Berdoa untuk kaum Muslim yang hidup atau yang sudah wafat adalah
anjuran agama. Membaca al-Qur’an juga merupakan salah satu bentuk ibadah
yang dianjurkan. Hanya saja, terdapat perbedaan paham di kalangan para
ulama ihwal bermanfaat atau tidaknya bacaan itu bagi orang yang telah
wafat. Memang, dalam kitab-kitab hadits standar, ditemukan hadits-hadits
yang menganjurkan pembacaan al-Qur’an bagi orang yang akan atau telah
wafat. Misalnya, Abû Dâwûd meriwayatkan bahwa sahabat Nabi, Ma‘qil bin
Yasâr, menyatakan bahwa Nabi saw. bersabda, “Bacalah surah Yâsîn untuk orang-orang yang (akan atau sudah) mati (dari kaum Muslim).”
Nilai kesahihan hadits ini dan semacamnya diperselisihkan. Namun, di
kalangan para ulama hadits, dikenal kaidah yang menyatakan bahwa
hadits-hadits yang tidak terlalu lemah dapat diamalkan, khususnya dalam
bidang berbagai keutamaan (fadhâ’il). Dalam konteks pertanyaan
Anda, sebagian ulama menyatakan bahwa membaca al-Qur’an, pada dasarnya,
dibenarkan, kapan dan di mana pun. Sekalipun hadits di atas lemah, atau
bahkan tidak ada sama sekali, tidak ada halangan untuk membaca ayat-ayat
al-Qur’an bagi orang yang akan atau sudah wafat.
Yang diperselisihkan oleh para ulama adalah apakah ganjaran bacaan
itu dapat diperoleh oleh almarhum atau tidak. Dalam bukunya berjudul
Yas’alûnaka, Syaikh Muhammad asy-Syarabashi mengutip pendapat al-Qarâfî
dalam kitab al-Furûq bahwa kebajikan yang dilakukan seseorang kepada
orang lain yang telah wafat mencakup tiga kategori: Pertama, disepakati
tidak bermanfaat, seperti keimanan seseorang yang ingin diberikan
ganjarannya kepada orang lain; kedua, disepakati bermanfaat seperti
sedekah; dan ketiga, diperselisihkan apakah bermanfaat atau tidak,
seperti menghajikan, berpuasa, dan membaca al-Qur’an untuknya.
Pada dasarnya, mazhab Imam Syâfi‘î menilai bahwa pahalanya tidak
bermanfaat bagi orang yang telah wafat, sementara mazhab Abû Hanîfah dan
Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa pahalanya dapat diterima oleh orang
yang telah wafat. Imam al-Qarâfî yang bermazhab Mâlikî ini menutup
keterangannya dengan mengatakan, “Persoalan ini, walaupun
diperselisihkan, tidak wajar untuk ditinggalkan dalam hal pengamalannya.
Sebab, siapa tahu, hal itu benar-benar dapat diterima oleh orang yang
telah wafat, karena yang demikian itu berada di luar jangkauan
pengetahuan kita. Perbedaan pendapat terjadi bukan pada hukum
boleh-tidaknya, melainkan pada kenyataan sampai-tidaknya pahala bacaan
itu kepada orang yang wafat. Demikian, wallâhu a‘lam.
[M Quraish Shihab - Dewan Pakar Pusat Studi Al-Qur'an]
Source : alifmagz.com
0 Comment:
Post a Comment