Kata al-qadîr terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf q-d-r (qâf-dâl-râ’). Kata-kata yang terbentuk dari huruf-huruf itu mengandung arti “akhir dari sesuatu dan substansinya.” Demikian penjelasan IbnuFaris, seorang pakar bahasa al-Qur’an. Dalam kitab Mu‘jam Maqâyîs al-Lughah, dia menulis, “Jika Anda berkata qadr (takdir), maka maknanya adalah ‘ketetapan Allah atas segala sesuatu sesuai dengan batas akhir yang dikehendaki-Nya.’”
Ada qadar(kadar) bagi segala sesuatu yang Tuhan anugerahkan kepadanya (baca
QS. ath-Thalâq [65]: 3). Misalnya saja, manusia tidak mampu terbang.
Ikan tidak mampu hidup di darat. Kaum lelaki dan perempuan memunyai
kodratnya sendiri. Begitu pula halnya dengan masing-masing pribadi.
Karena semuanya diberi kodrat, maka semuanya diberi batas akhir
kemampuan yang tidak dapat dilampauinya. Walaupun semua memilikinya, toh
tetap ada batasnya. Allah juga memiliki qudrah, sehingga Dia pun qadîr.
Tetapi, karena kemampuan-Nya melebihi segala makhluk-Nya, maka kita
menamakan Tuhan Maha “Kuasa”. Jika demikian, tidak keliru dan bukan pula
kemusyrikan bila Anda dan saya percaya bahwa ada yang berkuasa selain
Allah, selama kita percaya bahwa kekuasaan kita amat-amat terbatas
dibandingkan dengan kekuasaan Allah. Di sisi lain, kita harus percaya
bahwa kekuasaan yang kita miliki itu bersumber dari Allah swt. Kita
sendiri tidak memiliki kemampuan untuk mendatangkan manfaat dan atau
menolak mudharat kecuali yang bersumber dari pemberi kemampuan (qudrah) itu, yakni Allah. Itulah makna Lâ hawlâ wa lâ quwwata illâ billâh. Al-Qur’an mengisyaratkan hal ini, dan bahkan lebih jauh dari itu. Perhatikanlah firman-Nya: …
Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki (QS. al-Hajj [22]: 58) atau firman-Nya yang lain:
… Maka Maha Sucilah Allah, sebaik-baik pencipta (QS. al-Mu’minûn [23]: 14).
Kini, mari kita
bertanya: Adakah pemberi rezeki atau pencipta selain Allah? Kedua
penggalan ayat di atas mengiyakan. Akan tetapi, Allah sajalah pencipta
dan pemberi rezeki sebaik-baiknya. Sementara itu, yang selain Allah
adalah juga “pencipta” dan “pemberi rezeki”. Hanya saja, mereka ini
adalah perantara; ciptaan dan rezeki yang mereka berikan bersumber dari
Allah.
Boleh jadi Anda bertanya: Jika makna qudrah adalah batas akhir dari sesuatu dan substansinya sehingga mengandung pembatasan, maka apakah qudrah Allah
juga memunyai batas? Kalau begitu, apa makna ucapan kita “Tuhan
Mahakuasa”? Pertanyaan ini wajar karena memang selama ini ada yang
menduga bahwa Tuhan mampu melakukan segala sesuatu tanpa batas.
Kita harus mengetahui bahwa Tuhan berkuasa menciptakan apa saja
dengan syarat bahwa sesuatu itu tak mengandung pertentangan dengan
dirinya sendiri. Kita harus percaya bahwa Tuhan tidak mungkin
menciptakan sesuatu yang ada dan tidak ada dalam saat yang bersamaan.
Allah tidak memiliki qudrah untuk menciptakan sesuatu yang mustahil. Menciptakan Tuhan seperti diri-Nya mustahil. Itulah “batas” qudrah-Nya.
Hal ini telah diakui oleh pakar-pakar agama, walaupun boleh jadi
terdengar janggal. Untuk lebih jelasnya, bacalah—antara lain—buku Filsafat Agama, karya Prof. Dr. H. M. Rasyidi.
[M. Quraish Shihab - Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur'an]
Source : alifmagz.com
(y) nice post...
ReplyDelete