Tudingan Syiah terhadap Quraish Shihab bukan hal baru. Dari dulu sampai sekarang tudingannya sama, hanya pemicunya yang berbeda. Jika pada tahun 1997 dilatari oleh faktorpolitik, setelah beliau diangkat sebagai Menag di Kabinet Soeharto, saat ini tudingan itu muncul kembali dengan dilatari semakin meningkatnya potensi konflik Sunnah-Syiah di Indonesia, terutama Sunnah yang cenderung ekstrim. Ke depan, potensi itu akan semakin membesar, jika tidak diiringi dengan kesadaran masyarakat tentang keniscayaan perbedaan dan pentingnya persatuan. Kedua kelompok tersebut, dengan dukungan dari negara tertentu, akhir-akhir ini semakin gencar memperluas pengaruh dan dakwahnya di tengah masyarakat Indonesia.
Tulisan ini bukan sebagai pembelaan. Quraish Shihab tidak perlu dibela, karena sosok beliau dengan karya-karya dan pemikirannya sudah membela dirinya sendiri. Tidak ada pernyataannya dalam karya-karya tersebut yang menunjukkan beliau seorang pengikut Syiah. Dalam kesempatan wawancara harian Republika, 16 Februari 2014, bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke-70, Quraish menyatakan dirinya bukan seorang penganut Syiah, dan meminta kepada siapa pun yang menuduhnya untuk mendatangkan bukti. Silakan baca karya-karyanya, tidak ditemukan ungkapan yang menunjukkan dirinya penganut Syiah. Tidak seorang pun berhak membedah dada orang lain untuk mengetahui isi hatinya. Benar atau tidaknya pengakuan tersebut urusan Quraish dengan Tuhan. Bertahun-tahun mendampingi Quraish Shihab bekerja dengannya, penulis tidak menemukan hal yang aneh dalam keyakinan dan tata cara peribadatan beliau yang berbeda dengan tradisi kebanyakan Ahlussunnah.
Quraish Shihab tidak merasa cemas dan khawatir dengan tudingan miring apa pun terhadap dirinya. Baginya pujian tidak akan membuatnya besar, dan cacian tidak akan membuatnya rendah dan hina. Dari segi dunia, puncak karier dalam berbagai bidang; ilmiah dan profesi, sudah diperoleh. Rezeki pun cukup memadai. Sikapnya terhadap Syiah dan ‘keberaniannya’ untuk mengajak Sunnah dan Syiah bergandengan tangan semata-mata karena tuntutan amanah ilmiah untuk menyampaikan kebenaran dan panggilan jiwa untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan.
Keniscayaan Perbedaan, Keharusan Persatuan
Dalam buku Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Quraish menegaskan bahwa perbedaan pandangan keagamaan tidak bisa dihindarkan, bahkan menjadi keniscayaan. Keragaman pandangan merupakan cermin bagi dinamika intelektualitas dan rasionalitas Islam sebagai agama yang bersifat universal dan responsif terhadap berbagai perkembangan. Keberadaan mazhab-mazhab itu juga memperkaya khazanah peradaban Islam dengan berbagai alternative pemikiran yang dapat memberikan kemudahan dan pilihan bagi umat dalam beragama. Dalam konteks ini perbedaan dapat menjadi rahmat. Tetapi ketika perbedaan itu dibawa ke ranah yang sempit dengan balutan fanatisme yang berlebihan, sehingga melahirkan sikap saling mem-bid`ah-kan, merasa paling benar, dan mengkafirkan, sejarah pemikiran Islam diwarnai dengan pertumpahan darah yang mencabik persatuan umat.
Source :alifmagz.com
Source :alifmagz.com
rival yang iri n ga senang sm p quraish itu yg blang....
ReplyDelete