SURAT TERBUKA
KEPADA
DR. IBRAHIM AWWAD AL-BADRI ALIAS ABU BAKR
AL-BAGHDADI
DAN
PARA PENGIKUT
APA YANG KALIAN NAMAI SEBAGAI
“NEGARA ISLAM”
ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SURIAH (ISIS)
6 Ramadan 1435 H/ 4 Juli 2914 (Arabic Version)
24 Dzulqa’idah 1435 H/19 September
2014 M (English Version)
21 Dzulqa’idah 1441 H/13 Juli 2020 M
(Indonesian Version)
Telah ditandatangani oleh lebih dari 126 Ulama
Dunia.
Diantaranya:
Shaykh Abdallah bin Bayyah, Sheikh Dr. Ali
Gomaa, Prof. Sheikh Shawqi Allam, Sheikh Hamza Yusuf Hanson, Dr. Ahmad
Abdul-Aziz Al-Haddad, Dr. Muhammad Tahir Al-Qadri, Prof. Mohammad Abdul Samad
Muhanna, Sheikh Ibrahim Saleh Al-Husseini, Sheikh Muhammad Ahmad Hussein,
Sheikh Na’im Ternava, Dato’ Wan Zahidi bin Wan Teh, Sheikh Muhammad Sadiq
Muhammad Yusuf, Prof. Sheikh Mustafa Cagrici, Prof. Mustafa Ceric, Sheikh
Mustafa Hajji
http://www.lettertobaghdadi.com/
RINGKASAN
1. Di dalam Islam
dilarang mengeluarkan fatwa tanpa penguasaan semua ilmu yang disyaratkan.
Bahkan fatwa harus mengikuti teori hukum Islam sebagaimana yang dijelaskan di dalam
teks-teks Klasik. Juga dilarang mengutip ayat dari Al-Qur'an — atau sebagian
dari sebuah ayat — untuk mengeluarkan hukum tanpa melihat segala hal yang
diajarkan Al-Qur'an dan Hadits terkait dengan masalah itu. Dengan kata lain,
ada prasyarat subyektif dan obyektif yang ketat untuk mengeluarkan fatwa, dan
seseorang tidak dapat memetik seenaknya ayat-ayat Al-Qur'an untuk argumen hukum
tanpa mempertimbangkan keseluruhan Qur'an dan Hadits.
2. Di dalam Islam
dilarang mengeluarkan aturan hukum tentang apapun tanpa penguasaan bahasa Arab.
3. Di dalam Islam
dilarang untuk menyederhanakan Shari’ah dan mengabaikan khazanah
keilmuan Islam yang sudah mapan.
4. Di dalam Islam
diperbolehkan (bagi para Ulama) untuk berbeda pendapat dalam hal apapun kecuali
dalam hal-hal fundamental dalam agama yang semua Muslim harus mengetahuinya.
5. Di dalam Islam
dilarang mengabaikan realitas kontemporer ketika mengeluarkan sebuah hukum.
6. Di dalam Islam
dilarang membunuh orang yang tidak bersalah.
7. Di dalam Islam
dilarang membunuh utusan, duta besar, dan diplomat; karenanya dilarang membunuh
jurnalis dan pekerja bantuan.
8. Jihad dalam
Islam adalah perang pertahanan. Tidak diperbolehkan berperang tanpa penyebab
yang benar, tujuan yang benar dan tanpa prosedur yang benar.
9. Di dalam Islam
tidak diperbolehkan untuk menyatakan seseorang sebagai non-Muslim kecuali dia
sendiri yang mendeklarasikan kepercayaannya.
10. Di dalam Islam
dilarang untuk menyakiti atau menganiaya — dengan cara apa pun — orang Nasarani
atau Ahl al-Kitab.
11. Adalah sebuah
kewajiban untuk menganggap Yazidi sebagai Ahl al-Kitab.
12. Memperkenalkan
kembali perbudakan dilarang di dalam Islam. Hal ini telah dihapuskan
berdasarkan kesepakatan umum.
13. Di dalam Islam
dilarang untuk memaksa orang untuk berpindah agama.
14. Di dalam Islam
dilarang untuk mengingkari hak-hak perempuan.
15. Di dalam Islam
dilarang untuk mengingkari hak-hak anak.
16. Di dalam Islam
dilarang melaksanakan aturan pidana (Ḥudūd) tanpa mengikuti prosedur yang benar
yang menjalin terwujudnya keadilan dan kasih sayang.
17. Di dalam Islam dilarang untuk menyiksa manusia.
18. Di dalam Islam
dilarang untuk membuat cacat orang yang sudah meninggal.
19. Di dalam Islam
dilarang menisbahkan perbuatan buruk kepada Allah swt.
20. Di dalam Islam
dilarang menghancurkan kuburan dan tempat suci para Nabi dan sahabat.
21. Pemberontakan
bersenjata dilarang dalam Islam untuk alasan apa pun selain kekafiran yang jelas
oleh penguasa yang tidak mengizinkan orang untuk mendirikan shalat.
22. Di dalam Islam
dilarang mendeklarasikan sebuah kekhalifahan tanpa kesepakatan dari seluruh
umat Muslim.
23. Kesetiaan
kepada negara diperbolehkan dalam Islam.
24. Setelah
wafatnya Rasulullah saw., Islam tidak mengharuskan siapapun untuk berhijrah
kemanapun.
Atas Nama Allah Yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang
Segala Puji bagi Allah Tuhan Semesta
Alam
Shalawat serta Salam kepada Penutup
Kenabian dan Kerasulan
بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ
Atas Nama Allah Yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang
وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ
آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ ﴿٣﴾
1) Demi
masa. 2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, 3) kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(QS.
al-Ashr/103:1-3)
SURAT TERBUKA
Kepada Dr.
Ibrahim Awwad Al-Badri alias Abu Bakr Al-Baghdadi
Kepada para
kombatan dan pengikut ISIS
Semoga
kedamaian dan Rahmat Allah swt. tercurah kepada kalian.
Di
dalam pidato saudara pada tanggan 6 Ramadhan 1435 H/4 Juli 2014 M, saudara
berkata dengan memparafrasekan perkataan Abu Bakr
Al-Siddiq ra.:
فَإِن رَأَيْتُمُونِي على حق فَأَعِينُونِي، وَإِن
رَأَيْتُمُونِي على بَاطِل فسددوني
Jika kalian melihat kebenaran pada apa yang saya katakan dan kerjakan
maka bantulah saya, dan jika kalian apa yang saya katakan dan kerjakan adalah
sebuah kesalahan maka nasehatilah saya dan luruskanlah saya.
Berikut ini adalah pendapat ilmiah
melalui media.
Rasulullah saw. bersabda:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ[1]
‘Agama adalah nasehat’
Segala sesuatu yang
diungkapkan di bawah ini diambil secara utuh dari pernyaataan-pernyataan dan
aksi-aksi para pengikut ISIS sebagaimana yang mereka sendiri sebarluaskan di
media sosial -atau berdasarkan kesaksian nyata umat Muslim- dan bukan berasal
dari media lainnya. Segala usaha telah diusahakan untuk menghindari fabrikasi
dan kesalahpahaman. Apalagi semua yang dikatakan di sini terdiri dari sinopsis
yang ditulis dalam gaya sederhana yang merepresantsikan pendapat mayoritas
ulama Sunni sepanjang sejarah Islam.
Di
dalam salah satu pidatonya[2],
Abu Muhammad Al-Adnani berkata: ‘Tuhan merahmati Nabi Muhammad yang diutus
dengan pedang sebagai rahmat bagi seluruh dunia.’[3]
Pernyataan ini mengandung kebingungan majemuk dan paradigma yang salah. Namun, hal
ini sering diulang oleh pengikut ISIS. Sekarang Tuhan mengirim Nabi Muhammad saw. sebagai rahmat bagi seluruh dunia:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ ﴿١٠٧﴾
Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.(QS. Al-Anbiya/21:107)
Hal ini adalah kebenaran
yang berlaku di setiap masa dan waktu. Rasulullah saw. diutus sebagai rahmat bagi
manusia, hewan, tumbuhan, bagi langit dan makhluk halus — tidak ada Muslim yang
tidak setuju tentang ini. Ini adalah pernyataan umum yang diterima secara luas
dan tak dipertanyakan yang diambil dari Al-Qur'an sendiri. Namun demikian,
frasa, 'Dikirim dengan pedang' adalah bagian dari Hadits yang spesifik
untuk waktu tertentu dan tempat yang telah kedaluwarsa. Karena itu dilarang
mencampur Al-Qur'an dan Hadis dengan cara ini, seperti yang dilarang untuk
mencampur yang umum (‘am) dan spesifik (‘khaṣ), dan bersyarat
(muṭlaq) dan
tanpa syarat (muqayyad).
Selain itu, Allah telah
menetapkan rahmat atas diri-Nya:
... كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَىٰ نَفْسِهِ
الرَّحْمَةَ...
‘...Tuhanmu telah menetapkan atas
diri-Nya kasih sayang...'(QS. Al-An’ām/6:54).
Tuhan juga menyatakan bahwa rahmat-Nya
mencakup segala hal.
...وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ...
...rahmat-Ku meliputi segala
sesuatu... (QS. Al-A’rāf/7: 156).
Dalam Hadits sahih, Nabi
saw. bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَمَّا قَضَى الْخَلْقَ كَتَبَ عِنْدَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ
إِنَّ رَحْمَتِي سَبَقَتْ غَضَبِي[4]
‘Ketika Allah menetapkan penciptaan,
Dia tulis di sisi-Nya di atas arsy-Nya 'Rahmat-Ku lebih mendominasi
kemurkaan-Ku'
Karena itu, dilarang
untuk menyamakan 'pedang'—dan dengan demikian murka dan kerasnya — dengan
'belas kasihan'. Selain itu, dilarang untuk membuat konsep 'Belas kasihan’
kepada seluruh dunia' berada di bawah ungkapan 'diutus dengan pedang', karena
itu berarti bahwa belas kasihan bergantung pada pedang, ini tidaklah benar.
Selain itu, bagaimana mungkin 'pedang' memengaruhi wilayah yang di mana pedang
tidak memiliki efek, seperti alam jin dan alam tanaman? Mustahil Nabi Muhammad
saw. menjadi rahmat bagi seluruh dunia jika ia diutus dengan pedang sebagai
simbolnya (pada satu titik waktu, untuk alasan tertentu dan dalam konteks
tertentu). Poin ini bukan hanya tidak akademis. Sebaliknya, ini mengungkapkan
esensi dari banyak hal yang harus diikuti karena ia menyamakan dengan keliru
antara pedang dan rahmat Ilahi.
1. Uṣūl
al-Fiqh dan
Tafsir al-Qur’an:
Berkenaan dengan penafsiran al-Qur’an,
pemahaman tentang Hadis, dan masalah uṣūl al-fiqh secara umum, metodologi yang
ditetapkan oleh Allah dalam Alquran dan Nabi saw. di dalam Hadis adalah sebagai berikut: mempertimbangkan segala sesuatu
yang telah diwahyukan berkaitan dengan pertanyaan tertentu secara keseluruhannya,
tanpa bergantung pada hanya sebagian saja, dan kemudian memutuskan —jika seseorang
itu memenuhi syarat— berdasarkan semua sumber-sumber wahyu yang tersedia. Allah
swt. berfirman:
...أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ
وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ...
…Apakah
kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebahagian yang
lain…? (QS. al-Baqarah/2:85)
...يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَن
مَّوَاضِعِهِ ۙ وَنَسُوا حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوا بِهِ...
...Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan
mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan
dengannya...(QS. al-Maidah/5:13)
الَّذِينَ جَعَلُوا الْقُرْآنَ
عِضِينَ ﴿٩١﴾
(yaitu)
orang-orang yang telah menjadikan Al-Quran itu terbagi-bagi. (QS.al-Hijr/15:91)
Ketika mengumpulkan
semua ayat-ayat yang relevan, ia harus mengetahui yang mana ayat yang ‘am (umum)
yang harus dibedakan dari yang khaṣ (spesifik), dan muṭlaq (bersyarat) dari muqayyad (tanpa
syarat). Juga, membedakan anatara ayat yang maknanya jelas (Muḥkam) dengan yang maknanya masih samar (Mutasyābihat). Selain itu, ia juga harus
menguasai sebab dan konteks pewahyuan (asbāb al-nuẓūl) untuk semua ayat, dan
syarat-syarat lainnya yang telah ditetapkan oleh para ulama. Oleh karena itu, dilarang
mengutip ayat, atau bagian dari ayat, tanpa mempertimbangkan dan memahami
dengan tuntas segala sesuatu dari Al-Qur'an dan Hadits yang berhubungan dengan perkara
tersebut. Alasan di balik ini adalah bahwa semua yang ada di Al-Qur'an itu
adalah Kebenaran, dan segala sesuatu dalam Hadits yang sahih adalah wahyu,
demikianlah sehingga tidak diizinkan mengabaikan bagian mana pun darinya.
Memang sangat penting untuk mengompromikan semua teks, sebanyak mungkin, atau
ada alasan yang jelas mengapa satu teks harus lebih dikuatkan dari yang lain. Inilah
yang dijelaskan oleh Imam Syafi'i dalam Al-Risalahnya, yang disepakati oleh semua
Ulama uṣūl. Imam
al-Haramayn, Al-Juwayni, mengatakan di dalam Al-Burhan fi Usul Al-Fiqh:
Mengenai kualitas
seorang mufti dan disiplin ilmu yang harus ia kuasai: ... sangat penting bahwa
mufti harus menguasai bahasa Arab, karena Syariah adalah berbahasa Arab. ...
sangat penting bahwa dia menjadi ulama Nahwu/sintaks dan I’rāb/ parsing ... sangat penting bahwa dia
menguasai Al-Qur'an, karena Al-Qur'an adalah dasar dari semua hukum ...
Pengetahuan tentang penghapusan teks (naskh wa mansūkh) sangat diperlukan; dan ilmu
dasar-dasar (uṣūl) adalah landasan seluruh subjek ... Dia juga harus tahu berbagai
tingkat bukti dan argumen, serta sejarah-sejarah. …[Dia juga harus tahu] ilmu
Hadis sehingga dia dapat membedakan yang sahih dari yang ḍa’īf; dan yang dapat diterima dan yang
diikuti ... [Dia juga harus tahu] ilmu Fiqh. ... Kemudian disyaratkan pula
sebagai dasar dari semua itu adalah, memiliki 'intuisi hukum' (fiqh al-nafs)
yang merupakan modal utama bagi siapa saja yang ingin mengeluarkan hukum (ijtihād)... para ulama meringkas semua ini
dengan mengatakan bahwa seorang mufti adalah 'seseorang yang secara independen
mengetahui semua teks (naṣṣ) dan argumen (istinbāṭ) untuk menghasilkan
satu hukum'. Naṣ mengacu pada penguasaan bahasa, penafsiran
Qura'n dan Hadis; sementara Istinbāṭ menunjukkan penguasaan teori hukum, argumen
analogis, serta 'intuisi hukum' (fiqh al-nafs).
Al-Ghazali
telah mengatakan hal serupa dalam Al-Mustasfa (Vol. 1, hal.342), sebagaimana
yang dilakukan Al-Suyuti dalam Al-Itqan fi Ulum Al-Qur'an (Vol. 4,
hal.213).
2. Bahasa
Sebagaimana disebutkan
di atas, salah satu pilar terpenting dalam uṣūl fiqh adalah penguasaan Bahasa Arab. Ini berarti
menguasai tata bahasa Arab, sintaksis (Naḥwu), morfologi (Ṣaraf), Balāgah, Sy’ir, etimologi, dan tafsir Al-Quran.
Tanpa penguasaan disiplin ilmu ini, kesalahan mungkin akan terjadi, bahkan tak
terhindarkan. Deklarasi saudara dengan menyebut apa yang diistilahkan sebagai ‘Kekhalifahan’
(Khilāfah) berada
di bawah judul ‘Ini Janji Tuhan’ (hāzā wa’d
Allāḥ ). Orang yang mengucapkan pernyataan
ini bermaksud untuk merujuk ke ayat:
وَعَدَ اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ
وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم
مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ
وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿٥٥﴾
Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh
bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,
sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan
sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk
mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir
sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. al-Nūr/24: 55)
Tidak diperbolehkan
untuk mengambil ayat tertentu dari Al-Qur'an untuk diberlakukan untuk peristiwa
yang terjadi 1400 tahun setelah ayat itu diturunkan. Bagaimana bisa Abu
Muhammad Al-Adnani mengatakan bahwa 'janji Tuhan' adalah apa yang disebut
Kekhalifahan? Bahkan jika pun klaimnya benar, dia seharusnya mengatakan: 'ini
adalah janji Tuhan'. Selain itu, ada kesalahan linguistik lain; dimana dia
telah menggunakan kata 'istikhlāf' (suksesi) untuk merujuk pada apa yang disebut
Khalīfah. Bukti
bahwa ini bukan penggunaan kata yang tepat dapat dilihat pada ayat berikut:
قَالَ عَسَىٰ
رَبُّكُمْ أَن يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ وَيَسْتَخْلِفَكُمْ فِي الْأَرْضِ فَيَنظُرَ
كَيْفَ تَعْمَلُونَ ﴿١٢٩﴾…
…Musa menjawab: "Mudah-mudahan
Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), maka
Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu. (QS. al-A’rāf/7: 129)
Suksesi
(istikhlāf) berarti
mereka telah menetap di suatu tanah menggantikan orang lain. Itu tidak berarti
bahwa mereka adalah penguasa dari suatu sistem politik tertentu. Menurut Ibnu Taimiyah,
tidak ada tautologi dalam Al-Qur'an[5].
Ada perbedaan antara 'khilāfah' dan 'istikhlāf'. Al-Ṭabari mengatakan dalam tafsirnya: ‘menjadikan
kamu khalifah (yastakhlifakum): Artinya, Dia akan membuatmu menggantikan
mereka di tanah mereka setelah kehancuran mereka; jangan takuti mereka atau
orang lain.[6]
'Ini membuktikan bahwa arti 'istikhlāf 'di sini bukanlah pemerintahan tetapi, lebih
pada menempati tanah mereka.
3. Penyederhanaan
yang berlebihan
Tidak diperbolehkan
untuk terus-menerus berbicara tentang 'hal-hal yang disederhanakan', atau untuk
mengambil ekstrak dari Al-Qur'an tanpa memahaminya dalam konteks utuhnya. Juga
tidak diperbolehkan untuk mengatakan: 'Islam itu mudah, Nabi saw. dan para sahabatnya mudah, mengapa mempersulit
Islam?' Inilah yang dilakukan oleh Abu Al-Baraa' Al-Hindi dalam video
online-nya pada bulan Juli 2014. Di dalamnya ia berkata: 'Buka Alquran dan baca
ayat-ayat tentang jihad dan semuanya akan menjadi jelas ... semua ulama
mengatakan kepada saya: "Ini adalah kewajiban hukum (fard), atau
itu bukan kewajiban hukum, dan ini bukan waktunya untuk jihad "... lupakan
semua orang dan baca Al-Quran dan kamu akan tahu apa itu jihad." Orang-orang
harus memahami bahwa Nabi saw.dan para sahabatnya yang mulia puas dengan materi
sesedikit mungkin, tanpa teknologi yang canggih, tetapi mereka lebih unggul
dari kita semua dalam pemahaman, hukum dan kecerdasan. Akan tetapi, hanya
sejumlah kecil Sahabat yang memenuhi syarat untuk mengeluarkan fatwa. Allah
swt. berfirman dalam Al Qur'an:
...قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ...
…Katakanlah: "Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"… (QS. az-Zumar/39:9)
فَاسْأَلُوا
أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿٧﴾...
…maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang
yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. al-Anbiyā’/21:7)
وَلَوْ
رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَىٰ أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ
الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ...
…Dan kalau mereka menyerahkannya kepada
Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil
Amri)…(QS. al-Nisā’/4:83)
Dengan
demikian, maka hukum bukanlah persoalan yang mudah, tidak semua orang memiliki
otoritas untuk berbicara tentang hal itu ataupun mengeluarkan fatwa. Allah swt.
berfirman:
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ ﴿١٩﴾...
…Hanyalah orang-orang yang berakal
saja yang dapat mengambil pelajaran, (QS. al-Ra’d/13: 19)
Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ
مِنْ النَّارِ[7]
Barangsiapa berkata tentang
al-Qur'an tanpa ilmu, maka bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka.
Ini juga saat yang tepat
untuk berhenti dengan blak-blakan mengatakan bahwa 'mereka adalah laki-laki,
dan kami adalah laki-laki'; mereka yang mengatakan ini tidak memiliki pemahaman
yang sama seperti para sahabat yang mulia dan para imam leluhur yang saleh (al-Salaf
al-Saleh) yang mereka merujuk.
4. Perbedaan
Pendapat
Mengenai perbedaan
pendapat, ada dua jenis: yang patut disalahkan dan yang patut dipuji. Mengenai
perbedaan pendapat yang patut disalahkan, Allah swt. berfirman dalam Al-Qur'an:
وَمَا تَفَرَّقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا
جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ ﴿٤﴾
Dan tidaklah
berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al Kitab (kepada mereka) melainkan
sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata. (QS. al-Bayyinah/98:4)
Adapun mengenai perbedaan pendapat
yang tercela, Allah swt. berfirman:
...فَهَدَى
اللَّـهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ...
...Maka Allah
memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang
mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya...(QS. al-Baqarah/2:213)
Ini adalah pendapat yang
diungkapkan oleh Al-Imam Al-Syafi'i di Al-Risalah, tiga imam lainnya dan
semua ulama selama lebih dari seribu tahun.
Ketika ada perbedaan
pendapat di antara para ulama terkemuka, pendapat yang menunjukkan belas kasih,
itulah yang terbaik, pendapat yang harus dipilih. Pendapat yang tidak
menyusahkan, seperti halnya gagasan bahwa tingkat kesusahan adalah ukuran ketakwaan.
Allah swt. berfirman:
...وَاتَّبِعُوا أَحْسَنَ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُم مِّن رَّبِّكُم
Dan ikutilah sebaik-baik apa yang
telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu…(QS. al-Zumar/39:55)
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ ﴿١٩٩﴾
Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah
orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang
bodoh. (QS. al-A'rāf/7:199)
الَّذِينَ
يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ
هَدَاهُمُ اللَّـهُ ۖ وَأُولَـٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ ﴿١٨﴾
yang mendengarkan perkataan lalu
mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang
telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (QS. al-Zumar/39:18)
Demikian pula ditemukan di dalam
hadis sahih yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra. bahwa:
مَا خُيِّرَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا اخْتَارَ
أَيْسَرَهُمَا[8]
Rasulullah saw. tidak pernah diberi
tawaran untuk memilih dua perkara, melainkan beliau memilih yang paling ringan.
Pendapat yang lebih sulit
seharusnya tidak dianggap lebih saleh, religius, atau tulus terhadap Tuhan. Justru,
dalam pendapat yang sulit itu ada semangat yang berlebihan dan ekstremisme.
Allah swt. berfirman:
...يُرِيدُ اللَّـهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ...
...Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu... (QS. al-Baqarah/2:185)
Terlebih lagi,
Rasulullah saw. bersabda:
لَا
تُشَدِّدُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَيُشَدَّدَ عَلَيْكُمْ فَإِنَّ قَوْمًا شَدَّدُوا
عَلَى أَنْفُسِهِمْ فَشَدَّدَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ[9]
Janganlah kalian persulit diri
kalian hingga Allah akan mempersulitmu. Sungguh, ada suatu kaum yang suka mempersulit
diri mereka lalu Allah mempersulit bagi mereka.
Ada khayalan dan
kesombongan dalam pendapat yang menyulitkan itu, karena orang-orang yang merasa
lebih sulit secara alami berkata pada diri mereka sendiri: ‘Saya bersusah payah.
Siapa pun yang kurang menderita dari saya berarti ia kurang sempurna'; dan
dengan demikian: ‘Saya lebih unggul dari mereka.’ Di sinilah terletak dan melekat niat buruk kepada Allah swt,
seolah-olah Allah swt. menurunkan Al-Qur'an untuk membuat orang sengsara.
Allah. swt. berfirman:
طه ﴿١﴾ مَا أَنزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ ﴿٢﴾
Thaahaa.Kami tidak menurunkan Al
Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; (QS. Ṭāhā/20:1-2)
Perlu dicatat bahwa
sebagian besar orang yang menjadi Muslim sepanjang sejarah, melakukannya
melalui dakwah yang lembut (da’wah hasanah). Allah swt. berfirman:
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ
وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ
عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ﴿١٢٥﴾
Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.
(QS. al-Naḥl/16:125).
Rasulullah saw. bersabda:
عَلَيْكِ
بِالرِّفْقِ وَإِيَّاكِ وَالْعُنْفَ وَالْفُحْشَ[10]
Tenanglah, berlemah lembutlah dan
janganlah kamu bersikeras dan janganlah kamu berkata keji.
Dan ketika Islam menyebar
secara politis dari Asia Tengah (Khurasan) ke Afrika Utara karena penaklukan
Islam, mayoritas penduduk negeri-negeri ini tetap menjadi Kristen selama
ratusan tahun sampai beberapa dari mereka secara bertahap menerima Islam melalui
dakwah yang lembut, dan bukan melalui kekerasan dan paksaan. Bahkan negara-negara besar dan
seluruh provinsi menjadi Muslim tanpa penaklukan, tetapi melalui dakwah,
seperti: Indonesia; Malaysia; Afrika Barat dan Timur, dan lainnya. Oleh karena
itu, kepayahan bukanlah ukuran kesalehan ataupun pilihan untuk penyebaran
Islam.
5. Fiqh
al-Waqi’
Yang dimaksud dengan Fiqh
al-Waqi’ adalah proses penerapan hukum Syariah dan menanganinya sesuai
dengan realitas dan keadaan di mana orang hidup. Ini dicapai dengan memiliki
wawasan tentang realitas di mana orang hidup dan mengidentifikasi masalah
mereka, perjuangan dan kemampuan mereka serta apa yang mereka alami. Fiqh
al-Waq'i mempertimbangkan teks-teks itu berlaku untuk realitas masyarakat
pada waktu tertentu, dan kewajiban yang dapat ditunda sampai mereka dapat memenuhinya,
atau ditunda berdasarkan kemampuan mereka. Imam Ghazali mengatakan:
أَمَّا الْوَاقِعُ فِي رُتْبَةِ الضَّرُورَاتِ فَلَا بُعْدَ فِي أَنْ
يُؤَدِّيَ إلَيْهِ اجْتِهَادُ مُجْتَهِدٍ، وَإِنْ لَمْ يَشْهَدْ لَهُ أَصْلٌ
مُعَيَّنٌ
‘Adapun praktik yang mendikte kebutuhan,
tidak masuk akal bahwa (ijtihad) dapat menyebabkan mereka [praktis], bahkan
jika tidak ada asal yang jelas untuk mereka.’[11].
Ibn Qayyim Al-Jawziyyah mengatakan:
بَلْ يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَكُونَ فَقِيهًا فِي مَعْرِفَةِ مَكْرِ النَّاسِ
وَخِدَاعِهِمْ وَاحْتِيَالِهِمْ وَعَوَائِدِهِمْ وَعُرْفِيَّاتِهِمْ، فَإِنَّ الْفَتْوَى
تَتَغَيَّرُ بِتَغَيُّرِ الزَّمَانِ وَالْمَكَانِ وَالْعَوَائِدِ وَالْأَحْوَالِ،
وَذَلِكَ كُلُّهُ مِنْ دِينِ اللَّهِ كَمَا تَقَدَّمَ بَيَانُهُ
‘Sepantasnya [seorang ahli hukum] harus
memahami kecenderungan orang untuk merencanakan, menipu dan curang, di samping
adat dan tradisi mereka. Peraturan agama (fatwa) berubah sesuai dengan
perubahan waktu, tempat, kebiasaan dan keadaan, dan semua ini berasal dari agama
Tuhan, sebagaimana telah dijelaskan.’[12]
6. Membunuh
Yang Tidak Bersalah.
Allah swt. berfirman:
...وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي
حَرَّمَ اللَّـهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
Dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar...(QS.
al-Isra'/17:33)
قُلْ
تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ
شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ
إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ
اللَّـهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
﴿١٥١﴾
Katakanlah: "Marilah kubacakan
apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu
bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami
akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang
tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu
yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (QS. al-An'am/6:151)
Pembantaian jiwa — jiwa
apa pun — adalah haram (dilarang dan tidak dapat diganggu gugat
berdasarkan Hukum Islam), itu juga merupakan salah satu dosa yang paling keji (mubiqat).
Allah swt. berfirman:
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن
قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ
النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ
وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم
بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ ﴿٣٢﴾
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu
hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia,
bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada
mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas,
kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas
dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS. al-Ma’idah/5:32)
Anda telah membunuh
banyak orang tak berdosa yang bukan kombatan ataupun bersenjata, hanya karena mereka tidak setuju
dengan pendapat Anda.[13]
7. Membunuh
Utusan
Diketahui bahwa semua
agama melarang pembunuhan utusan. Yang dimaksud dengan utusan di sini adalah
orang-orang yang dikirim dari satu kelompok orang ke kelompok lain untuk
melakukan tugas mulia seperti rekonsiliasi atau penyampaian pesan. Utusan
memiliki hak khusus untuk tidak diganggu gugat. Ibn Mas’ud berkata:
فَمَضَتْ السُّنَّةُ أَنَّ الرُّسُلَ لَا تُقْتَلُ[14]
Sunnah telah berlaku bahwa seorang utusan tidak
boleh dibunuh.
Para jurnalis — jika
mereka jujur dan tentu saja bukan mata-mata — adalah utusan kebenaran, karena
tugas mereka adalah mengungkap kebenaran kepada orang-orang pada umumnya. Anda
telah membunuh tanpa ampun jurnalis James Foley dan Steven Sotloff, bahkan
setelah ibu Sotloff memohon kepada Anda dan memohon belas kasihan. Pekerja
bantuan juga adalah utusan belas kasih dan kebaikan, namun Anda membunuh
pekerja bantuan David Haines. Apa yang telah Anda lakukan adalah tidak perlu
dipertanyakan lagi sebagai sesuatu yang dilarang (haram).
8. Jihad
Semua Muslim melihat kemuliaan yang
besar dalam jihad. Allah swt. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انفِرُوا
فِي سَبِيلِ اللَّـهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ
Hai orang-orang yang beriman, apakah
sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada
jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu?... (QS. al-Taubah/9:38)
وَقَاتِلُوا
فِي سَبِيلِ اللَّـهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ
اللَّـهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ ﴿١٩٠﴾
Dan perangilah di jalan Allah
orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas,
karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (al-Baqarah/2:190)
Dan masih banyak ayat
lainnya. Imam Syafi’i, tiga Imam Mazhab lainnya maupun semua ulama berpendapat bahwa Jihad adalah kewajiban
kolektif (fardu kifāyah) dan bukan kewajiban individual (fardu ‘ain).
Hal ini didasarkan pada dalil firman Allah swt.
وَكُلًّا
وَعَدَ اللَّـهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّـهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى
الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا ﴿٩٥﴾…
…Kepada masing-masing mereka Allah
menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad
atas orang yang duduk dengan pahala yang besar (QS. al-Nisa/4:95)
Istilah ‘jihad’ adalah istilah Islam yang tidak dapat diterapkan
untuk menggambarkan konflik bersenjata. Ini adalah prinsip yang sudah mapan.
Selain itu, semua ulama sepakat bahwa jihad tergantung pada persetujuan orang
tua seseorang. Hal ini dibuktikan dengan sebuah hadis,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَاسْتَأْذَنَهُ فِي الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ
فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ[15]
Seorang laki-laki datang kepada Nabi
saw. lalu meminta izin untuk ikut berjihad. Maka Beliau bertanya: "Apakah
kedua orang tuamu masih hidup?" Laki-laki itu menjawab: "Iya".
Maka Beliau berkata: "Kepada keduanyalah kamu berjihad (berbakti)"
Jihad ada dua jenis di
dalam Islam. Jihad yang besar adalah jihad melawan hawa nafsu, jihad yang kecil
adalah jihad melawan musuh. Jihad yang besar dinisbahkan kepada sabda
Rasulullah saw,
رَجعْنَا من الْجِهَاد الْأَصْغَر إِلَى الْجِهَاد الْأَكْبَر[16]
Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju
ke jihad yang besar.
Jika kalian berkata bahwa
hadis ini ḍa’īf (lemah) atau mauḍū’ (palsu), maka jawabannya adalah bahwa bukti dari
konsep ini terdapat dalam Al-Qur’an itu sendiri.
فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُم بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا ﴿٥٢﴾
Maka janganlah kamu mengikuti
orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar. (QS. al-Furqan/25:52)
‘Bihi’/’dengannya’ di dalam ayat ini merujuk kepada
Al-Qur’an, yang merupakan:
...شِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ...
...penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada)
dalam dada...(QS.
Yunus/10:57)
Hal ini sangat jelas dipahami melalui hadis Nabi saw.
أَلَا
أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ
وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ
وَالْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا
أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ
تَعَالَى[17]
Maukah aku beritahukan kepada kalian
mengenai amalan kalian yang terbaik, dan yang paling suci di sisi Raja (Allah)
kalian, paling tinggi derajatnya, serta lebih baik bagi kalian daripada
menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian daripada bertemu
dengan musuh kemudian kalian memenggel leher mereka dan mereka memenggal leher
kalian?" Mereka berkata; ya. Beliau berkata: "Berdzikir kepada Allah
ta'ala."
Dengan demikian, maka jihad
yang besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan senjata untuk melawannya adalah mengingat
Allah dan menyucikan jiwa. Lebih jauh lagi, Allah swt. menjelaskan hubungan
antara dua jihad itu di ayat yang lain:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا
وَاذْكُرُوا اللَّـهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٤٥﴾
Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu
memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. (QS. al-Anfal/8:45)
Dengan demikian, berdiri teguh
adalah jihad yang lebih rendah dan tergantung pada jihad yang lebih besar yang
merupakan jihad melawan ego melalui mengingat Tuhan dan penyucian jiwa. Bagaimanapun,
jihad adalah sarana untuk perdamaian, keselamatan dan keamanan, dan bukan
tujuan itu sendiri. Hal ini jelas di dalam firman-Nya:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّـهِ ۖ
فَإِنِ انتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ ﴿١٩٣﴾
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak
ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika
mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali
terhadap orang-orang yang zalim. (QS. al-Baqarah/2:193)
Di dalam pidato saudara pada
tanggal 4 Juli 2014, Anda mengatakan: ‘tidak ada kehidupan tanpa jihad’. Ini
mungkin berdasarkan tafsir al-Qurtubi terhadap ayat:
...يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّـهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا
دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang
memberi kehidupan kepada kamu...(QS. al-Anfal/8:24)
Jihad yang sejati menghidupkan
hati. Namun, kehidupan bisa tetap ada tanpa jihad, karena umat Islam dapat
menghadapi keadaan di mana pertempuran tidak diperlukan, atau di mana jihad
tidak diperlukan, dan sejarah Islam penuh dengan contoh-contoh ini.
Sebenarnya, sudah jelas bahwa
Anda dan kombatan Anda tidak kenal takut dan siap untuk berkorban dalam niat
Anda untuk jihad. Tidak ada orang yang jujur yang mengikuti peristiwa ini —
teman atau musuh — yang dapat menyangkal hal ini. Namun, jihad tanpa alasan
yang sah, tujuan yang sah, cara yang sah dan niat yang sah sama sekali bukanlah
jihad, sebaliknya, ia hanyalah perang dan kejahatan.
a. Niat Berjihad
Allah swt.berfirman:
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ﴿٣٩﴾
dan bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, (QS. al-Najm/53:39)
Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh
Abu Musa Al-Asy’ari bahwasanya:
جَاءَ رَجُلٌ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ
حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً وَيُقَاتِلُ رِيَاءً فَأَيُّ ذَلِكَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ قَالَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ[18]
Seseorang datang kepada Nabi saw.
dan berujar, 'Ada seseorang yang berperang karena dorongan fanatisme, atau
berperang karena ingin memperlihatkan keberanian, dan ada yang berperang karena
ingin dilihat orang, siapakah yang disebut fi sabilillah?' Nabi menjawab:
"Siapa yang berperang agar kalimatullah menjadi tinggi, ia berada fii
sabilillah."
إِنَّ أَوَّلَ
النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ
فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا قَالَ فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا قَالَ قَاتَلْتُ
فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ
جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ
فِي النَّارِ[19]
Sesungguhnya manusia yang pertama
kali dihisab pada hari Kiamat ialah seseorang yang mati syahid, lalu diperlihatkan
kepadanya kenikmatan sehingga ia mengetahuinya dengan jelas, lantas Dia
bertanya: 'Apa yang telah kamu lakukan di dunia wahai hamba-Ku? Dia menjawab:
'Saya berjuang dan berperang demi Engkau ya Allah sehingga saya mati syahid.'
Allah berfirman: 'Kamu berdusta, sebenarnya kamu berperang bukan karena
untuk-Ku, melainkan agar kamu disebut sebagai orang yang berani. Kini kamu
telah menyandang gelar tersebut.' Kemudian diperintahkan kepadanya supaya
dicampakkan dan dilemparkan ke dalam neraka…
b. Alasan Berjihad
Alasan di balik jihad
bagi umat Islam adalah untuk memerangi mereka yang memerangi mereka, bukan
untuk memerangi siapa pun yang tidak memerangi mereka, atau untuk melampaui
batas terhadap siapa pun yang belum melampaui batas terhadap mereka. Firman Allah
swt. dalam mengizinkan jihad adalah:
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ
بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّـهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ ﴿٣٩﴾
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَن يَقُولُوا
رَبُّنَا اللَّـهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّـهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ
لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ
اللَّـهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنصُرَنَّ اللَّـهُ مَن يَنصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّـهَ
لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ ﴿٤٠﴾
39) Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha
Kuasa menolong mereka itu, 40) (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari
kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata:
"Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah
dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi
dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya
Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (QS. al-Hajj/22:39-40)
Dengan demikian, jihad terkait dengan keselamatan, kebebasan beragama, kezaliman
yang telah terjadi di dunia dan penggusuran dari tanah seseorang. Dua ayat ini diturunkan
setelah Nabi saw. dan para sahabatnya mengalami penyiksaan, pembunuhan, dan
penganiayaan selama tiga belas tahun di tangan para penyembah berhala. Oleh
karena itu, tidak ada yang namanya jihad ofensif dan agresif hanya karena orang
memiliki agama atau pendapat yang berbeda. Ini adalah posisi Abu Hanifah, Imam
Malik dan Ahmad dan semua ulama lainnya termasuk Ibnu Taimiyah, dengan
pengecualian beberapa ulama dari mazhab Syafi'i.[20]
c. Tujuan Berjihad
Para ulama bersepakat tentang tujuan
berjihad karena Allah swt. berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ
فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّـهِ ۖ فَإِنِ انتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا
عَلَى الظَّالِمِينَ ﴿١٩٣﴾
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga)
ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi
kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang
zalim. (QS.
al-Baqarah/2:193)
Demikian pula hadis Rasulullah saw. :
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَمَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَدْ عَصَمَ
مِنِّي مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلَّا بِحَقِّهِ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ[21]
Saya diperintahkan memerangi manusia hingga mereka mengucapkan
laa-ilaaha-illallah, siapa yang telah mengucapkan laa-ilaaha-illallah, berarti
ia telah menjaga kehormatan darahnya dan jiwanya kecuali karena alasan yang
dibenarkan dan hisabnya kepada Allah.
Ini adalah tujuan jihad begitu perang
dilancarkan terhadap umat Islam. Teks-teks ini menjelaskan seperti apa
kemenangan dalam kasus bahwa umat Islam menang, dan bahwa alasan jihad tidak
boleh disamakan dengan tujuan jihad; semua ulama sepakat tentang hal ini.
Hadits di atas mengacu pada peristiwa yang telah terjadi dan berkaitan dengan firman
Allah swt. tentang janji-Nya:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ
بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ
بِاللَّـهِ شَهِيدًا ﴿٢٨﴾
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai
saksi. (QS.
al-Fath/48:28)
Ini terjadi dalam konteks Semenanjung Arab di masa Nabi saw. Allah swt.
berfirman:
...وَلِتُنذِرَ أُمَّ الْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا...
...dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah)
dan orang-orang yang di luar lingkungannya...(QS. al-An'am/6:92)
...يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ
يَلُونَكُم مِّنَ الْكُفَّارِ
Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di
sekitar kamu itu...(QS.
al-Taubah/9:123)
Rasulullah saw. juga bersabda:
أَخْرِجُوا الْمُشْرِكِينَ مِنْ جَزِيرَةِ الْعَرَبِ[22]
Usirlah
orang-orang musyrikin dari jazirah 'Arab.
Bagaimana ini tidak terjadi ketika Tuhan menjanjikan Nabi saw:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ
الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ ﴿٩﴾
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik
membenci.(QS. al-Ṣaff/61:9)
Yang dimaksud di sini adalah Semenanjung Arab
karena inilah yang terjadi selama kehidupan Nabi saw.. Bagaimanapun, jika para
komandan jihad melihat bahwa itu adalah demi kepentingan terbaik umat Islam, diperbolehkan
bagi mereka untuk berhenti bertempur, bahkan jika tujuan ini belum tercapai.
Allah swt. berfirman:
فَإِنِ انتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ ﴿١٩٣﴾...
...Jika mereka berhenti (dari
memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang
yang zalim. (QS.
al-Baqarah/2:193)
Keadaan dan peristiwa Pejanjian
al-Hudaybiyah adalah bukti dari ini.
d. Aturan Berjihad
Aturan dalam berjihad dapat disimpulkan
melalui sabda Nabi saw.
اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا
تَقْتُلُوا وَلِيدًا...[23]
berperanglah kalian dan janganlah
kalian menipu (dalam harta rampasan), jangan kalian mengkhianati janji, jangan
membunuh seseorang dengan cara yang kejam, dan janganlah membunuh anak-anak...
Rasulullah saw. juga bersabda pada
hari pembukaan kota Mekkah:
لَا يُقْتَلُ مُدْبِرٌ، وَلَا يُجْهَزُ عَلَى جَرِيحٍ، وَمَنْ أَغْلَقَ
بَابَهُ فَهُوَ آمِنٌ[24]
Mereka yang menyerah tidak boleh
dibunuh, yang terluka tidak akan disakiti, dan siapa pun yang menutup pintunya akan
aman.
Begitupula ketika Abu
Bakr al-Shiddiq mempersiapkan pasukan dan mengirim mereka ke Syam/Suriah, ia
berkata:
وَإِنَّكُمْ سَتَجِدُونَ أَقْوَامًا قَدْ حَبَسُوا أَنْفُسَهُمْ فِي هَذِهِ
الصَّوَامِعِ فَاتْرُكُوهُمْ وَمَا حَبَسُوا لَهُ أَنْفُسَهُمْ، وَسَتَجِدُونَ
أَقْوَامًا قَدِ اتَّخَذَ الشَّيْطَانُ عَلَى رُءُوسِهِمْ مَقَاعِدَ - يَعْنِي
الشَّمَامِسَةَ[25]
- فَاضْرِبُوا تِلْكَ الْأَعْنَاقَ، وَلَا تَقْتُلُوا كَبِيرًا هَرِمًا، وَلَا
امْرَأَةً، وَلَا وَلِيدًا، وَلَا تُخْرِبُوا عُمْرَانًا، وَلَا تَقْطَعُوا
شَجَرَةً إِلَّا لِنَفْعٍ، وَلَا تَعْقِرُنَّ بَهِيمَةً إِلَّا لِنَفْعٍ، وَلَا
تَحْرِقُنَّ نَخْلًا، وَلَا تُغَرِّقُنَّهُ، وَلَا تَغْدِرْ، وَلَا تُمَثِّلْ،
وَلَا تَجْبُنْ، وَلَا تَغْلُلْ، {وَلِيَعْلَمَ اللهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ
بِالْغَيْبِ إِنَّ اللهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ[26]
Anda akan menemukan orang-orang yang
telah mengabdikan diri untuk biara, tinggalkan mereka untuk pengabdian mereka.
Anda juga akan menemukan orang lain yang kepalanya adalah kursi untuk iblis
(pendeta bersenjata). jadi pukul leher mereka. Namun, jangan bunuh
yang tua dan jompo, wanita atau anak-anak; jangan menghancurkan bangunan;
jangan menebang pohon atau merusak ternak tanpa alasan yang benar; jangan
membakar atau menenggelamkan; jangan curang; jangan memutilasi; jangan
pengecut; dan jangan menjarah. Dan sungguh Tuhan akan menolong mereka yang menolong-Nya
dan para Rasul-Nya sedang mereka tidak melihat-Nya. Sungguh, Tuhan itu Maha Kuat,
Maha Perkasa.
Adapun membunuh tahanan,
itu dilarang dalam Hukum Islam. Namun saudara sudah membunuh banyak tahanan
termasuk 1700 tawanan di Camp Speicher di Tikrit pada Juni 2014; 200 tawanan di
ladang gas Sha'er pada Juli 2014; 700 tawanan suku Sha'etat di Deir el-Zor (600
di antaranya adalah warga sipil tidak bersenjata); 250 tawanan di pangkalan
udara Tabqah di Al-Raqqah pada Agustus 2014; Tentara Kurdi dan Lebanon, dan
banyak lainnya yang tak terhitung yang diketahui Tuhan. Ini adalah kejahatan
perang keji.
Jika
Anda mengklaim bahwa Nabi saw. membunuh beberapa tawanan dalam beberapa
pertempuran, maka jawabannya adalah bahwa ia hanya memerintahkan agar dua
tawanan dibunuh di Pertempuran Badr: Uqbah bin Abi Mu'ayt dan Nadr ibn
Al-Harith. Mereka adalah pemimpin perang dan penjahat perang, dan eksekusi
penjahat perang diizinkan jika penguasa memerintahkannya. Ini juga yang
dilakukan Saladin pada saat menaklukkan Yerusalem, dan apa yang dilakukan
Sekutu selama pengadilan Nuremberg setelah Perang Dunia II. Adapun puluhan ribu
tawanan di bawah yurisdiksi Nabi saw. selama rentang sepuluh tahun dan 29
pertempuran, ia tidak mengeksekusi seorang prajurit biasa; alih-alih, dia mewasiatkan
mereka agar diperlakukan dengan baik.[27]
Petunjuk Tuhan mengenai tahanan dan
tawanan perang terdapat dalam firman-Nya:
...فَإِمَّا مَنًّا بَعْدُ وَإِمَّا
فِدَاءً...
...sesudah itu kamu boleh
membebaskan mereka atau menerima tebusan...(QS.Muhammad/47:4)
Allah memerintahkan agar para
tawanan dan tawanan perang diperlakukan dengan penuh rasa hormat.
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
﴿٨﴾
Dan mereka memberikan makanan yang
disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.(QS. al-Insan/76:8)
Memang, Sunnah Nabi saw. yang
sebenarnya tentang tawanan adalah pengampunan, seperti yang ditunjukkan selama
penaklukan kota Mekkah ketika Nabi saw. berkata:
لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ "اذهبوا فأنتم الطلقاء"[28]
Akhirnya, salah satu prinsip
terpenting dalam hal jihad adalah bahwa hanya pejuang yang dapat dibunuh;
keluarga mereka dan non-kombatan tidak boleh dibunuh dengan sengaja. Jika Anda
bertanya tentang contoh bahwa:
سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الذَّرَارِيِّ
مِنْ الْمُشْرِكِينَ يُبَيَّتُونَ فَيُصِيبُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ وَذَرَارِيِّهِمْ
فَقَالَ هُمْ مِنْهُمْ[29]
Nabi saw. pernah ditanya mengenai
anak-anak dan wanita Musyrikin yang terbunuh ketika terjadi serangan
malam." Beliau menjawab: "Mereka termasuk dari golongan musuh."
Hadits ini merujuk pada pembunuhan
orang tak berdosa secara tidak sengaja dan sama sekali tidak menunjukkan bahwa
pembunuhan orang tak bersalah yang disengaja —seperti dalam pemboman— itu diijinkan.
Allah swt. berfirman:
...وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ...
...dan bersikap keraslah terhadap mereka...(QS. al-Taubah/9:73)
...وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً...
...dan hendaklah mereka menemui kekerasan
daripadamu... (QS.
al-Taubah/9:123)
Ini dalam kondisi perang, tidak
untuk setelahnya.
9. Takfir (Mengkafirkan)
Beberapa kesalahpahaman tentang takfir adalah akibat dari pendapat
yang berlebihan tentang takfir oleh sebagain ulama Salafi, dan melebih-lebihkan
apa yang Ibn Taymiyyah dan Ibn Al-Qayyim telah katakan dalam banyak aspek penting.
Secara singkat, takfir dapat diringkas dengan benar sebagai berikut:
a. Pada dasarnya di
dalam Islam, siapa pun yang mengatakan: ‘Tidak ada Tuhan selain Tuhan; Muhammad
adalah Utusan Allah’ adalah seorang Muslim dan tidak dapat dinyatakan sebagai kafir.
Allah swt. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّـهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَىٰ
إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
فَعِندَ اللَّـهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ ۚ كَذَٰلِكَ كُنتُم مِّن قَبْلُ فَمَنَّ
اللَّـهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرًا ﴿٩٤﴾
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan
kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu: "Kamu bukan
seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda
kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah
keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka
telitilah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Nisa/4:94)
Maksud dari kata ‘telililah’ di dalam ayat di atas adalah
mempertanyakan: ‘apakah kamu muslim?’ Jawabannya harus diambil pada apa yang
tampak tanpa mempertanyakan atau menguji iman mereka. Selain itu, Nabi Muhammad
saw. bersabda:
وَيْلَكُمْ أَوْ وَيْحَكُمْ انْظُرُوا
لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ[30]
Celakah
kalian, janganlah kalian kembali menjadi kafir sepeninggalku, sehingga sebagian
kalian memenggal leher sebagian yang lainnya.
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَقَدْ عَصَمَ
مِنِّي نَفْسَهُ وَمَالَهُ إِلَّا بِحَقِّهِ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ[31]
Maka barang siapa yang telah mengucapkan laa
ilaaha illallah, sungguh telah terlindung jiwa dan hartanya dariku kecuali
dengan haqnya dan perhitunganya kepada Allah.
Ibnu Umar dan Aisyah ra. juga mengatakan bahwa:
لا تكفير لأهل القبلة[32]
Tidak
diperbolehkan mengkafirkan orang yang menghadap kiblat.
b. Isu ini menjadi
sangat penting karena berkaitan tentang bolehnya menumpahkan darah seorang
muslim, melanggar kesucian mereka, dan merebut kekayaan dan hak mereka. Allah
swt. berfirman:
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا
فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّـهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ
وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا ﴿٩٣﴾
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin
dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah
murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS. al-Nisa/4:93)
Rasulullah saw. bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا
كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا[33]
Siapa saja yang berkata kepada saudaranya;
"Wahai Kafir" maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari
keduanya.
Allah swt. telah memperingatkan dengan bahasa yang sangat jelas melarang
membunuh siapa yang telah secara verbal mengaku sebagai Islam:
فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ
يُقَاتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَمَا جَعَلَ اللَّـهُ لَكُمْ
عَلَيْهِمْ سَبِيلًا ﴿٩٠﴾…
...tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan
tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak
memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka. (QS. al-Nisa/4:90)
Rasulullah saw. memperingatkan untuk tidak menuduh seseorang sebagai
musyrik dan memerangi mereka.
إن مَا أَتَخَوَّفُ عَلَيْكُمْ رَجُلٌ قَرَأَ الْقُرْآنَ...فَانْسَلَخَ
مِنْهُ وَنَبَذَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ وَسَعَى عَلَى جَارِهِ بِالسَّيْفِ وَرَمَاهُ
بِالشِّرْكِ...[34]
Orang yang paling saya takuti dari kalian
adalah orang yang telah membaca Al-Qur'an ... membuangnya dan melemparkannya di
belakangnya, lalu mengambil pedang untuk tetangganya dan menuduhnya musyrik.
Tidak diperbolehkan untuk membunuh seorang Muslim, (atau bahkan manusia
manapun), yang tidak bersenjata dan non-kombatan. Usamah bin Zayd meriwayatkan
bahwa setelah ia membunuh seseorang yang telah mengatakan bahwa ‘Tiada Tuhan
Selain Allah’, Rasulullah saw. bertanya kepadanya:
أَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَقَتَلْتَهُ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّمَا قَالَهَا خَوْفًا مِنْ
السِّلَاحِ قَالَ أَفَلَا شَقَقْتَ عَنْ قَلْبِهِ حَتَّى تَعْلَمَ أَقَالَهَا أَمْ
لَا[35]
‘Apakah kamu membunuh orang yang mengatakan
‘Tiada Tuhan Selain Allah’?’ Saya menjawab: ‘Wahai Rasulullah saw., dia
mengatakannya hanya untuk berlindung karena takut dengan senjata kita’.
Rasulullah saw. berkata: ‘Apakah kamu membelah dadanya sehingga kamu mengetahui
dia bermaksud demikian atau tidak?’
Baru-baru ini, Shaker Wahib — yang berafiliasi dengan apa yang dikenal
pada waktu itu sebagai Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) - muncul dalam
video YouTube di mana ia menghentikan warga sipil tak bersenjata yang
mengatakan mereka adalah Muslim. Dia kemudian melanjutkan untuk bertanya kepada
mereka jumlah sujud dalam doa tertentu. Ketika mereka menjawab salah, dia
membunuh mereka.[36]
Ini adalah larangan yang sangat jelas di dalam Hukum Islam dan merupakan
kejahatan yang keji.
c. Perbuatan bergantung
pada niat yang ada di belakangnya. Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى[37]
Semua perbuatan tergantung niatnya, dan
(balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan
Allah swt. berfirman:
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ
قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ لَرَسُولُ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ
لَرَسُولُهُ وَاللَّـهُ يَشْهَدُ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ ﴿١﴾
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami
mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui
bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. (QS. al-Munafiqun/63:1)
Dengan demikian, Allah swt. menggambarkan
kata-kata orang munafik tentang ajaran Nabi saw.— fakta yang tak terbantahkan —
sebagai kebohongan, karena niat mereka ketika mengatakan itu adalah untuk
berbohong meskipun hal itu sendiri adalah benar. Itu adalah kebohongan karena
mereka mengucapkan dengan lidah mereka kebenaran yang Allah swt. tahu bahwa hati
mereka menolak.
Ini berarti bahwa kekafiran membutuhkan niat kafir,
dan bukan hanya kata-kata atau perbuatan yang linglung. Tidak diperbolehkan
menuduh siapa pun kafir tanpa bukti bahwa niatnya memang menjadi kafir. Juga
tidak diperbolehkan menuduh siapa pun sebagai non-Muslim tanpa bisa memastikan
niat itu. Lagi pula, mungkin saja orang itu dipaksa, tidak tahu, gila, atau
tidak sengaja. Mungkin juga dia salah mengerti terkait masalah tertentu. Allah
swt. berfirman:
مَن كَفَرَ بِاللَّـهِ مِن بَعْدِ
إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَـٰكِن
مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللَّـهِ وَلَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٦﴾
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang
dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya
untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. al-Nahl/16:106)
Dilarang menafsirkan implikasi dari perbuatan
seseorang; hanya orang itu sendiri yang dapat menafsirkan perbuatan mereka
sendiri — khususnya ketika ada perbedaan pendapat di antara orang Muslim
tentang perbuatan itu. Juga dilarang untuk menyatakan orang lain kafir (takfir)
berdasarkan masalah apa pun di mana ada perbedaan pendapat di antara para ulama
Muslim. Dilarang mendeklarasikan seluruh kelompok sebagai kafir. Kekafiran
hanya berlaku untuk individu tergantung pada perbuatan dan niat mereka. Allah
swt. berfirman:
...وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ
أُخْرَىٰ...
...dan
seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain...(QS. al-Zumar/39:7)
Akhirnya, dilarang untuk mengkafirkan orang lain yang meragukanmu
mengenai kekafiran orang lain, atau menolak untuk menyatakan mereka non-Muslim.
Alasan mengapa hal ini
dibahas dengan sangat rinci adalah karena Anda membagikan buku-buku Muhammad
bin Abdul Wahhab begitu Anda sampai di Mosul dan Aleppo. Bagaimanapun, para
ulama — termasuk Ibn Taymiyyah dan Ibn Al-Qayyim Al-Jawziyyah — membedakan
antara tindakan orang-orang kafir (kafir) dan menyatakan orang-orang
non-Muslim (takfir). Bahkan jika seseorang melakukan perbuatan yang
memiliki unsur kekafiran, ini tidak mengharuskan orang tersebut diadili sebagai
orang yang tidak beriman karena alasan yang disajikan sebelumnya. Al-Dhahabi[38]
meriwayatkan bahwa gurunya, Ibnu Taimiyah, berkata menjelang akhir hidupnya:
أَنَا لاَ أَكفر أَحَداً مِنَ الأُمَّة
‘Saya tidak mengkafirkan satupun umat Islam’
Nabi saw. berkata:
لاَ يُحَافِظُ عَلى الْوضُوء إِلاَّ
مُؤْمِنٌ
"Siapa
pun yang memelihara wudhu adalah seorang mukmin"
Maka siapa pun yang menjalankan shalat dengan wudhu adalah seorang
Muslim.
Ini adalah poin yang penting. Rasulullah saw. bersabda:
الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُومَ
الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ[39]
Syirik yang tersembunyi, yaitu seseorang mengerjakan shalat dan
membaguskan shalatnya dengan harapan agar ada seseorang yang memperhatikannya
Dengan demikian ia menggambarkan
kesombongan dalam shalat sebagai 'syirik halus’,
yang merupakan syirik kecil. Syirik kecil ini, yang sebagian jemaah
jatuh ke dalamnya, tidak dianggap sebagai syirik besar dan tidak dapat
menyebabkan takfir atau diusir dari Islam. Untuk selain para Nabi dan Rasul,
semua orang menyembah Tuhan sesuai dengan kapasitas mereka, dan bukan
sebagaimana selayaknya yang Allah swt. terima. Allah swt. berfirman:
وَمَا قَدَرُوا اللَّـهَ حَقَّ
قَدْرِهِ
Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang
semestinya...(QS.
al-An'am/6:91)
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ
الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
﴿٨٥﴾
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu
termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit". (QS.
al-Isra/17:85)
Meskipun demikian, Allah swt. tetap menerima ibadah semacam itu. Manusia
tidak mampu memahami Tuhan, karena:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
...Tidak
ada sesuatupun yang serupa dengan Dia...(QS. al-Shura/42:11)
لَّا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ
الْأَبْصَارَ
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat
segala yang kelihatan...(QS. al-An'am/6:103)
Tidak ada yang diketahui
tentang Dia kecuali apa yang telah Dia ungkapkan melalui wahyu atau yang Dia
berikan kepada Nabi Muhammad saw.
...يُلْقِي الرُّوحَ مِنْ أَمْرِهِ عَلَىٰ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ...
...Yang mengutus Jibril dengan
(membawa) perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara
hamba-hamba-Nya...(QS.
Gafir/40:15)
Jadi, bagaimana orang dapat
mengangkat pedang terhadap orang lain hanya karena dia percaya bahwa mereka
tidak menyembah Tuhan sebagaimana selayaknya? Tidak ada yang menyembah Tuhan
sebagaimana selayaknya Dia disembah kecuali dengan izin-Nya. Lebih mendasar
lagi, masalah syirik di kalangan orang Arab sedang diperdebatkan, seperti yang
dikatakan Nabi saw.
إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ أَيِسَ أَنْ
يَعْبُدَهُ الْمُصَلُّونَ فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيشِ
بَيْنَهُمْ[40]
Sesungguhnya setan telah putus asa
untuk disembah orang-orang yang shalat dijazirah arab, tapi ia mengadu domba
diantara mereka
10. Ahlul Kitab
Mengenai orang
Kristen Arab, Anda memberi mereka tiga pilihan: jizyah (pajak), pedang,
atau konversi ke Islam. Anda mengecat rumah mereka menjadi merah, menghancurkan
gereja-gereja mereka, dan dalam beberapa kasus, menjarah rumah dan properti mereka.
Anda membunuh beberapa dari mereka dan menyebabkan banyak orang lain melarikan
diri dari rumah mereka hanya dengan nyawa dan pakaian mereka di punggung
mereka. Orang-orang Kristen ini bukan pejuang melawan Islam atau pelanggar
terhadapnya. Justru mereka adalah teman, tetangga, dan sesama warga.
Dari perspektif
hukum Syariah mereka semua berada di bawah perjanjian kuno yang berusia sekitar
1400 tahun, dan keputusan jihad tidak berlaku untuk mereka. Beberapa leluhur
mereka bertempur bersama pasukan Nabi melawan Bizantium; dan dengan demikian
telah menjadi warga Negara Madinah sejak saat itu. Yang lain di bawah
perjanjian yang dijamin oleh Umar ibn Al-Khattab, Khalid ibn Al-Walid, Umayyah,
Abbasiyah, Utsmani, dan negara mereka masing-masing.
Singkatnya,
mereka bukan orang asing di tanah ini, mereka lebih tepatnya adalah penduduk
asli dari tanah ini dari zaman pra-Islam; mereka bukan musuh tetapi teman.
Selama 1400 tahun terakhir mereka telah membela negara mereka melawan Tentara
Salib, penjajah, Israel dan perang lainnya, lalu bagaimana Anda dapat
memperlakukan mereka sebagai musuh? Allah swt. befirman dalam Al Qur'an:
لَّا يَنْهَاكُمُ اللَّـهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ
يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ
وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّـهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾
Allah tidak melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. al-Mumtahanah/60:8)
Adapun jizyah,
ada dua jenis jizyah dalam Syariah (Hukum Islam). Jenis pertama adalah yang
dipungut sementara subjeknya 'siap ditundukkan'. Ini berlaku bagi mereka yang memerangi
Islam, sebagaimana dipahami dari firman-Nya:
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّـهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّـهُ
وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ ﴿٢٩﴾
Perangilah orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak
mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama
dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan
Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang
mereka dalam keadaan tunduk. (QS.al-Taubah/9:29)
Sebagaimana
diklarifikasi oleh ayat sebelumnya dalam Surat ini, yang dimaksud oleh ayat ini
adalah pihak-pihak yang sebelumnya menyerang Muslim:
أَلَا تُقَاتِلُونَ قَوْمًا نَّكَثُوا
أَيْمَانَهُمْ وَهَمُّوا بِإِخْرَاجِ الرَّسُولِ وَهُم بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ
مَرَّةٍ ۚ أَتَخْشَوْنَهُمْ ۚ فَاللَّـهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَوْهُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
﴿١٣﴾
Mengapakah kamu tidak memerangi
orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras
kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi
kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk
kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. al-Taubah/9:13)[41]
Jenis jizyah
kedua dikenakan pada mereka yang tidak berperang melawan Islam; itu dikenakan
pada mereka sebagai ganti dari kewajbian zakat (yang hanya dibayar orang Muslim
dan yang lebih tinggi dalam persentase daripada jizyah) melalui
perjanjian dan tanpa kekerasan. Umar ibn Al-Khattab setuju untuk menyebutnya ‘sedekah’.
Jizyah kemudian disimpan ke kas negara dan didistribusikan di antara
warga negara, termasuk warga Kristen yang membutuhkan seperti yang dilakukan Umar
selama kekhalifahannya.[42]
11. Yazidi
Anda berperang
melawan Yazidi di bawah bendera jihad padahal mereka tidak berperang
denganmu atau umat Muslim. Anda menganggap mereka setan dan memberi mereka
pilihan untuk dibunuh atau dipaksa masuk Islam. Anda membunuh ratusan dari
mereka dan menguburnya di kuburan massal. Anda menyebabkan kematian dan
penderitaan ratusan lainnya. Jika bukan karena intervensi Amerika dan Kurdi,
puluhan ribu pria, wanita, anak-anak dan orang tua mereka akan terbunuh. Ini
semua adalah kejahatan keji. Dari perspektif hukum Syariah mereka adalah
orang-orang Majusi, Rasulullah saw. bersabda:
سُنُّوا بِهِمْ
سُنَّةَ أَهْلِ الْكِتَابِ[43]
Hukumilah mereka sebagaimana Ahli Kitab
Dengan demikian, mereka adalah Ahlul
Kitab. Allah swt. berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ
هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَىٰ وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
إِنَّ اللَّـهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ إِنَّ اللَّـهَ عَلَىٰ
كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ ﴿١٧﴾
Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin orang-orang Nasrani,
orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di
antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. (QS. al-Hajj/22:17)
Bahkan jika Anda ragu bahwa mereka
adalah Ahlul Kitab, dari perspektif hukum Syari'ah, banyak ulama Salafussaleh
menganggap mereka sepadan dengan Majusi berdasarkan Hadis yang
disebutkan di atas. Bani Umayyah bahkan menganggap umat Hindu dan Buddha
sebagai dzimmi.
Al-Qurtubi berkata:
وقال الأوزاعي: تؤخذ الجزية من كل
عابد وثن أو نار أو جاحد أو مكذب. وكذلك مذهب مالك، فإنه رأى أن الجزية تؤخذ من
جميع أجناس الشرك والجحد، عربيا أو عجميا... إلا المرتد[44]
‘Al-Awza’i mengatakan: "Jizyah dikenakan pada orang-orang
yang menyembah berhala dan api, serta pada orang-orang kafir dan
agnostik." Ini juga posisi Imam Maliki, karena pendapat Imam Malik adalah
bahwa jizyah dikenakan pada semua penyembah berhala dan orang-orang kafir, baik
mereka orang Arab atau non-Arab ... kecuali untuk murtad.
12. Perbudakan
Tidak satupun ulama yang mengingkari bahwa salah satu tujuan
ajaran Islam adalah menghapuskan perbudakan. Allah swt. berfirman:
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ ﴿١٢﴾
فَكُّ رَقَبَةٍ ﴿١٣﴾ أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ ﴿١٤﴾
12) Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? 13) (yaitu)
melepaskan budak dari perbudakan, 14) atau memberi makan pada hari kelaparan, (QS. al-Balad/90:14)
...فَتَحْرِيرُ
رَقَبَةٍ مِّن قَبْلِ أَن يَتَمَاسَّا...
...maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami
isteri itu bercampur...(QS. al-Mujadila/58:3)
Sunnah Nabi Muhammad saw. adalah bahwa ia membebaskan
semua budak laki-laki dan perempuan yang dimilikinya atau yang telah diberikan
kepadanya.[45].
Selama lebih dari seabad, umat Islam, dan bahkan seluruh dunia, telah
dipersatukan dalam pelarangan dan kriminalisasi perbudakan, yang tonggak
sejarah manusia ketika itu akhirnya tercapai. Nabi saw. berkata mengenai hilf
al-fudul selama masa Jahiliyyah:
لو أدعى به في الإسلام لأجبت[46]
Seandainya saya diminta untuk memenuhinya dalam Islam, saya akan
mewajibkannya.
Setelah seabad konsensus Muslim tentang larangan
perbudakan, Anda telah melanggar ini; Anda telah mengambil perempuan sebagai
selir dan dengan demikian menghidupkan kembali perselisihan dan hasutan (fitnah),
dan kejahatan dan pencabulan di atas bumi. Anda telah menghidupkan kembali
sesuatu yang Syari'ah telah bekerja tanpa lelah untuk membatalkannya dan telah
dianggap terlarang oleh konsensus selama lebih dari satu abad. Bahkan, semua
negara Muslim di dunia adalah penandatangan konvensi anti-perbudakan. Allah
swt. berfirman:
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ
الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا ﴿٣٤﴾…
...dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya. (QS. al-Isra/17:34)
Anda memikul tanggung jawab atas kejahatan besar ini
dan semua reaksi yang dapat ditimbulkannya terhadap semua Muslim.
13. Pemaksaan
Allah swt. berfirman:
لَّسْتَ عَلَيْهِم بِمُصَيْطِرٍ ﴿٢٢﴾
Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, (QS. al-Ghasyiah/88:22)
...لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ
Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat...(QS.
al-Baqarah/2:256)
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَن فِي الْأَرْضِ
كُلُّهُمْ جَمِيعًا ۚ أَفَأَنتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
﴿٩٩﴾
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki,
tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu
(hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman
semuanya? (QS.
Yunus/10:99)
وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ ۖ فَمَن شَاءَ
فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
Dan katakanlah: "Kebenaran itu
datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia
beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir"...(QS. al-Kahfi/18:29)
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (QS. al-Kafirun/109:6)
Telah diketahui
bahwa ayat: 'Tidak ada paksaan dalam agama' diturunkan setelah Penaklukan
Mekah, oleh karena itu, tidak ada yang dapat mengklaim bahwa ayat itu
dibatalkan. Anda telah memaksa orang untuk masuk Islam sama seperti Anda
memaksa orang Muslim untuk menerima pandangan Anda. Anda juga memaksa semua
orang yang hidup di bawah kendali Anda dalam setiap hal, besar atau kecil,
bahkan dalam hal-hal yang berada di antara individu dan Tuhan. Di Al-Raqqa,
Deir el-Zor dan daerah lain di bawah kendali Anda, kelompok-kelompok bersenjata
yang menyebut diri mereka 'al-hisbah' berkeliling, membawa orang untuk
tugas yang seolah-olah mereka ditugaskan oleh Allah swt. untuk melaksanakan
perintah-perintah-Nya. Namun, tidak satu pun dari para Sahabat melakukan ini.
Ini bukan Amar ma’ruf nahi munkar; melainkan, ini adalah paksaan,
penyerangan, konstan dan intimidasi brutal. Jika Allah swt. menginginkan ini,
Dia akan mewajibkan mereka untuk perincian terkecil dari agama-Nya. Allah swt.
berfirman:
...أَفَلَمْ يَيْأَسِ الَّذِينَ آمَنُوا
أَن لَّوْ يَشَاءُ اللَّـهُ لَهَدَى النَّاسَ جَمِيعًا...
...Maka tidakkah orang-orang yang
beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia
beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya...(QS. al-Ra'd/13:31)
إِن نَّشَأْ نُنَزِّلْ عَلَيْهِم مِّنَ السَّمَاءِ آيَةً
فَظَلَّتْ أَعْنَاقُهُمْ لَهَا خَاضِعِينَ ﴿٤﴾
Jika kami kehendaki niscaya Kami
menurunkan kepada mereka mukjizat dari langit, maka senantiasa kuduk-kuduk
mereka tunduk kepadanya. (QS. al-Syu'ara/26:4)
14. Perempuan
Dalam istilah
sederhana, Anda memperlakukan wanita seperti tahanan dan tawanan; mereka
berpakaian sesuai dengan keinginan Anda; mereka tidak diizinkan meninggalkan
rumah mereka dan mereka tidak diizinkan pergi ke sekolah. Padahal kenyataannya
bahwa Nabi bersabda:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ[47]
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap
muslim
Begitupula
faktanya bahwa kata pertama yang diwahyukan di dalm Al-Qur’an adalah: Bacalah.
Mereka tidak diperbolehkan untuk bekerja maupun berpenghasilan, tidak pula
bergerak dengan bebas dan dipaksa menikah dengan kombatan kalian. Allah swt.
berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّـهَ الَّذِي
تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴿١﴾
Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. al-Nisa/4:1)
Rasulullah saw. bersabda:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا[48]
Perlakukanlah isteri-isteri kalian dengan baik
15. Anak-anak
Kalian telah
membuat anak-anak terlibat dalam peperangan dan pembunuhan. Beberapa memegang
senjata dan yang lainnya bermain-main dengan kepala yang terputus dari korban
kalian. Beberapa anak telah dilemparkan ke dalam medan perang, mereka membunuh
dan terbunuh. Di sekolah anda, beberapa anak disiksa dan dipaksa untuk
melakukan urusan anda, yang lainnya ada pula yang dieksekusi. Ini adalah
kejahatan terhadap orang yang tidak berdosa yang sangat muda yang bahkan belum
dapat bertanggungjawab secara moral. Allah swt. berfirman:
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي
سَبِيلِ اللَّـهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ
وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَـٰذِهِ
الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا وَاجْعَل
لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا ﴿٧٥﴾
Mengapa kamu tidak mau berperang di
jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita
maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami
dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari
sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!". (QS. al-Nisa/4:75)
16. Ḥudūd
Hukuman Hudud
ditetapkan dalam Al-Qur'an dan Hadits dan tidak dipertanyakan lagi sebagai
sebuah kewajiban wajib dalam Hukum Islam. Namun demikian, ia tidak diterapkan
tanpa klarifikasi, peringatan, nasihat, dan memenuhi persyaratan pembuktian;
dan ia tidak boleh diterapkan secara kejam.
Sebagai contoh,
Nabi saw. menghindari hudud dalam beberapa keadaan, dan seperti yang
diketahui secara luas, Umar ibn Al-Khattab menangguhkan hudud di masa
paceklik. Di semua mazhab, hukuman hudud memiliki prosedur yang jelas
yang perlu diimplementasikan dengan belas kasih, dan persyaratannya yang ketat
membuatnya sulit untuk benar-benar diterapkan.
Terlebih lagi,
kecurigaan atau keraguan mencegah hudud; yaitu jika ada keraguan sedikitpun,
hukuman hudud tidak dapat dilaksanakan. Hudud juga tidak berlaku
bagi mereka yang membutuhkan atau kehilangan atau melarat; tidak berlaku hudud
untuk pencurian buah dan sayuran atau untuk mencuri dengan jumlah tertentu.
Anda telah terburu-buru memberlakukan hudud, sementara, dalam
kenyataannya, semangat keagamaan yang teliti membuat penerapan hukuman hudud
sebagai sesuatu yang paling sulit dilaksanakan dengan persyaratan pembuktian
tertinggi.
17. Penyiksaan
Tahanan Anda
dan mereka yang berada di bawah kendali Anda mengatakan bahwa Anda menyiksa dan
meneror mereka melalui pemukulan; pembunuhan dan berbagai bentuk penyiksaan
lainnya, termasuk mengubur orang hidup-hidup. Anda telah memenggal orang dengan
pisau, yang merupakan salah satu bentuk penyiksaan paling kejam dan terlarang
dalam Hukum Islam (Syariah). Dalam pembunuhan massal yang telah Anda
lakukan — yang dilarang berdasarkan Hukum Islam — pejuang Anda mengejek orang
yang akan mereka bunuh dengan memberi tahu mereka bahwa mereka akan dibunuh
seperti domba, mengembik dan kemudian membantai mereka seperti domba. Pejuangmu
tidak puas hanya dengan pembunuhan, mereka menambahnya dengan penghinaan dan
ejekan padanya. Allah swt. berfirman:
...يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ
قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi
yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka...(QS. al-Hujurat/49:11)
18. Mutilasi
Anda tidak
hanya memutilasi mayat, Anda bahkan telah memenggal kepala korban Anda dengan
paku dan tongkat, lalu menendang kepala mereka yang terputus seperti bola dan
menyiarkannya ke dunia selama Piala Dunia —suatu olahraga yang secara prinsip
diperbolehkan dalam Islam dan yang memungkinkan orang untuk menghilangkan stres
dan melupakan masalah mereka. Anda mencemooh mayat dan memutuskan kepalanya,
lalu menyiarkannya dari pangkalan militer Anda di Suriah. Anda telah
menyediakan banyak amunisi untuk semua orang yang ingin menyebut Islam biadab
dengan menyiarkan tindakan biadab, yang Anda berpura-pura demi Islam. Anda
telah memberi dunia tongkat untuk menyalahkan Islam, padahal pada kenyataannya
Islam sama sekali tidak bersalah dari tindakan ini dan melarang mereka.
19. Mengatasnamakan
Tuhan dalam Kejahatan
Setelah mengikat prajurit Suriah Divisi
ke-17 di Suriah timur laut dengat kawat berduri, Anda memotong kepala mereka
dengan pisau dan memposting video ini di internet. Dalam video itu Anda
berkata: ‘Kami adalah saudara Anda, tentara Negara Islam. Tuhan telah memihak
kita dengan rahmat dan kemenangan-Nya dengan menaklukkan Divisi ke-17;
kemenangan dan bantuan melalui Tuhan. Kita mencari perlindungan kepada Tuhan dengan
kekuatan. Kami mencari perlindungan pada Tuhan dari senjata dan kesiapan kami.'
Dengan demikian, Anda menghubungkan kejahatan keji ini dengan Tuhan, dan
menjadikan seolah-olah ini adalah tindakan kerendahan hati kepada Tuhan, dengan
mengatakan bahwa Ia melakukannya dan bukan Anda. Allah swt. berfirman:
وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا
وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّـهُ أَمَرَنَا بِهَا ۗ قُلْ إِنَّ اللَّـهَ
لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ ۖ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّـهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
﴿٢٨﴾
Dan apabila mereka melakukan
perbuatan keji, mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami
mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya".
Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan
yang keji". Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu
ketahui? (QS.
al-A'raf/7:28)
20. Menghancurkan
Kuburan dan Tempat-tempat Suci Para Nabi dan Sahabat
Anda telah
meledakkan dan menghancurkan kuburan para Nabi dan Sahabat. Para ulama tidak sepakat
tentang masalah kuburan. Namun demikian, tidak diperbolehkan untuk meledakkan
kuburan para Nabi dan Sahabat dan merusak jasad mereka, sama seperti tidak
diperbolehkan untuk membakar buah anggur dengan dalih bahwa beberapa orang
menggunakannya untuk membuat minuman memabukkan. Allah swt. berfirman:
قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ
أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا ﴿٢١﴾…
...Orang-orang yang berkuasa atas
urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah
peribadatan di atasnya" (QS. al-Kahfi/18:21)
...وَاتَّخِذُوا
مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
ۖ...
...Dan jadikanlah sebahagian maqam
Ibrahim tempat shalat...(QS. al-Baqarah/2:125)
Rasulullah saw, bersabda:
قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ
فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِي زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا
تُذَكِّرُ الْآخِرَةَ[49]
Saya pernah melarang kalian
berziarah kubur. Sekarang telah diizinkan untuk Muhammad menziarahi kuburan
ibunya, maka berziarahlah, karena (berziarah kubur itu) dapat mengingatkan
akhirat.
Ziarah kubur
mengingatkan manusia akan kematian dan hari kemudian. Allah swt. berfirman:
لْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ﴿١﴾ حَتَّىٰ
زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ﴿٢﴾
1) Bermegah-megahan telah melalaikan
kamu, 2) sampai kamu masuk ke dalam kubur. (QS. al-Takatsur/102:1-2)
Mantan pemimpin
Anda, Abu Umar Al-Baghdadi berkata: ‘Menurut kami, wajib untuk menghancurkan
dan menghapus semua bentuk kesyirikan (penyembahan berhala) dan untuk melarang
segala cara yang mengarah padanya karena hadis riwayat Muslim yang diriwayatkan
oleh Abu Al-Hiyaj Al-Asadi, Ali bin Abi Thalib berkata:
أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي
عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ
تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ[50]
Maukah kamu aku utus sebagaimana
Rasulullah saw. telah mengutusku? Hendaklah kamu jangan meninggalkan
patug-patung kecuali kamu hancurkan.
Namun demikian,
bahkan jika apa yang dia katakan itu benar, itu tidak berlaku untuk kuburan
para Nabi atau Sahabat, karena para Sahabat sepakat untuk menguburkan Nabi saw.
dan dua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar, di sebuah gedung yang bersebalahan
dengan Masjid Nabawi.
21. Memberontak
Kepada Pemerintah
Tidak diperbolehkan memberontak
kepada pemerintah yang tidak bersalah karena secara jelas mendeklarasikan
kekafirannya (al-kufr al-bawwah); yaitu kekafiran dimana dia sendiri
secara tulus dan terbuka mengakuinya dan semua Muslim sepakat bahwa ia telah
menjadi non-Muslim -atau karena ia telah melarang dilaksanakannya shalat. Dalil
dari hal ini adalah firman Allat swt.
...يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّـهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ
Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu...(QS. al-Nisa/4:59)
Rasulullah saw. bersabda:
اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ
اسْتُعْمِلَ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ[51]
Dengar dan taatlah kalian, sekalipun yang memimpin
kalian adalah seorang budak Habasyi yang berambut keriting seperti buah kismis
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ
وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ
أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ
وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ
فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ
وُلَاتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا
مِنْ طَاعَةٍ[52]
Sebaik-baik pemimpin kalian adalah
mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo'akan kalian
dan kalian mendo'akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka
yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan
kalian mengutuk mereka." Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah
kita memerangi mereka?" maka beliau bersabda: "Tidak, selagi mereka
mendirikan shalat bersama kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu
yang tidak baik maka bencilah tindakannya, dan janganlah kalian melepas dari
ketaatan kepada mereka.
Adapun seorang penguasa yang
merupakan pribadi yang bejat, ia harus digantikan oleh mereka yang memenuhi
syarat untuk memilih atau membuang seorang khalifah atas nama umat (bangsa) (ahl
al-hall wal-'aqd) —jika mungkin — tanpa hasutan (fitnah),
pemberontakan bersenjata atau pertumpahan darah. Namun, dia tidak ditentang.
Dilarang memberontak terhadap seorang pemimpin bahkan jika dia tidak menerapkan
Syariah atau sebagian darinya.
Allah swt. berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ
اللَّـهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴿٤٤﴾...
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ
اللَّـهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴿٤٥﴾...
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ
اللَّـهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿٤٧﴾...
…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS. al-Nisa/5:44).
…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang lalim (QS. al-Nisa/5:45)
…Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq (QS. al-Nisa/5:47)
Dengan demikian, ada 3 tingkatan
orang yang tidak menerapkan syari’ah: kafir, fasiq, dan lalim. Siapapun yang
mencegah penerapan syariah Islam di sebuah negara muslim adalah seorang kafir.
Akan tetapi, yang tidak menerapkan sebagian dari syariat atau hanya menerapkan
tujuan yang lebih tinggi dari syariat adalah orang yang lalim atau fasiq.
Di beberapa negara, penerapan
syariat dibatasi karena sebab kedaulatan yang padanya keamanan nasional
bergantung, hal ini dibolehkan. Ringkasnya, Ibnu Abbas berkata bahwa siapa yang
tidak menerapkan syariat adalah fasiq lalim, akan tetapi ia bukan kafir
sehingga memberontak kepadanya tidak diperbolehkan. Ibnu Abbas mengatakan bahwa
aturan yang bukan dari perintah Tuhan adalah
كُفْرٌ دُونَ كُفْرٍ
‘kekafiran tapi bukan kekafiran’.
إِنَّهُ لَيْسَ بِالْكُفْرِ الَّذِي
يَذْهَبُونَ إِلَيْهِ إِنَّهُ لَيْسَ كُفْرًا يَنْقِلُ عَنِ الْمِلَّةِ[53]
‘Bukan kekafiran sebagaimana yang mereka pahami, ini bukan
kekafiran yang membuat seseorang keluar dari agama.
22. Khilafah
Ada sebuah
kesepakatan dari para ulama akan kewajiban Khilafah untuk Umat. Umat telah
kehilangan khilafah sejak 1924 M. Akan tetapi, Khilafah yang baru mensyaratkan
kesepakatan dari semua Muslim dan tidak hanya dari sebagian kecil dari sudut
dunia. Umar bin Khattab berkata:
فمَنْ بَايَعَ
رَجُلًا عَنْ غَيْرِ مَشُورَةٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَلَا يُبايعُ هُوَ وَلَا
الَّذِي بَايَعَهُ تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلَا[54]
Siapa pun yang berjanji setia kepada
seseorang tanpa musyawarah dengan orang-orang Muslim, baik dia maupun orang
yang dia janjikan kesetiaan itu tidak boleh diikuti karena dia telah
mempertaruhkan nyawa mereka berdua dikhawatirkan terbunuh.
Mendeklarasikan
khilafah tanpa musyawarah adalah penghasutan (fitnah) karena itu membuat
mayoritas Muslim yang tidak menyetujuinya berada di luar kekhalifahan. Ini juga
akan menyebabkan banyak kekhalifahan saingan muncul, sehingga menaburkan
hasutan dan perselisihan (fitnah) di kalangan umat Islam. Permulaan
perselisihan ini muncul ketika Imam Sunni Mosul tidak berjanji setia kepada
Anda dan Anda membunuh mereka.
Di dalam pidato
saudara, anda mengutip perkataan Abu Bakr Al-Siddiq as.: ‘Saya telah diberikan
otoritas atas kalian, saya bukanlah yang terbaik di antara kalian.’ Ini
menimbulkan pertanyaan: siapa yang memberi Anda otoritas atas umat? Apakah itu kelompok
Anda? Jika ini masalahnya, maka kelompok yang jumlahnya tidak lebih dari
beberapa ribu telah menunjuk dirinya sendiri sebagai penguasa lebih dari satu
setengah miliar Muslim.
Sikap ini
didasarkan pada logika yang rusak yang mengatakan: "Hanya kita Muslim, dan
kita memutuskan siapa khalifah, kita telah memilih satu dan siapa pun yang
tidak menerima khalifah kita bukan seorang Muslim."
Dalam hal ini,
seorang khalifah tidak lebih dari pemimpin dari kelompok tertentu yang
menyatakan lebih dari 99% Muslim adalah kafir. Di sisi lain, jika Anda mengakui
miliaran orang yang menganggap diri mereka Muslim, bagaimana mungkin Anda tidak
bermusyawarah dengan mereka mengenai apa yang disebut kekhalifahan Anda?
Jadi, Anda
menghadapi salah satu dari dua kesimpulan: apakah Anda setuju bahwa mereka
adalah Muslim dan mereka tidak menunjuk Anda sebagai khalifah atas mereka —
dalam hal ini Anda bukan khalifah — atau, kesimpulan lain adalah bahwa Anda
tidak menerimanya sebagai Muslim, dalam hal ini, Muslim sebagai kelompok kecil
yang tidak membutuhkan khalifah, jadi mengapa menggunakan kata 'khalifah'? Seharusnya,
kekhalifahan harus muncul dari konsensus negara-negara Muslim, organisasi
cendekiawan Islam dan Muslim di seluruh dunia.
23. Nasionalisme
Dalam salah satu pidato Anda, Anda
berkata: 'Suriah bukan untuk orang Suriah
dan Irak bukan untuk orang Irak.'[55] Dalam
pidato yang sama, Anda meminta umat Islam dari seluruh dunia untuk berimigrasi
ke tanah di bawah kendali 'Negara Islam' di Irak dan Suriah’. Dengan melakukan
itu, Anda mengambil hak dan sumber daya dari negara-negara ini dan
mendistribusikannya di antara orang-orang yang asing dengan tanah itu, meskipun
mereka dari agama yang sama. Inilah yang dilakukan Israel ketika mengundang orang-orang
Yahudi di luar negeri untuk berimigrasi ke Palestina, mengusir warga Palestina
dan merebut hak-hak leluhur dan tanah mereka. Di mana keadilan dalam hal ini?
Sederhananya, patriotisme dan
mencintai tanah air tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan, mencintai tanah
air berakar dari keyakinan, secara insting maupun Sunnah. Rasulullah saw.
bersabda untuk Mekkah:
مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلَدٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ
وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ[56]
Alangkah bagusnya dirimu wahai
Makkah dan alangkah cintanya diriku terhadap dirimu, seandainya kaumku tidak
mengeluarkanku darimu, niscaya saya tidak akan bertempat tinggal melainkan di
selain tanahmu
Patriotisme dan kecintaan kepada
tanah air memliki banyak dalil di dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Allah swt.
berfirman:
وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ
أَنِ اقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ أَوِ اخْرُجُوا مِن دِيَارِكُم مَّا فَعَلُوهُ إِلَّا
قَلِيلٌ مِّنْهُمْ
Dan sesungguhnya kalau Kami
perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari
kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil
dari mereka...(QS.
al-Nisa/4:66)
Fakhruddin Al-Razi menafsirkan bahwa
ayat ini
جَعَلَ مُفَارَقَةَ الْأَوْطَانِ
مُعَادِلَةً لِقَتْلِ النَّفْسِ[57]
Menjadikan pengusiran seseorang dari
tanahnya sama saja dengan membunuh orang tersebut.
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik
bahwa, Nabi saw.
إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ
إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ
حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا[58]
Apabila pulang dari bepergian dan
melihat dataran tinggi kota Madinah, Beliau mempercepat jalan unta Beliau dan
bila menunggang hewan lain Beliau memacunya karena kecintaannya (kepada
Madinah)
Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadis
ini
دِلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ
وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حب الوطن والحنين إِلَيْهِ[59]
Dalil tentang keutamaan Madinah, dan
tentang disyariatkannya mencintai tanah air dan merindukannya.
24. Hijrah
Saudara mengajak umat Islam dari
seluruh dunia untuk berhijrah ke tanah yang berada dalam penguasaan ISIS di
Iraq dan Suriah.[60]
Abu Muslim Al-Canadi, seorang prajurit ISIS, berkata: Datang dan bergabunglah
dengan kami (di Suriah) sebelum pintu tertutup.[61] Untuk
ini, cukuplah mengutip Hadis Nabi Muhammad saw. yang mengatakan:
لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ
وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا[62]
Tidak ada lagi hijrah setelah
kemenangan (Makkah) akan tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat. Maka jika
kalian diperintahkan berangkat berjihad, berangkatlah/
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, Allah swt telah
menggambarkan dirinya sebagai ‘Maha Pengasih dari segala Pengasih’. Ia
menciptakan manusia dari kasih sayang-Nya. Allah swt. berfirman:
الرَّحْمَـٰنُ ﴿١﴾ عَلَّمَ الْقُرْآنَ
﴿٢﴾ خَلَقَ الْإِنسَانَ ﴿٣﴾
1) Yang Maha Pemurah, 2) Yang telah
mengajarkan al Quran. 3) Dia menciptakan manusia. (QS. al-Rahman/33:1-3)
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ
النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً ۖ وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ ﴿١١٨﴾ إِلَّا مَن
رَّحِمَ رَبُّكَ ۚ وَلِذَٰلِكَ خَلَقَهُمْ
118) Jikalau Tuhanmu menghendaki,
tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa
berselisih pendapat, 119) kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.
Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka...(QS. Hud/11:118-119)
Secara bahasa, kata ‘itu’ merujuk
pada kata benda yang terdekat, yaitu ‘rahmat’, bukan ‘perselisihan’. Ini adalah
pendapat Ibnu Abbas, ia berkata:
وَلِلرَّحْمَةِ خَلَقَهُمْ[63]
Ia menciptakan mereka dengan Rahmat-Nya.
Cara yang paling baik untuk
mendapatkan rahmat-Nya ini adalah dengan beribadah kepada-Nya.. Allah swt.
berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ
إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. al-Dzariyat/51:56)
Menyembah Tuhan bukanlah suatu
kebaikan yang diberikan seorang hamba kepada Allah swt., melainkan rezeki
dari-Nya
مَا أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ
وَمَا أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ ﴿٥٧﴾ إِنَّ اللَّـهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو
الْقُوَّةِ الْمَتِينُ ﴿٥٨﴾
57) Aku tidak menghendaki rezeki
sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku
makan. 58) Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan
lagi Sangat Kokoh. (QS. al-Dzariyat/51:57-58)
Lebih lanjut, Allah swt. mewahyukan
Al-Qur’an sebagai rahmat dari-Nya:
...وَنُنَزِّلُ
مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ
Dan Kami turunkan dari Al Quran
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman...(QS. al-Isra/17:82)
Islam itu rahmat dan sifat-sifatnya adalah
kasih sayang. Nabi saw., yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam,
merangkum interaksi seorang Muslim dengan yang lain dengan mengatakan:
مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ[64]
Barangsiapa tidak mengasihi maka ia tidak akan
dikasihi.
ارْحَمُوا تُرْحَمُوا[65]
Kasihilah niscaya kalian akan dikasihi
Akan tetapi, sebagai terlihat dari
apa yang telah disebutkan di atas, saudara telah salah memahami Islam sehingga menjadikannya
agama yang identik dengan kekerasan, brutal, siksaan dan pembunuhan. Seperti
yang telah dijelaskan, ini adalah kesalahan besar dan penginaan terhadap Islam,
bagi umat Islam dan bagi seluruh dunia.
Pertimbangkanlah kembali semua
tindakan Anda; berhentilah; bertobatlah; berhentilah merugikan orang lain dan
kembalilah ke Agama Rahmat. Allah swt. berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ
أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّـهِ ۚ إِنَّ
اللَّـهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ ﴿٥٣﴾
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku
yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Zumar/39:53)
Wallahu A’lam Bishshawaab
24 Dzulqa’idah 1435 H/19 September
2014 M
PERKATAAN ALI BIN ABI THALIB KW.
Nu’aim bin Hammad meriwayatkan di dalam kitab Al-Fitan, bahwa
Khalifah ke empat, Ali bin Abi Thalib berkata:
إِذَا
رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السُّودَ فَالْزَمُوا الْأَرْضَ فَلَا تُحَرِّكُوا
أَيْدِيَكُمْ، وَلَا أَرْجُلَكُمْ، ثُمَّ يَظْهَرُ قَوْمٌ ضُعَفَاءُ لَا يُؤْبَهُ
لَهُمْ، قُلُوبُهُمْ كَزُبَرِ الْحَدِيدِ، هُمْ أَصْحَابُ الدَّوْلَةِ، لَا
يَفُونَ بِعَهْدٍ وَلَا مِيثَاقٍ، يَدْعُونَ إِلَى الْحَقِّ وَلَيْسُوا مِنْ
أَهْلِهِ، أَسْمَاؤُهُمُ الْكُنَى، وَنِسْبَتُهُمُ الْقُرَى، وَشُعُورُهُمْ مُرْخَاةٌ
كَشُعُورِ النِّسَاءِ، حَتَّى يَخْتَلِفُوا فِيمَا بَيْنَهُمْ، ثُمَّ يُؤْتِي
اللَّهُ الْحَقَّ مَنْ يَشَاءُ[66]
Ketika kalian melihat bendera hitam,
tetaplah di tempat kalian berada, jangan pindahkan tangan dan kakimu. Setelah
itu akan muncul kelompok yang lemah. Hati mereka akan seperti serpihan besi.
Mereka akan memiliki negara. Mereka tidak akan memenuhi perjanjian atau
kesepakatan. Mereka akan menyeru kepada kebenaran, tetapi mereka tidak akan
menjadi orang yang benar. Nama mereka menggunakan atribusi orangtua, dan alias
mereka berdasarkan tempat. Rambut mereka akan bebas mengayun seperti perempuan.
Situasi ini akan tetap sampai mereka berselisih di antara mereka sendiri. Setelah itu, Allah
akan memunculkan Kebenaran melalui siapa pun yang Dia kehendaki. (Al-Fitan, No. 573)
Orang-orang mempertanyakan: apakah
riwayat yang berasal dari Ali bin Abi Thalib kw. dan diriwayatkan oleh guru
Imam Bukhari di dalam Kitab Al-Fitan lebih dari 1200 tahun yang lalu ini
merujuk pada ‘ISIS’?
Apakah mungkin memahami riwayat di
atas sebagai berikut?
Ketika kalian melihat bendera hitam: Bendera ISIS adalah warna hitam.
Tetaplah di tempatmu: berdiamlah di tempat dimana kamu berada. Wahai
umat Muslim, dan jangan mengikuti mereka.
Jangan pindahkan tangan dan kakimu: Jangan bantu mereka secara finansial ataupun dengan peralatan.
Setelah itu akan muncul kelompok
yang lemah: Lemah dan Tak berarti dalam arti pemahaman
keagamaan, akhlak dan praktik beragama.
Hati mereka akan seperti serpihan
besi: mereka akan membunuh tahanan perang dan
menyiksa orang dengan kejam.
Mereka akan memiliki negara: Selama hampir satu abad, tidak ada yang mengklaim
sebagai Kekhalifahan Islam selain ISIS di Iraq dan Suriah.
Mereka tidak akan memenuhi perjanjian atau
kesepakatan: ISIS tidak memenuhi perjanjiannya dengan
suku Sha setelah suku tersebut bersumpah setia untuk bersekutu dengan mereka;
Bahkan ISIS membantai ratusan orang dari mereka. Mereka juga membunuh para
jurnalis.
Mereka akan menyeru kepada kebenaran: ISIS menyeru kepada Islam.
Tetapi mereka tidak akan menjadi orang yang
benar: Orang-orang yang benar adalah mereka yang
berkasih sayang. Rasulullah saw. bersabda:
ارْحَمُوا تُرْحَمُوا[67]
Kasihilah niscaya kalian akan dikasihi
Nama mereka menggunakan atribusi orangtua:
Seperti ‘Abu
Muhammad’, ‘Abu Muthanna’, ‘Abu Muslim’ dan sebagainya.
dan alias mereka berdasarkan tempat: Seperti ‘Al-Baghdadi, Al-Zarqawi, Al-Tunisi dan
sebagainya.
Rambut mereka akan bebas mengayun
seperti perempuan: Para kombatan
ISIS persis seperti ini.
Situasi ini akan tetap sampai mereka
berselisih di antara mereka sendiri: Seperti perbedaan antara ISIS dan induk asalnya, al-Nusra
Front (Al-Qaeda di Suriah). Pertempuran antara mereka berdua mengakibatkan
jatuhnya 10.000 korban yang meninggal dalam satu tahun.
Setelah itu, Allah akan memunculkan
Kebenaran melalui siapa pun yang Dia kehendaki: dengan penjelasan agama Islam yang benar
sebagaimana uraian ini (Surat Terbuka ini).
Lukman al-Hakim berkata dalam al-Qur’an:
يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِن تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ
مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُن فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ
يَأْتِ بِهَا اللَّـهُ ۚ إِنَّ اللَّـهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ ﴿١٦﴾
"Hai anakku, sesungguhnya jika ada
(sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit
atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman/31:16).
[1]Muslim, Kitab
al-Iman, no. 55.
[2]Dipublikasikan
oleh SawarimMedia di You Tube pada tanggal 3 April 2014.
[3]Ibnu
Taymiyyah berkata di dalam Kitab Majmu’ Al-Fatawa (Vol. 28, h. 270).
“Nabi saw. Bersabda:
بُعِثْتُ
بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ
ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي
وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
"Aku diutus dengan
pedang hingga Allah yang diibadahi dan tiada sekutu bagi-Nya, rizkiku
ditempatkan di bawah bayang-bayang tombak dan dijadikan kehinaan dan kerendahan
bagi orang yang menyelisihi perintahku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum
berarti ia termasuk golongan mereka."
Ahmad meriwayatkan hadis
ini di dalam Musnad nya (Vol. 2, h. 50) dari Ibnu Umar. Bukhari juga
meriwayatkannya. Sanadnya Lemah (ḍa’īf).
[4]HR.
Bukahri, Kitab al-Tauhid, No. 7422 dan HR. Muslim, Kitab al-Taubah, No.
2751
[5]Ibn Taymiyyah mengatakan dalam Majmu
'Al-Fatāwā (Vol. 13, hal. 341),' Tautologi dalam bahasa [Arab] jarang terjadi,
bahkan dalam Al-Qur'an ia lebih jarang atau tidak ada.' Al-Raghib Al-Asfahani
mengatakan dalam Mufradāt Al-Qur'an (hal. 55), 'Buku ini diikuti ... oleh sebuah
buku yang menginformasikan penggunaan sinonim dan perbedaan halus mereka.
Dengan begitu, keunikan setiap ekspresi dapat dibedakan dari sinonimnya.'
[6]Tafsir Al-Tabari (Vol. 9, p. 28).
[7]HR. Al-Tirmidhi, Tafsir Al-Qur’an,
no. 2950.
[8]HR.
Bukhari, Kitab al-Ḥudūd,
6786 dan HR.
Muslim, Kitāb Faḍāil, 2327.
[9]HR. Abu Daud, Kitab Adab, 4904.
[10]HR. Bukhari, Kitab al-Adab, 6030.
[11]Al-Ghazali, Al-Mustasfa fi Usul
Al-Fiqh, (Vol. 1, p. 420).
[12]Ibn Qayyim Al-Jawziyyah, I’lam
Al-Muqi’een ‘an Rabbil-‘Alamin, (Vol. 4, p. 157).
[13]Nabi saw. tidak membunuh orang-orang
munafik yang tidak setuju dengan dia, juga tidak mengizinkan mereka dibunuh. Bahkan
Nabi saw. bersabda:
لَا يَتَحَدَّثُ النَّاسُ أَنَّ مُحَمَّدًا يَقْتُلُ
أَصْحَابَهُ
‘Sehingga orang-orang
tidak berkomentar bahwa Muhammad membunuh sahabatnya’ (HR. Bukhari, Kitab
Tafsir al-Qur’an, 4907, dan HR. Muslim, Kitab al-Birr wal-Silah,
2584.
[14]HR. Imam Ahmad, Musnad, (Vol. 6, h.
306).
[15]HR.
Bukhari, Kitāb
Jihād, 3004.
[16]HR.
al-Bayhaqi (II/165) dan Al-Khatib Al-Baghdadi di dalam Tarikh al-Baghdad (III/523).
[17]HR.
Imam Malik di dalam al-Muwaṭṭa’,
490, HR. Turmudzi, 3377, HR. Ibnu Majah, 3790. Disahihkan oleh al-Hakim di
dalam al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain (I/673)
[18]HR.
Bukhari, Kitab al-Tauhid, 7458. HR. Muslim, Kitab Imarat, 1904.
[19]HR.
Muslim, Kitab Imarat, 1905.
[20]Lihat:
Wahbah Zuhaili, Ahkām
al-Ḥarb fī al-Islām.
[21]HR. Bukhari, Kitab Jihad, 2946.
[22]HR. Bukhari, Kitab Jihad, 3053,
HR. Muslim, Kitab Wasiat, 1637.
[23]HR.
Muslim, 1731, HR. Turmudzi, 1408.
[24]HR. Ibnu Abi Syaibah (VI/498)
[25]Pendeta yang bersenjata.
[26]HR. al-Bayhaqi, Al-Sunan
Al-Kubra, IX/90. HR. Al-Marwazi, Musnad Abi Bakr, 21.
[27]Diriwayatkan oleh Ibn Abdullah dalam
Al-Isti’ab (II/812) dan Al-Qurtubi dalam Tafsirnya (IXX/129). Qatada
berkata: “Allah swt. memerintahkan untuk memperlakukan tahanan dengan baik”
[28]HR.
Al-Bayhaqi dalam Sunan al-Kubra, IX/118. Lihat juga: Fays al-Qadīr Sharh al-Jami’ al-Sagīr (V/171)
[29]HR.
Muslim, 1745.
[30]HR.
Bukhari, 4403, HR. Muslim, 66.
[31]HR.
Bukhari, 2946.
[32]Al-Hafizh
Al-Haitsami, Majma’ Al-Zawa’id (I/106)
[33]HR.
Bukhari, 6103.
[34]HR. Ibnu Hibban (1/282)
[35]HR. Bukhari, 4369, HR. Muslim, 96.
[36]YouTube video,
http://www.youtube.com/watch?v=9yrVPE_-f9I , June, 2014.
[37]HR. Bukhari, 1, HR. Muslim,
1907.
[38]Al-Dhahabi, Siyar A’lam
Al-Nubala’, (Vol. XI, h. 393).
[39]HR. Ibnu Majah, 4204.
[40]HR.
Muslim, 2812.
[41]Al-Tabari mengatakan dalam Tafsirnya
(Jil. 6, hlm. 157):
وليس في قوله: (قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ) دلالةٌ على الأمر بنفي معاني الصَّفح والعفو
عن اليهود وإذ كان ذلك كذلك= وكان جائزًا مع إقرارهم بالصَّغار وأدائهم الجزية بعد
القتال، الأمرُ بالعفو عنهم في غَدْرة همُّوا بها، أو نكثةٍ عزموا عليها، ما لم
يَنْصِبُوا حربًا دون أداء الجزية، ويمتنعوا من الأحكام اللازمَتِهم
Dalam firman-Nya: “Perangilah mereka yang tidak
percaya pada Allah, atau di Hari Akhir ..." tidak ada negasi dari makna
pengampunan dan amnesti ... Jika mereka setuju untuk ditundukkan dan membayar
jizyah setelah pertempuran, diizinkan untuk memerintahkan agar mereka diampuni
karena pengkhianatan yang dimaksudkan atau sumpah yang mereka rencanakan untuk
langgar asalkan mereka tidak berperang tanpa membayar jizyah atau menolak untuk
mengikuti hukum yang berlaku untuk mereka.
[42]Para fuqaha mengizinkan
pencabutan jizyah jika beberapa dari mereka bergabung dengan tentara
Muslim, seperti yang terjadi pada masa Umar bin Al-Khattab.
[43]HR. Imam Malik, Al-Muwaṭṭa’ (617), Musnad al-Syafi’I (1008)
[44]Al-Qurtubi, Tafsir, (Vol. 8, h. 110)
[45]Ibn Kathir, Al-Bidayah
wal-Nihayah (Vol. 5, h. 284) di mana ia berkata:
وأعتق من إمائه وعبيده...
إلا أنه لم يخلف من ذلك شيئا يورث عنه قطعا
'Nabi saw. membebaskan budak laki-laki dan perempuan ... dan setelah Nabi saw. wafat, sama sekali tidak ada budak dari
dirinya untuk dijadikan budak untuk diwarisi.'
[46]Ma’rifat as-Sunan wa Al-Athar, Bayhaqi (Vol. 11, h. 135); As-Sunan
Al-Kubra, Bayhaqi (Vol. 6, h. 596); Sirah Ibn Hisham (Vol. 1, h.
266).
[47]HR. Ibnu Majah, (224). HR.
Al-Tabrani, Al-Mu’jam Al-Kabir (X/195). Menurut Al-Hafizh al-Mazzi:
riwayat ini sampai pada derajat Hasan. Sebagaimana dalam kitab Kasyf
al-Khafa karya Ulama Hadis, Al-‘Ajluni (II/754)
[48]HR. Bukhari, 5186, HR. Muslim, 1468.
[49]HR.
Muslim (49), HR. Turmudzi (1054)
[50]HR.
Muslim (1609)
[51]HR. Bukhari, 693.
[52]HR. Muslim, 1855.
[53]HR. Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala
al-Ṣaḥīḥain (II/342).
[54]HR. Bukhari, 6830
[55]BBC News
Online, 1 Juli 2014.
[56]HR. Turmudzi, 3926 dan Ibnu
Hibban dalam Sahih -nya (IX/23).
[57]Al-Razi,
Mafatih al-Gaib, (XV/515)
[58]HR.
Bukhari, 1886
[59]Ibnu
Hajar Al-‘Asqalani, Fathul Bari (III/621)
[60]BBC News
Online, 1 Juli 2014.
[61]Ia
muncul di dalam video rekrutmen yang diproduksi oleh Hayat Media Center,
Agustus 2014.
[62]HR. Bukhari, 2783.
[63]Al-Razi, Mafatih al-Gaib (XVIII/412)
[64]HR. al-Bukhari (5997), HR. Muslim
(2318).
[65]HR.
Ahmad (II/160)
[66]HR.
Nu’aim bin Hamad, Al-Fitan (573)
[67]HR.
Ahmad (II/160)
0 Comment:
Post a Comment