak ulama Salafussaleh menganggap mereka sepadan dengan Majusi berdasarkan Hadis yang disebutkan di atas. Bani Umayyah bahkan menganggap umat Hindu dan Buddha sebagai dzimmi.

Al-Qurtubi berkata:

وقال الأوزاعي: تؤخذ الجزية من كل عابد وثن أو نار أو جاحد أو مكذب. وكذلك مذهب مالك، فإنه رأى أن الجزية تؤخذ من جميع أجناس الشرك والجحد، عربيا أو عجميا... إلا المرتد[44]

‘Al-Awza’i mengatakan: "Jizyah dikenakan pada orang-orang yang menyembah berhala dan api, serta pada orang-orang kafir dan agnostik." Ini juga posisi Imam Maliki, karena pendapat Imam Malik adalah bahwa jizyah dikenakan pada semua penyembah berhala dan orang-orang kafir, baik mereka orang Arab atau non-Arab ... kecuali untuk murtad.

12.  Perbudakan

Tidak satupun ulama yang mengingkari bahwa salah satu tujuan ajaran Islam adalah menghapuskan perbudakan. Allah swt. berfirman:

وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ ﴿١٢﴾ فَكُّ رَقَبَةٍ ﴿١٣﴾ أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ ﴿١٤﴾

12) Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? 13) (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, 14) atau memberi makan pada hari kelaparan, (QS. al-Balad/90:14)

 

...فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِّن قَبْلِ أَن يَتَمَاسَّا...

...maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur...(QS. al-Mujadila/58:3)

 

Sunnah Nabi Muhammad saw. adalah bahwa ia membebaskan semua budak laki-laki dan perempuan yang dimilikinya atau yang telah diberikan kepadanya.[45]. Selama lebih dari seabad, umat Islam, dan bahkan seluruh dunia, telah dipersatukan dalam pelarangan dan kriminalisasi perbudakan, yang tonggak sejarah manusia ketika itu akhirnya tercapai. Nabi saw. berkata mengenai hilf al-fudul selama masa Jahiliyyah:

لو أدعى به في الإسلام لأجبت[46]

Seandainya saya diminta untuk memenuhinya dalam Islam, saya akan mewajibkannya.

Setelah seabad konsensus Muslim tentang larangan perbudakan, Anda telah melanggar ini; Anda telah mengambil perempuan sebagai selir dan dengan demikian menghidupkan kembali perselisihan dan hasutan (fitnah), dan kejahatan dan pencabulan di atas bumi. Anda telah menghidupkan kembali sesuatu yang Syari'ah telah bekerja tanpa lelah untuk membatalkannya dan telah dianggap terlarang oleh konsensus selama lebih dari satu abad. Bahkan, semua negara Muslim di dunia adalah penandatangan konvensi anti-perbudakan. Allah swt. berfirman:

وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا ﴿٣٤﴾

...dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (QS. al-Isra/17:34)

 

Anda memikul tanggung jawab atas kejahatan besar ini dan semua reaksi yang dapat ditimbulkannya terhadap semua Muslim.

13.  Pemaksaan

Allah swt. berfirman:

لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ ﴿٢٢﴾

Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, (QS. al-Ghasyiah/88:22)

...لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat...(QS. al-Baqarah/2:256)

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَن فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا ۚ أَفَأَنتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ ﴿٩٩﴾

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (QS. Yunus/10:99)

وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ ۖ فَمَن شَاءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاءَ فَلْيَكْفُرْ

Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir"...(QS. al-Kahfi/18:29)

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (QS. al-Kafirun/109:6)

Telah diketahui bahwa ayat: 'Tidak ada paksaan dalam agama' diturunkan setelah Penaklukan Mekah, oleh karena itu, tidak ada yang dapat mengklaim bahwa ayat itu dibatalkan. Anda telah memaksa orang untuk masuk Islam sama seperti Anda memaksa orang Muslim untuk menerima pandangan Anda. Anda juga memaksa semua orang yang hidup di bawah kendali Anda dalam setiap hal, besar atau kecil, bahkan dalam hal-hal yang berada di antara individu dan Tuhan. Di Al-Raqqa, Deir el-Zor dan daerah lain di bawah kendali Anda, kelompok-kelompok bersenjata yang menyebut diri mereka 'al-hisbah' berkeliling, membawa orang untuk tugas yang seolah-olah mereka ditugaskan oleh Allah swt. untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya. Namun, tidak satu pun dari para Sahabat melakukan ini. Ini bukan Amar ma’ruf nahi munkar; melainkan, ini adalah paksaan, penyerangan, konstan dan intimidasi brutal. Jika Allah swt. menginginkan ini, Dia akan mewajibkan mereka untuk perincian terkecil dari agama-Nya. Allah swt. berfirman:

...أَفَلَمْ يَيْأَسِ الَّذِينَ آمَنُوا أَن لَّوْ يَشَاءُ اللَّـهُ لَهَدَى النَّاسَ جَمِيعًا...

...Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya...(QS. al-Ra'd/13:31)

إِن نَّشَأْ نُنَزِّلْ عَلَيْهِم مِّنَ السَّمَاءِ آيَةً فَظَلَّتْ أَعْنَاقُهُمْ لَهَا خَاضِعِينَ ﴿٤﴾

Jika kami kehendaki niscaya Kami menurunkan kepada mereka mukjizat dari langit, maka senantiasa kuduk-kuduk mereka tunduk kepadanya. (QS. al-Syu'ara/26:4)

14.  Perempuan

Dalam istilah sederhana, Anda memperlakukan wanita seperti tahanan dan tawanan; mereka berpakaian sesuai dengan keinginan Anda; mereka tidak diizinkan meninggalkan rumah mereka dan mereka tidak diizinkan pergi ke sekolah. Padahal kenyataannya bahwa Nabi bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ[47]

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim

Begitupula faktanya bahwa kata pertama yang diwahyukan di dalm Al-Qur’an adalah: Bacalah. Mereka tidak diperbolehkan untuk bekerja maupun berpenghasilan, tidak pula bergerak dengan bebas dan dipaksa menikah dengan kombatan kalian. Allah swt. berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّـهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴿١﴾

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. al-Nisa/4:1)

Rasulullah saw. bersabda:

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا[48]

Perlakukanlah isteri-isteri kalian dengan baik

 

15.  Anak-anak

Kalian telah membuat anak-anak terlibat dalam peperangan dan pembunuhan. Beberapa memegang senjata dan yang lainnya bermain-main dengan kepala yang terputus dari korban kalian. Beberapa anak telah dilemparkan ke dalam medan perang, mereka membunuh dan terbunuh. Di sekolah anda, beberapa anak disiksa dan dipaksa untuk melakukan urusan anda, yang lainnya ada pula yang dieksekusi. Ini adalah kejahatan terhadap orang yang tidak berdosa yang sangat muda yang bahkan belum dapat bertanggungjawab secara moral. Allah swt. berfirman:

وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَـٰذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا ﴿٧٥﴾

Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!". (QS. al-Nisa/4:75)

16.  Ḥudūd

Hukuman Hudud ditetapkan dalam Al-Qur'an dan Hadits dan tidak dipertanyakan lagi sebagai sebuah kewajiban wajib dalam Hukum Islam. Namun demikian, ia tidak diterapkan tanpa klarifikasi, peringatan, nasihat, dan memenuhi persyaratan pembuktian; dan ia tidak boleh diterapkan secara kejam.

Sebagai contoh, Nabi saw. menghindari hudud dalam beberapa keadaan, dan seperti yang diketahui secara luas, Umar ibn Al-Khattab menangguhkan hudud di masa paceklik. Di semua mazhab, hukuman hudud memiliki prosedur yang jelas yang perlu diimplementasikan dengan belas kasih, dan persyaratannya yang ketat membuatnya sulit untuk benar-benar diterapkan.

Terlebih lagi, kecurigaan atau keraguan mencegah hudud; yaitu jika ada keraguan sedikitpun, hukuman hudud tidak dapat dilaksanakan. Hudud juga tidak berlaku bagi mereka yang membutuhkan atau kehilangan atau melarat; tidak berlaku hudud untuk pencurian buah dan sayuran atau untuk mencuri dengan jumlah tertentu. Anda telah terburu-buru memberlakukan hudud, sementara, dalam kenyataannya, semangat keagamaan yang teliti membuat penerapan hukuman hudud sebagai sesuatu yang paling sulit dilaksanakan dengan persyaratan pembuktian tertinggi.

17.  Penyiksaan

Tahanan Anda dan mereka yang berada di bawah kendali Anda mengatakan bahwa Anda menyiksa dan meneror mereka melalui pemukulan; pembunuhan dan berbagai bentuk penyiksaan lainnya, termasuk mengubur orang hidup-hidup. Anda telah memenggal orang dengan pisau, yang merupakan salah satu bentuk penyiksaan paling kejam dan terlarang dalam Hukum Islam (Syariah). Dalam pembunuhan massal yang telah Anda lakukan — yang dilarang berdasarkan Hukum Islam — pejuang Anda mengejek orang yang akan mereka bunuh dengan memberi tahu mereka bahwa mereka akan dibunuh seperti domba, mengembik dan kemudian membantai mereka seperti domba. Pejuangmu tidak puas hanya dengan pembunuhan, mereka menambahnya dengan penghinaan dan ejekan padanya. Allah swt. berfirman:

...يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka...(QS. al-Hujurat/49:11)

18.  Mutilasi

Anda tidak hanya memutilasi mayat, Anda bahkan telah memenggal kepala korban Anda dengan paku dan tongkat, lalu menendang kepala mereka yang terputus seperti bola dan menyiarkannya ke dunia selama Piala Dunia —suatu olahraga yang secara prinsip diperbolehkan dalam Islam dan yang memungkinkan orang untuk menghilangkan stres dan melupakan masalah mereka. Anda mencemooh mayat dan memutuskan kepalanya, lalu menyiarkannya dari pangkalan militer Anda di Suriah. Anda telah menyediakan banyak amunisi untuk semua orang yang ingin menyebut Islam biadab dengan menyiarkan tindakan biadab, yang Anda berpura-pura demi Islam. Anda telah memberi dunia tongkat untuk menyalahkan Islam, padahal pada kenyataannya Islam sama sekali tidak bersalah dari tindakan ini dan melarang mereka.

19.  Mengatasnamakan Tuhan dalam Kejahatan

Setelah mengikat prajurit Suriah Divisi ke-17 di Suriah timur laut dengat kawat berduri, Anda memotong kepala mereka dengan pisau dan memposting video ini di internet. Dalam video itu Anda berkata: ‘Kami adalah saudara Anda, tentara Negara Islam. Tuhan telah memihak kita dengan rahmat dan kemenangan-Nya dengan menaklukkan Divisi ke-17; kemenangan dan bantuan melalui Tuhan. Kita mencari perlindungan kepada Tuhan dengan kekuatan. Kami mencari perlindungan pada Tuhan dari senjata dan kesiapan kami.' Dengan demikian, Anda menghubungkan kejahatan keji ini dengan Tuhan, dan menjadikan seolah-olah ini adalah tindakan kerendahan hati kepada Tuhan, dengan mengatakan bahwa Ia melakukannya dan bukan Anda. Allah swt. berfirman:

وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّـهُ أَمَرَنَا بِهَا ۗ قُلْ إِنَّ اللَّـهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ ۖ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّـهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ ﴿٢٨﴾

Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya". Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji". Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? (QS. al-A'raf/7:28)

20.  Menghancurkan Kuburan dan Tempat-tempat Suci Para Nabi dan Sahabat

Anda telah meledakkan dan menghancurkan kuburan para Nabi dan Sahabat. Para ulama tidak sepakat tentang masalah kuburan. Namun demikian, tidak diperbolehkan untuk meledakkan kuburan para Nabi dan Sahabat dan merusak jasad mereka, sama seperti tidak diperbolehkan untuk membakar buah anggur dengan dalih bahwa beberapa orang menggunakannya untuk membuat minuman memabukkan. Allah swt. berfirman:

قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا ﴿٢١﴾

...Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya" (QS. al-Kahfi/18:21)

...وَاتَّخِذُوا مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ...

...Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat...(QS. al-Baqarah/2:125)

Rasulullah saw, bersabda:

قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ[49]

Saya pernah melarang kalian berziarah kubur. Sekarang telah diizinkan untuk Muhammad menziarahi kuburan ibunya, maka berziarahlah, karena (berziarah kubur itu) dapat mengingatkan akhirat.

Ziarah kubur mengingatkan manusia akan kematian dan hari kemudian. Allah swt. berfirman:

لْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّىٰ زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾

1) Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, 2) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (QS. al-Takatsur/102:1-2)

Mantan pemimpin Anda, Abu Umar Al-Baghdadi berkata: ‘Menurut kami, wajib untuk menghancurkan dan menghapus semua bentuk kesyirikan (penyembahan berhala) dan untuk melarang segala cara yang mengarah padanya karena hadis riwayat Muslim yang diriwayatkan oleh Abu Al-Hiyaj Al-Asadi, Ali bin Abi Thalib berkata:

أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ[50]

Maukah kamu aku utus sebagaimana Rasulullah saw. telah mengutusku? Hendaklah kamu jangan meninggalkan patug-patung kecuali kamu hancurkan.

Namun demikian, bahkan jika apa yang dia katakan itu benar, itu tidak berlaku untuk kuburan para Nabi atau Sahabat, karena para Sahabat sepakat untuk menguburkan Nabi saw. dan dua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar, di sebuah gedung yang bersebalahan dengan Masjid Nabawi.

21.  Memberontak Kepada Pemerintah

Tidak diperbolehkan memberontak kepada pemerintah yang tidak bersalah karena secara jelas mendeklarasikan kekafirannya (al-kufr al-bawwah); yaitu kekafiran dimana dia sendiri secara tulus dan terbuka mengakuinya dan semua Muslim sepakat bahwa ia telah menjadi non-Muslim -atau karena ia telah melarang dilaksanakannya shalat. Dalil dari hal ini adalah firman Allat swt.

...يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّـهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu...(QS. al-Nisa/4:59)

Rasulullah saw. bersabda:

اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ اسْتُعْمِلَ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ[51]

Dengar dan taatlah kalian, sekalipun yang memimpin kalian adalah seorang budak Habasyi yang berambut keriting seperti buah kismis

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلَاتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ[52]

Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo'akan kalian dan kalian mendo'akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka." Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi mereka?" maka beliau bersabda: "Tidak, selagi mereka mendirikan shalat bersama kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang tidak baik maka bencilah tindakannya, dan janganlah kalian melepas dari ketaatan kepada mereka.

Adapun seorang penguasa yang merupakan pribadi yang bejat, ia harus digantikan oleh mereka yang memenuhi syarat untuk memilih atau membuang seorang khalifah atas nama umat (bangsa) (ahl al-hall wal-'aqd) —jika mungkin — tanpa hasutan (fitnah), pemberontakan bersenjata atau pertumpahan darah. Namun, dia tidak ditentang. Dilarang memberontak terhadap seorang pemimpin bahkan jika dia tidak menerapkan Syariah atau sebagian darinya.

Allah swt. berfirman:

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّـهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴿٤٤﴾...

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّـهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿٤٥﴾...

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّـهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿٤٧﴾...

…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS. al-Nisa/5:44).

…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim (QS. al-Nisa/5:45)

…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq (QS. al-Nisa/5:47)

Dengan demikian, ada 3 tingkatan orang yang tidak menerapkan syari’ah: kafir, fasiq, dan lalim. Siapapun yang mencegah penerapan syariah Islam di sebuah negara muslim adalah seorang kafir. Akan tetapi, yang tidak menerapkan sebagian dari syariat atau hanya menerapkan tujuan yang lebih tinggi dari syariat adalah orang yang lalim atau fasiq.

Di beberapa negara, penerapan syariat dibatasi karena sebab kedaulatan yang padanya keamanan nasional bergantung, hal ini dibolehkan. Ringkasnya, Ibnu Abbas berkata bahwa siapa yang tidak menerapkan syariat adalah fasiq lalim, akan tetapi ia bukan kafir sehingga memberontak kepadanya tidak diperbolehkan. Ibnu Abbas mengatakan bahwa aturan yang bukan dari perintah Tuhan adalah

كُفْرٌ دُونَ كُفْرٍ

‘kekafiran tapi bukan kekafiran’.

إِنَّهُ لَيْسَ بِالْكُفْرِ الَّذِي يَذْهَبُونَ إِلَيْهِ إِنَّهُ لَيْسَ كُفْرًا يَنْقِلُ عَنِ الْمِلَّةِ[53]

‘Bukan kekafiran sebagaimana yang mereka pahami, ini bukan kekafiran yang membuat seseorang keluar dari agama.

22.  Khilafah

Ada sebuah kesepakatan dari para ulama akan kewajiban Khilafah untuk Umat. Umat telah kehilangan khilafah sejak 1924 M. Akan tetapi, Khilafah yang baru mensyaratkan kesepakatan dari semua Muslim dan tidak hanya dari sebagian kecil dari sudut dunia. Umar bin Khattab berkata:

فمَنْ بَايَعَ رَجُلًا عَنْ غَيْرِ مَشُورَةٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَلَا يُبايعُ هُوَ وَلَا الَّذِي بَايَعَهُ تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلَا[54]

Siapa pun yang berjanji setia kepada seseorang tanpa musyawarah dengan orang-orang Muslim, baik dia maupun orang yang dia janjikan kesetiaan itu tidak boleh diikuti karena dia telah mempertaruhkan nyawa mereka berdua dikhawatirkan terbunuh.

Mendeklarasikan khilafah tanpa musyawarah adalah penghasutan (fitnah) karena itu membuat mayoritas Muslim yang tidak menyetujuinya berada di luar kekhalifahan. Ini juga akan menyebabkan banyak kekhalifahan saingan muncul, sehingga menaburkan hasutan dan perselisihan (fitnah) di kalangan umat Islam. Permulaan perselisihan ini muncul ketika Imam Sunni Mosul tidak berjanji setia kepada Anda dan Anda membunuh mereka.

Di dalam pidato saudara, anda mengutip perkataan Abu Bakr Al-Siddiq as.: ‘Saya telah diberikan otoritas atas kalian, saya bukanlah yang terbaik di antara kalian.’ Ini menimbulkan pertanyaan: siapa yang memberi Anda otoritas atas umat? Apakah itu kelompok Anda? Jika ini masalahnya, maka kelompok yang jumlahnya tidak lebih dari beberapa ribu telah menunjuk dirinya sendiri sebagai penguasa lebih dari satu setengah miliar Muslim.

Sikap ini didasarkan pada logika yang rusak yang mengatakan: "Hanya kita Muslim, dan kita memutuskan siapa khalifah, kita telah memilih satu dan siapa pun yang tidak menerima khalifah kita bukan seorang Muslim."

Dalam hal ini, seorang khalifah tidak lebih dari pemimpin dari kelompok tertentu yang menyatakan lebih dari 99% Muslim adalah kafir. Di sisi lain, jika Anda mengakui miliaran orang yang menganggap diri mereka Muslim, bagaimana mungkin Anda tidak bermusyawarah dengan mereka mengenai apa yang disebut kekhalifahan Anda?

Jadi, Anda menghadapi salah satu dari dua kesimpulan: apakah Anda setuju bahwa mereka adalah Muslim dan mereka tidak menunjuk Anda sebagai khalifah atas mereka — dalam hal ini Anda bukan khalifah — atau, kesimpulan lain adalah bahwa Anda tidak menerimanya sebagai Muslim, dalam hal ini, Muslim sebagai kelompok kecil yang tidak membutuhkan khalifah, jadi mengapa menggunakan kata 'khalifah'? Seharusnya, kekhalifahan harus muncul dari konsensus negara-negara Muslim, organisasi cendekiawan Islam dan Muslim di seluruh dunia.

23.  Nasionalisme

Dalam salah satu pidato Anda, Anda berkata: 'Suriah bukan untuk  orang Suriah dan Irak bukan untuk orang Irak.'[55] Dalam pidato yang sama, Anda meminta umat Islam dari seluruh dunia untuk berimigrasi ke tanah di bawah kendali 'Negara Islam' di Irak dan Suriah’. Dengan melakukan itu, Anda mengambil hak dan sumber daya dari negara-negara ini dan mendistribusikannya di antara orang-orang yang asing dengan tanah itu, meskipun mereka dari agama yang sama. Inilah yang dilakukan Israel ketika mengundang orang-orang Yahudi di luar negeri untuk berimigrasi ke Palestina, mengusir warga Palestina dan merebut hak-hak leluhur dan tanah mereka. Di mana keadilan dalam hal ini?

Sederhananya, patriotisme dan mencintai tanah air tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan, mencintai tanah air berakar dari keyakinan, secara insting maupun Sunnah. Rasulullah saw. bersabda untuk Mekkah:

مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلَدٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ[56]

Alangkah bagusnya dirimu wahai Makkah dan alangkah cintanya diriku terhadap dirimu, seandainya kaumku tidak mengeluarkanku darimu, niscaya saya tidak akan bertempat tinggal melainkan di selain tanahmu

Patriotisme dan kecintaan kepada tanah air memliki banyak dalil di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Allah swt. berfirman:

وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ اقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِن دِيَارِكُم مَّا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِّنْهُمْ

Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka...(QS. al-Nisa/4:66)

Fakhruddin Al-Razi menafsirkan bahwa ayat ini

جَعَلَ مُفَارَقَةَ الْأَوْطَانِ مُعَادِلَةً لِقَتْلِ النَّفْسِ[57]

Menjadikan pengusiran seseorang dari tanahnya sama saja dengan membunuh orang tersebut.

Diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa, Nabi saw.

إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا[58]

Apabila pulang dari bepergian dan melihat dataran tinggi kota Madinah, Beliau mempercepat jalan unta Beliau dan bila menunggang hewan lain Beliau memacunya karena kecintaannya (kepada Madinah)

Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis ini

دِلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حب الوطن والحنين إِلَيْهِ[59]

Dalil tentang keutamaan Madinah, dan tentang disyariatkannya mencintai tanah air dan merindukannya.

24.  Hijrah

Saudara mengajak umat Islam dari seluruh dunia untuk berhijrah ke tanah yang berada dalam penguasaan ISIS di Iraq dan Suriah.[60] Abu Muslim Al-Canadi, seorang prajurit ISIS, berkata: Datang dan bergabunglah dengan kami (di Suriah) sebelum pintu tertutup.[61] Untuk ini, cukuplah mengutip Hadis Nabi Muhammad saw. yang mengatakan:

لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا[62]

Tidak ada lagi hijrah setelah kemenangan (Makkah) akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat. Maka jika kalian diperintahkan berangkat berjihad, berangkatlah/

 


 

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, Allah swt telah menggambarkan dirinya sebagai ‘Maha Pengasih dari segala Pengasih’. Ia menciptakan manusia dari kasih sayang-Nya. Allah swt. berfirman:

الرَّحْمَـٰنُ ﴿١﴾ عَلَّمَ الْقُرْآنَ ﴿٢﴾ خَلَقَ الْإِنسَانَ ﴿٣﴾

1) Yang Maha Pemurah, 2) Yang telah mengajarkan al Quran. 3) Dia menciptakan manusia. (QS. al-Rahman/33:1-3)

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ ﴿١١٨﴾ إِلَّا مَن رَّحِمَ رَبُّكَ ۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمْ

118) Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, 119) kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka...(QS. Hud/11:118-119)

Secara bahasa, kata ‘itu’ merujuk pada kata benda yang terdekat, yaitu ‘rahmat’, bukan ‘perselisihan’. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas, ia berkata:

وَلِلرَّحْمَةِ خَلَقَهُمْ[63]

Ia menciptakan mereka dengan Rahmat-Nya.

Cara yang paling baik untuk mendapatkan rahmat-Nya ini adalah dengan beribadah kepada-Nya.. Allah swt. berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. al-Dzariyat/51:56)

Menyembah Tuhan bukanlah suatu kebaikan yang diberikan seorang hamba kepada Allah swt., melainkan rezeki dari-Nya

مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ ﴿٥٧﴾ إِنَّ اللَّـهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ ﴿٥٨﴾

57) Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. 58) Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. al-Dzariyat/51:57-58)

Lebih lanjut, Allah swt. mewahyukan Al-Qur’an sebagai rahmat dari-Nya:

...وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman...(QS. al-Isra/17:82)

Islam itu rahmat dan sifat-sifatnya adalah kasih sayang. Nabi saw., yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, merangkum interaksi seorang Muslim dengan yang lain dengan mengatakan:

مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ[64]

Barangsiapa tidak mengasihi maka ia tidak akan dikasihi.

ارْحَمُوا تُرْحَمُوا[65]

Kasihilah niscaya kalian akan dikasihi

Akan tetapi, sebagai terlihat dari apa yang telah disebutkan di atas, saudara telah salah memahami Islam sehingga menjadikannya agama yang identik dengan kekerasan, brutal, siksaan dan pembunuhan. Seperti yang telah dijelaskan, ini adalah kesalahan besar dan penginaan terhadap Islam, bagi umat Islam dan bagi seluruh dunia.

Pertimbangkanlah kembali semua tindakan Anda; berhentilah; bertobatlah; berhentilah merugikan orang lain dan kembalilah ke Agama Rahmat. Allah swt. berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّـهِ ۚ إِنَّ اللَّـهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٥٣﴾

Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Zumar/39:53)

Wallahu A’lam Bishshawaab

24 Dzulqa’idah 1435 H/19 September 2014 M

PERKATAAN ALI BIN ABI THALIB KW.

 

Nu’aim bin Hammad meriwayatkan di dalam kitab Al-Fitan, bahwa Khalifah ke empat, Ali bin Abi Thalib berkata:

إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السُّودَ فَالْزَمُوا الْأَرْضَ فَلَا تُحَرِّكُوا أَيْدِيَكُمْ، وَلَا أَرْجُلَكُمْ، ثُمَّ يَظْهَرُ قَوْمٌ ضُعَفَاءُ لَا يُؤْبَهُ لَهُمْ، قُلُوبُهُمْ كَزُبَرِ الْحَدِيدِ، هُمْ أَصْحَابُ الدَّوْلَةِ، لَا يَفُونَ بِعَهْدٍ وَلَا مِيثَاقٍ، يَدْعُونَ إِلَى الْحَقِّ وَلَيْسُوا مِنْ أَهْلِهِ، أَسْمَاؤُهُمُ الْكُنَى، وَنِسْبَتُهُمُ الْقُرَى، وَشُعُورُهُمْ مُرْخَاةٌ كَشُعُورِ النِّسَاءِ، حَتَّى يَخْتَلِفُوا فِيمَا بَيْنَهُمْ، ثُمَّ يُؤْتِي اللَّهُ الْحَقَّ مَنْ يَشَاءُ[66]

 

Ketika kalian melihat bendera hitam, tetaplah di tempat kalian berada, jangan pindahkan tangan dan kakimu. Setelah itu akan muncul kelompok yang lemah. Hati mereka akan seperti serpihan besi. Mereka akan memiliki negara. Mereka tidak akan memenuhi perjanjian atau kesepakatan. Mereka akan menyeru kepada kebenaran, tetapi mereka tidak akan menjadi orang yang benar. Nama mereka menggunakan atribusi orangtua, dan alias mereka berdasarkan tempat. Rambut mereka akan bebas mengayun seperti perempuan. Situasi ini akan tetap sampai mereka berselisih di antara mereka sendiri. Setelah itu, Allah akan memunculkan Kebenaran melalui siapa pun yang Dia kehendaki. (Al-Fitan, No. 573)

 

Orang-orang mempertanyakan: apakah riwayat yang berasal dari Ali bin Abi Thalib kw. dan diriwayatkan oleh guru Imam Bukhari di dalam Kitab Al-Fitan lebih dari 1200 tahun yang lalu ini merujuk pada ‘ISIS’?

 

Apakah mungkin memahami riwayat di atas sebagai berikut?

 

Ketika kalian melihat bendera hitam: Bendera ISIS adalah warna hitam.

 

Tetaplah di tempatmu: berdiamlah di tempat dimana kamu berada. Wahai umat Muslim, dan jangan mengikuti mereka.

 

Jangan pindahkan tangan dan kakimu: Jangan bantu mereka secara finansial ataupun dengan peralatan.

 

Setelah itu akan muncul kelompok yang lemah: Lemah dan Tak berarti dalam arti pemahaman keagamaan, akhlak dan praktik beragama.

 

Hati mereka akan seperti serpihan besi: mereka akan membunuh tahanan perang dan menyiksa orang dengan kejam.

 

Mereka akan memiliki negara: Selama hampir satu abad, tidak ada yang mengklaim sebagai Kekhalifahan Islam selain ISIS di Iraq dan Suriah.

 

Mereka tidak akan memenuhi perjanjian atau kesepakatan: ISIS tidak memenuhi perjanjiannya dengan suku Sha setelah suku tersebut bersumpah setia untuk bersekutu dengan mereka; Bahkan ISIS membantai ratusan orang dari mereka. Mereka juga membunuh para jurnalis.

 

Mereka akan menyeru kepada kebenaran: ISIS menyeru kepada Islam.

 

Tetapi mereka tidak akan menjadi orang yang benar: Orang-orang yang benar adalah mereka yang berkasih sayang. Rasulullah saw. bersabda:

ارْحَمُوا تُرْحَمُوا[67]

Kasihilah niscaya kalian akan dikasihi

Nama mereka menggunakan atribusi orangtua: Seperti ‘Abu Muhammad’, ‘Abu Muthanna’, ‘Abu Muslim’ dan sebagainya.

 

dan alias mereka berdasarkan tempat: Seperti ‘Al-Baghdadi, Al-Zarqawi, Al-Tunisi dan sebagainya.

 

Rambut mereka akan bebas mengayun seperti perempuan: Para kombatan ISIS persis seperti ini.

 

Situasi ini akan tetap sampai mereka berselisih di antara mereka sendiri: Seperti perbedaan antara ISIS dan induk asalnya, al-Nusra Front (Al-Qaeda di Suriah). Pertempuran antara mereka berdua mengakibatkan jatuhnya 10.000 korban yang meninggal dalam satu tahun.

 

Setelah itu, Allah akan memunculkan Kebenaran melalui siapa pun yang Dia kehendaki: dengan penjelasan agama Islam yang benar sebagaimana uraian ini (Surat Terbuka ini).

 

Lukman al-Hakim berkata dalam al-Qur’an:

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّـهُ ۚ إِنَّ اللَّـهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ ﴿١٦﴾

"Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman/31:16).

 



[1]Muslim, Kitab al-Iman, no. 55.

[2]Dipublikasikan oleh SawarimMedia di You Tube pada tanggal 3 April 2014.

[3]Ibnu Taymiyyah berkata di dalam Kitab Majmu’ Al-Fatawa (Vol. 28, h. 270). “Nabi saw. Bersabda:

 

بُعِثْتُ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

 

"Aku diutus dengan pedang hingga Allah yang diibadahi dan tiada sekutu bagi-Nya, rizkiku ditempatkan di bawah bayang-bayang tombak dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi orang yang menyelisihi perintahku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum berarti ia termasuk golongan mereka."

 

Ahmad meriwayatkan hadis ini di dalam Musnad nya (Vol. 2, h. 50) dari Ibnu Umar. Bukhari juga meriwayatkannya. Sanadnya Lemah (a’īf).

[4]HR. Bukahri, Kitab al-Tauhid, No. 7422 dan HR. Muslim, Kitab al-Taubah, No. 2751

[5]Ibn Taymiyyah mengatakan dalam Majmu 'Al-Fatāwā (Vol. 13, hal. 341),' Tautologi dalam bahasa [Arab] jarang terjadi, bahkan dalam Al-Qur'an ia lebih jarang atau tidak ada.' Al-Raghib Al-Asfahani mengatakan dalam Mufradāt Al-Qur'an (hal. 55), 'Buku ini diikuti ... oleh sebuah buku yang menginformasikan penggunaan sinonim dan perbedaan halus mereka. Dengan begitu, keunikan setiap ekspresi dapat dibedakan dari sinonimnya.'

[6]Tafsir Al-Tabari (Vol. 9, p. 28).

[7]HR. Al-Tirmidhi, Tafsir Al-Qur’an, no. 2950.

[8]HR. Bukhari, Kitab al-Ḥudūd, 6786 dan HR. Muslim, Kitāb Faḍāil, 2327.

[9]HR. Abu Daud, Kitab Adab, 4904.

[10]HR. Bukhari, Kitab al-Adab, 6030.

[11]Al-Ghazali, Al-Mustasfa fi Usul Al-Fiqh, (Vol. 1, p. 420).

[12]Ibn Qayyim Al-Jawziyyah, I’lam Al-Muqi’een ‘an Rabbil-‘Alamin, (Vol. 4, p. 157).

[13]Nabi saw. tidak membunuh orang-orang munafik yang tidak setuju dengan dia, juga tidak mengizinkan mereka dibunuh. Bahkan Nabi saw. bersabda:

لَا يَتَحَدَّثُ النَّاسُ أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ أَصْحَابَهُ

‘Sehingga orang-orang tidak berkomentar bahwa Muhammad membunuh sahabatnya’ (HR. Bukhari, Kitab Tafsir al-Qur’an, 4907, dan HR. Muslim, Kitab al-Birr wal-Silah, 2584.

[14]HR. Imam Ahmad, Musnad, (Vol. 6, h. 306).

[15]HR. Bukhari, Kitāb Jihād, 3004.

[16]HR. al-Bayhaqi (II/165) dan Al-Khatib Al-Baghdadi di dalam Tarikh al-Baghdad (III/523).

[17]HR. Imam Malik di dalam al-Muwaṭṭa’, 490, HR. Turmudzi, 3377, HR. Ibnu Majah, 3790. Disahihkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain (I/673)

[18]HR. Bukhari, Kitab al-Tauhid, 7458. HR. Muslim, Kitab Imarat, 1904.

[19]HR. Muslim, Kitab Imarat, 1905.

[20]Lihat: Wahbah Zuhaili, Ahkām al-arb fī al-Islām.

[21]HR. Bukhari, Kitab Jihad, 2946.

[22]HR. Bukhari, Kitab Jihad, 3053, HR. Muslim, Kitab Wasiat, 1637.

[23]HR. Muslim, 1731, HR. Turmudzi, 1408.

[24]HR. Ibnu Abi Syaibah (VI/498)

[25]Pendeta yang bersenjata.

[26]HR. al-Bayhaqi, Al-Sunan Al-Kubra, IX/90. HR. Al-Marwazi, Musnad Abi Bakr, 21.

[27]Diriwayatkan oleh Ibn Abdullah dalam Al-Isti’ab (II/812) dan Al-Qurtubi dalam Tafsirnya (IXX/129). Qatada berkata: “Allah swt. memerintahkan untuk memperlakukan tahanan dengan baik”

[28]HR. Al-Bayhaqi dalam Sunan al-Kubra, IX/118. Lihat juga: Fays al-Qadīr Sharh al-Jami’ al-Sagīr (V/171)

[29]HR. Muslim, 1745.

[30]HR. Bukhari, 4403, HR. Muslim, 66.

[31]HR. Bukhari, 2946.

[32]Al-Hafizh Al-Haitsami, Majma’ Al-Zawa’id (I/106)

[33]HR. Bukhari, 6103.

[34]HR. Ibnu Hibban (1/282)

[35]HR. Bukhari, 4369, HR. Muslim, 96.

[36]YouTube video, http://www.youtube.com/watch?v=9yrVPE_-f9I , June, 2014.

[37]HR. Bukhari, 1, HR. Muslim, 1907.

[38]Al-Dhahabi, Siyar A’lam Al-Nubala’, (Vol. XI, h. 393).

[39]HR. Ibnu Majah, 4204.

[40]HR. Muslim, 2812.

[41]Al-Tabari mengatakan dalam Tafsirnya (Jil. 6, hlm. 157):

 

وليس في قوله: (قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ) دلالةٌ على الأمر بنفي معاني الصَّفح والعفو عن اليهود وإذ كان ذلك كذلك= وكان جائزًا مع إقرارهم بالصَّغار وأدائهم الجزية بعد القتال، الأمرُ بالعفو عنهم في غَدْرة همُّوا بها، أو نكثةٍ عزموا عليها، ما لم يَنْصِبُوا حربًا دون أداء الجزية، ويمتنعوا من الأحكام اللازمَتِهم

 

Dalam firman-Nya: “Perangilah mereka yang tidak percaya pada Allah, atau di Hari Akhir ..." tidak ada negasi dari makna pengampunan dan amnesti ... Jika mereka setuju untuk ditundukkan dan membayar jizyah setelah pertempuran, diizinkan untuk memerintahkan agar mereka diampuni karena pengkhianatan yang dimaksudkan atau sumpah yang mereka rencanakan untuk langgar asalkan mereka tidak berperang tanpa membayar jizyah atau menolak untuk mengikuti hukum yang berlaku untuk mereka.

[42]Para fuqaha mengizinkan pencabutan jizyah jika beberapa dari mereka bergabung dengan tentara Muslim, seperti yang terjadi pada masa Umar bin Al-Khattab.

[43]HR. Imam Malik, Al-Muwaṭṭa’ (617), Musnad al-Syafi’I (1008)

[44]Al-Qurtubi, Tafsir, (Vol. 8, h. 110)

[45]Ibn Kathir, Al-Bidayah wal-Nihayah (Vol. 5, h. 284) di mana ia berkata:

وأعتق من إمائه وعبيده... إلا أنه لم يخلف من ذلك شيئا يورث عنه قطعا

 'Nabi saw. membebaskan budak laki-laki dan perempuan ... dan setelah Nabi saw. wafat, sama sekali tidak ada budak dari dirinya untuk dijadikan budak untuk diwarisi.'

[46]Ma’rifat as-Sunan wa Al-Athar, Bayhaqi (Vol. 11, h. 135); As-Sunan Al-Kubra, Bayhaqi (Vol. 6, h. 596); Sirah Ibn Hisham (Vol. 1, h. 266).

[47]HR. Ibnu Majah, (224). HR. Al-Tabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir (X/195). Menurut Al-Hafizh al-Mazzi: riwayat ini sampai pada derajat Hasan. Sebagaimana dalam kitab Kasyf al-Khafa karya Ulama Hadis, Al-‘Ajluni (II/754)

[48]HR. Bukhari, 5186, HR. Muslim, 1468.

[49]HR. Muslim (49), HR. Turmudzi (1054)

[50]HR. Muslim (1609)

[51]HR. Bukhari, 693.

[52]HR. Muslim, 1855.

[53]HR. Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala al-aḥīḥain (II/342).

[54]HR. Bukhari, 6830

[55]BBC News Online, 1 Juli 2014.

[56]HR. Turmudzi, 3926 dan Ibnu Hibban dalam Sahih -nya (IX/23).

[57]Al-Razi, Mafatih al-Gaib, (XV/515)

[58]HR. Bukhari, 1886

[59]Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fathul Bari (III/621)

[60]BBC News Online, 1 Juli 2014.

[61]Ia muncul di dalam video rekrutmen yang diproduksi oleh Hayat Media Center, Agustus 2014.

[62]HR. Bukhari, 2783.

[63]Al-Razi, Mafatih al-Gaib (XVIII/412)

[64]HR. al-Bukhari (5997), HR. Muslim (2318).

[65]HR. Ahmad (II/160)

[66]HR. Nu’aim bin Hamad, Al-Fitan (573)

[67]HR. Ahmad (II/160)

0 Comment:

Post a Comment