Monday, February 10, 2014

Apakah Pahala Mengaji Sampai ke Arwah ?




Berdoa untuk kaum Muslim yang hidup atau yang sudah wafat adalah anjuran agama. Membaca al-Qur’an juga merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan. Hanya saja, terdapat perbedaan paham di kalangan para ulama ihwal bermanfaat atau tidaknya bacaan itu bagi orang yang telah wafat. Memang, dalam kitab-kitab hadits standar, ditemukan hadits-hadits yang menganjurkan pembacaan al-Qur’an bagi orang yang akan atau telah wafat. Misalnya, Abû Dâwûd meriwayatkan bahwa sahabat Nabi, Ma‘qil bin Yasâr, menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda, “Bacalah surah Yâsîn untuk orang-orang yang (akan atau sudah) mati (dari kaum Muslim).”

Nilai kesahihan hadits ini dan semacamnya diperselisihkan. Namun, di kalangan para ulama hadits, dikenal kaidah yang menyatakan bahwa hadits-hadits yang tidak terlalu lemah dapat diamalkan, khususnya dalam bidang berbagai keutamaan (fadhâ’il). Dalam konteks pertanyaan Anda, sebagian ulama menyatakan bahwa membaca al-Qur’an, pada dasarnya, dibenarkan, kapan dan di mana pun. Sekalipun hadits di atas lemah, atau bahkan tidak ada sama sekali, tidak ada halangan untuk membaca ayat-ayat al-Qur’an bagi orang yang akan atau sudah wafat.



Yang diperselisihkan oleh para ulama adalah apakah ganjaran bacaan itu dapat diperoleh oleh almarhum atau tidak. Dalam bukunya berjudul Yas’alûnaka, Syaikh Muhammad asy-Syarabashi mengutip pendapat al-Qarâfî dalam kitab al-Furûq bahwa kebajikan yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang telah wafat mencakup tiga kategori: Pertama, disepakati tidak bermanfaat, seperti keimanan seseorang yang ingin diberikan ganjarannya kepada orang lain; kedua, disepakati bermanfaat seperti sedekah; dan ketiga, diperselisihkan apakah bermanfaat atau tidak, seperti menghajikan, berpuasa, dan membaca al-Qur’an untuknya.


Pada dasarnya, mazhab Imam Syâfi‘î menilai bahwa pahalanya tidak bermanfaat bagi orang yang telah wafat, sementara mazhab Abû Hanîfah dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa pahalanya dapat diterima oleh orang yang telah wafat. Imam al-Qarâfî yang bermazhab Mâlikî ini menutup keterangannya dengan mengatakan, “Persoalan ini, walaupun diperselisihkan, tidak wajar untuk ditinggalkan dalam hal pengamalannya. Sebab, siapa tahu, hal itu benar-benar dapat diterima oleh orang yang telah wafat, karena yang demikian itu berada di luar jangkauan pengetahuan kita. Perbedaan pendapat terjadi bukan pada hukum boleh-tidaknya, melainkan pada kenyataan sampai-tidaknya pahala bacaan itu kepada orang yang wafat. Demikian, wallâhu a‘lam.

[M Quraish Shihab - Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur'an]

Source : alifmagz.com

0 Comment:

Post a Comment