Monday, February 17, 2014

Adakah Hari Naas atau Hari Mujur ?


Kata “naas” terambil dari akar kata bahasa Arab nahs yang biasa diterjemahkan sial. Kata ini ditemukan dua kali dalam al-Qur’an. Yang pertama berbentuk tunggal dalam kata “hari sial” (yawm nahs) dalam ayat 19 surah al-Qamar (QS. al-Qamar [54]: 19) dan yang kedua berbentuk jamak dalam kata “hari-hari sial” (ayyâm nahisât) dalam ayat 16 surah Fushshilat (QS. Fushshilat [41]: 16).

Kedua ayat itu (“hari sial” dan “hari-hari sial”) diungkapkan al-Qur’an dalam konteks penjelasannya tentang siksaan yang melanda kaum ‘Ad yang durhaka kepada Allah. Dalam ayat 7 surah al-Hâqqah dijelaskan bahwa hari-hari itu berlangung selama tujuh hari dan delapan malam.

Beberapa kitab tafsir meriwayatkan bahwa hari sial itu adalah hari Rabu, sementara hari-hari sial yang tujuh hari itu bermula dari hari Rabu. Ada juga yang menyatakan bahwa hari sial bermula dari hari Jumat. Pendapat yang dikutip dalam kitab-kitab tafsir ini tidak bersumber dari kitab-kitab hadits standar. Misalnya, Ibnu Katsîr, seorang pakar al-Qur’an dan hadits, sekadar mengutip dan menyatakan bahwa pendapat itu diriwayatkan oleh Al-Baghâwî. Tokoh al-Baghâwî ini dikenal oleh para kritikus kitab tafsir sebagai amat gandrung mengutip pendapat-pendapat aneh, kisah-kisah, dan pendapat yang bersumber dari budaya Yahudi dan Nasrani atau yang dikenal dengan istilah Israiliyat.

Memang, ada beberapa riwayat yang menginformasikan bahwa ada hari-hari sial. Akan tetapi, nilai riwayat-riwayat itu lemah. Riwayat yang paling kuat bernilai mursal dalam arti bahwa ia dinisbahkan kepada Nabi Muhammad saw. tanpa melalui sahabatnya. Nilai hadits semacam ini tidak dapat dijadikan argumentasi keagamaan.

Jika Anda mengamati ayat-ayat al-Qur’an di atas, maka Anda melihat bahwa hari-hari sial bukan hanya satu hari, tetapi tujuh hari secara berturut-turut. Perhatikan kembali ayat 16 surah Fushshilat dan ayat 7 surah al-Hâqqah yang dikutip di atas. Ini berarti bukan hanya hari Rabu, tetapi seluruh hari dan malam dalam seminggu. Namun, di sisi lain, al-Qur’an juga secara tegas menyatakan bahwa ada malam yang penuh berkah (QS. ad-Dukhân [44]: 3). Ada juga Malam Kemuliaan (Laylah al-Qadr), dan ini berarti bahwa malam-malam itu bukanlah malam-malam sial.

Dengan demikian, kedua ayat yang berbicara tentang hari sial itu tidak boleh dipahami sebagai adanya hari-hari tertentu yang sial. Ia harus dipahami dalam arti bahwa ada kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan seseorang yang terjadi di siang atau malam hari. Kemudian, saat-saat itu dinamai hari-hari atau malam-malam sial. Memang bahasa sering kali menisbahkan sesuatu kepada tempat, waktu, atau keadaan. Al-Qur’an, misalnya menyatakan makr al-layl (QS. Saba’ [34]: 33) yang diterjemahkan secara harfiah sebagai “tipu daya malam”, tetapi maksudnya adalah tipu daya yang terjadi di malam hari. Was’al alqaryah (QS. Yûsuf [12]: 82)—yang bila diterjemahkan secara harfiah sebagai “Dan tanyalah desa”, tapi ia berarti tanyailah penduduk yang bertempat tinggal di desa.

Rasulullah saw. mengingatkan dalam sabdanya, “Janganlah mencerca masa, karena Allah adalah (yang mengatur) masa.” Dengan demikian, tidak dibenarkan menjatuhkan kesalahan atau keburukan kepada waktu tertentu, dengan menyatakan hari sial atau hari mujur. Sebagian ulama—antara lain, Syaikh Muhammad ‘Abduh—berpendapat bahwa sebab turunnya surah al-‘Ashr adalah bahwa ketika itu sebagian orang yang gagal dalam usahanya mengeluh di waktu asar bahwa harinya adalah hari sial. Karenanya, surah itu menguraikan bahwa kegagalan dan sukses bukanlah disebabkan oleh waktu, tetapi—antara lain—oleh usaha manusia. Oleh sebab itu, rugilah mereka yang tidak beriman dan beramal, serta tidak saling berwasiat tentang kebenaran dan ketabahan.

Kita harus yakin bahwa hanya Allah sajalah Yang Maha Kuasa. Dialah Pengatur siang dan malam dan Dialah juga yang menguasainya. Mempercayai adanya penguasa selain Allah atau mempercayai bahwa hari dan malam dapat mempengaruhi keadaan mujur atau sial tanpa keterlibatan Allah dapat mengantarkan kepada kemusyrikan atau menyekutukan-Nya dengan sesuatu.

[M. Quraish Shihab - Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur'an

Source : alifmagz.com
 

0 Comment:

Post a Comment