Darul Ma'arif Asry

Amin.....Al-Fatihah..!

The Power of Affirmation

Imagine, Plan, and Action !!!

ANGKASA

Angkatan Sembilan Al-Ikhlas

IQTK 2013

Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Khusus Angkatan 2013

Islami is NOT classic

Islami = Modern Civilization based on Classic Civilizatin

Mohon Maaf Atas Segala Ketidaksempurnaan Blog ini

Dalam Proses Penyempurnaan....

Wednesday, March 7, 2018

Menolak Fanatisme: Catatan dari para Ulama

Sikap yang siap membela mati-matian golongannya disebut dengan sikap fanatik. Fanatisme membuat seseorang atau sebuah kelompok kehilangan objektifitasnya sehingga dengan mudah menyalahkan hingga mengkafirkan pihak lain. Kondisi umat muslim yang seperti ini justru berlawanan dengan nasehat para imam mazhab yang sebenarnya mereka bela mati-matian itu. Berikut ini teladan para ulama untuk tidak berlaku fanatik.
Imam Abu> H{ani>fah berkata:
إذا صح الحديث فهو مذهبي.[1]
“Jika sebuah pendapat itu benar, maka itulah pendapatku (yang aku ikuti)”
(T{a>hir Muh}ammad Ya’qu>b, Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r, Juz. I, h. 626)

هذا الرأي النعمان بن ثابت وهو احسن ماقدرت عليه. فمن جاء بأحسن منه فهو أولى بالصواب.[2]
“Ini adalah pendapat Nu’ma>n bin S|a>bit (Nama kecil Imam Abu Hanifah) yang menurut saya paling baik. Jika ada yang berpendapat lebih baik dari ini maka itulah yang lebih benar.”
Imam Abu Hanifah juga pernah ditanya “Adakah Fatwa anda ini sebuah kebenaran yang tak ada lagi keraguan padanya?” beliau menjawab “Demi Allah, aku tak tahu. Jangan-jangan malah kebatilan yang tak ada keraguan lagi padanya”

Ima>m Ma>lik berkata:

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ، أُخْطِئُ وَأُصِيبُ فَانْظُرُوا فِي رَأْيِي فَكُلَّمَا وَافَقَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ فَخُذُوا بِهِ , وَكُلَّمَا لَمْ يُوَافِقِ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ , فَاتْرُكُوهُ.[3]



[1]T{a>hir Muh}ammad Ya’qu>b, Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r, Juz. I, h. 626.
[2]T{a>hir Muh}ammad Ya’qu>b, Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r, Juz. I, h. 626.
[3]Abu> ‘Amr Yu>suf bin ‘Abdulla>h bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Ba>rr, Ja>mi’ Baya>n al-‘Ilm wa Fad}lihi, Juz. I (Cet. I; Saudi Arabia: Da>r Ibn al-Jauzi>y, 1414/1994), h. 775.

“Saya hanyalah manusia (pada umumnya), saya bisa salah dan saya juga bisa benar. Perhatikanlah pendapatku! Jika ia sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah maka ambillah, jika tidak, tinggalkanlah!”
(Abu> ‘Amr Yu>suf bin ‘Abdulla>h bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Ba>rr, Ja>mi’ Baya>n al-‘Ilm wa Fad}lihi, Juz. I (Cet. I; Saudi Arabia: Da>r Ibn al-Jauzi>y, 1414/1994), h. 775.)
Imam Malik pun menolak permintaan Khalifah Makmun (Dinasti Abbasiyah) dan Khalifah Manshur yang ingin menjadikan kitab Al-Muwaththa’ (kitab Imam Malik) sebagai satu-satunya kitab rujukan umat saat itu, untuk mengatasi perbedaan pandangan ulama saat itu. Imam Malik berkata “Wahai Amirul Mukminin, biarkanlah umat memilih pandangan yang relevan bagi diri mereka sendiri”
“Aku tidak akan memberi fatwa sebelum 70 ulama bersaksi bahwa aku ahli untuk memberi fatwa”
“Aku tidak memberikan fatwa sebelum aku bertanya kepada Rabi’ah dan Yahya bin Sa’id”
“Apabila para sahabat menghadapi masalah yang berat, maka mereka tidak akan memberikan jawaban sebelum mereka mengambil jawaban dari sahabat lainnya”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 24-25)
Ima>m Sya>fi’i>y berkata:
أجمع النَّاس على أَن من استبانت لَهُ سنة رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لم يكن لَهُ أَن يَدعهَا لقَوْل أحد.[1]
“Umat manusia mnyepakati bahwa siapa yang pendapatnya jelas-jelas sesuai dengan Sunnah, maka tidak satupun orang yang mampu membantahnya.”
(S{a>lih} bin Muh}ammad bin Nu>h} bin ‘Abdulla>h Al-Fulla>ni>y, I>z} Humam U<r li al-Iqtida>’I bi Sayyid al-Muha>jiri>n wa al-Ans}a>r, (Beiru>t}: Da>r al-Ma’rifah, t.th.), h. 103.)
“Wahai Ibrahim, Jika hadis itu shahih maka itulah mazhabku, Janganlah ikuti setiap yang aku katakan. Hendaklah kamu mempunyai pandangan sendiri. Itulah agama.


[1]S{a>lih} bin Muh}ammad bin Nu>h} bin ‘Abdulla>h Al-Fulla>ni>y, I>z} Humam U<r li al-Iqtida>’I bi Sayyid al-Muha>jiri>n wa al-Ans}a>r, (Beiru>t}: Da>r al-Ma’rifah, t.th.), h. 103.

Ima>m Ah}mad bin Hanbal berkata:
لَا تكْتبُوا عني شَيْئا وَلَا تقلدوني وَلَا تقلدوا فلَانا وَفُلَانًا[1]
“Janganlah kalian mengutip sesuatupun dariku dan janganlah bertaqlid padaku maupun pada orang lain.”
(Abu> Al-Qa>sim Syiha>buddi>n ‘Abdurrah}ma>n bin ‘Isma>’i>l bin Ibra>hi>m Abi> Sya>mah Al-Dimasyq, Mukhtas{ar al-Mu’ammil fi al-Radd ila al-Amri al-Awwal (Kuwait: Maktabah al-S}ah}wah al-Isla>miyah, 1403), h. 61.)
“Janganlah Ikuti Aku dan jangan pula ikuti Malik, Awza’i, Abu Hanifah, dan lain-lainnya. Tentukan hukum dari sumber yang mereka gunakan, yaitu Qur’an dan Sunnah”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 23)
Dari sini terlihat bahwa para imam mazhab tidak menginginkan agar orang-orang bersikap fanatik dengan pendapat mereka.[2]
Ibnu Hajar Al-Haitami berkata:
“Mazhab kami benar, tapi mengandung kekeliruan, mazhab yang lain salah, tapi mengandung kebenaran”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 25)
Imam Sayuthi berkata:
“Ketahuilah bahwa ikhtilaf berbagai mazhab di kalangan umat Islam adalah nikmat besar dan anugrah yang agung. Di dalamnya tersembunyi rahasia mulia yang diketahui oleh orang-orang yang mengerti dan tidak disadari oleh orang-orang yang jahil”
(Jalaluddin Al-Sayuthi, Ja>zil al-Mawa>hib fi> Ikhtila>f al-Maz\a>hib)- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 26)
Grand Syekh Al-Azhar, Mahmud Syaltut pada 1950 menggagas proyek Al-Taqrib Bayna al-Maz\a>hib


[1]Abu> Al-Qa>sim Syiha>buddi>n ‘Abdurrah}ma>n bin ‘Isma>’i>l bin Ibra>hi>m Abi> Sya>mah Al-Dimasyq, Mukhtas{ar al-Mu’ammil fi al-Radd ila al-Amri al-Awwal (Kuwait: Maktabah al-S}ah}wah al-Isla>miyah, 1403), h. 61.
[2]Taqiyuddi>n Abu al-‘Abba>s Ah}mad bin ‘Abdul H{ali>m bin Taymi>yah Al-H{ara>ni>y, Majmu>’ al-Fata>wa>, Juz. VI, (Madi>nah: Majma’ al-Malik Fahd, 1416/1995), h. 216


Risalah Amman tahun 2005 (9 November 2004). Lebih dari 200 ulama muktabar, dari 50 negara sedunia. Termasuk Mufti Mesir, Ali Gomaa dan Grand Syekh Al-Azhar Muhammad Sayyid Thantawy.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 27)
Buya Hamka ikut berdiri saat pembacaan maulid di Masjid As-Sa’id – Menyebut kisah Imam Syafi’I yang tidak qunut di Masjid Imam Abu Hanifah.
Abu Bakar Atjeh: Mazhab adalah suatu alat untuk melakukan ibadah, alat apapun selama untuk mendekatkan diri kepada Allah maka dipebolehkan. Beliau pernah ditanya, “Sebagai Alim dan ahli sejarah, anda mbermazhab apa? Beliau Menjawab” Mazhab saya adalah Al-Qur’an dan Sunnah”. Anda bukan Syafi’i? . “Kalau Syafi’I menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah, maka saya bermazhab Syafi’i. Anda bukan Syi’ah?”Jika Syi’ah menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah maka saya bermazhab Syi’ah”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 28-29)
Jika mengacu pada Al-Qur’an dan Sunnah, Ushuluddin harus mengakui tiga hal; 1) Tauhid 2) Nubuwwah 3) Kiamat
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 36)
Segala sesuatu yang tidak memiliki hubungan langsung dengan Tuhan, utusan dan hari kiamat adalah persoalan furu’
(Al-Ghazali, Fayshal al-Tafriqah bayna al-Islam wa al-Zandaqah. Ed. Sulaiman Dunya, (Kairo, 1961, h. 201)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 40)
Imam Ja’far Al-Shadiq (Imam ke-6) adalah guru dari Imam Abu Hanifah
Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Syafi’I meriwayatkan dari imam-imam Syi’ah (Imam Ja’far Al-Shodiq dan imam-imam sebelumnya
Salah satu guru Imam Syafi’I adalah Abu Ishaq bin Muhammad bin Abi Yahya Al-Aslamy, yang merupakan tokoh Syi’ah dan murid Imam Ja’far Al-Shodiq (Ibnu Hajar Al-Asqalani/Tahzib al-Tahzib)
Imam Ahmad bin Hanbal memuji Aban bin Tughlab bin Rabah yang digelari Abu Sa’id Al-Bakri Al-Jariri (Ulama Syi’ah, murid Imam Ali Zainal Abidin (Imam ke-4), Imam Muhammad Al-Bagir (5), Imam Ja’far Al-Shodiq (6)] sebagai seorang yang benar ucapannya dan tinggi adabnya. Hadis riwayatnya beserta murid-muridnya (Musa bin ‘Uqbah Al-Asadi/w.141 H), Hamad bin Zaid Al-Azadi (w.197 H), Syibah bin Al-Hajjaj, Sufyan bin ‘Uyaynah, Muhammad bin Khazim Al-Tamimi (w.195 H). Hadis riwayat mereka banyak dikutip dalam kutub al-sittah,
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 56-57)
“Janganlah dikira kami ingin mengingkari kebajikan khalifah-khalifah itu dan sekian jasa mereka terhadap Islam, yang pada hakikatnya tidak dapat diingkari oleh orang-orang yang tak tahu diri, dan Alhamdulillah kami bukan orang yang demikian. Kami bukan pencaci atau pencerca, melainkan kami orang-orang yang pandai berterima kasih atas kebajikan, dan menutup mata atas kesalahan sambil berkata:” mereka itu adalah kelompok yang telah lalu, akan mendapatkan pahala dari hasil usaha kebajikan mereka, serta dosa atas kesalahan mereka, dan Allah yang Maha Memberi Perhitungan. Bila dia memaafkan, maka itu karena anugrah Allah-Nya, dan bila Dia menghukum maka itu adalah atas keadilan-Nya.”
“Saya tidak berkata bahwa sahabat-sahabat lain yang lebih banyak dan bukan termasuk kelompok kecil itu, bahwa mereka telah melanggar perintah Nabi dengan mengabaikan petunjuk beliau. Sama sekali tidak! Kita berlindung kepada Allah dari menduga mereka dengan dugaan-dugaan yang jelek. Sedangkan mereka itu adalah orang-orang terbaik di atas muka bumi saat itu. Boleh jadi tuntunan itu tidak didengar oleh semua mereka atau mereka yang mendengar tidak menoleh kepada maksudnya. Sahabat-sahabat yang mulia itu lebih luhur, sehingga tidaklah dapat buih wahm (dugaan yang sangat lemah) menyentuh puncak maqam (kedudukan mereka)”
Syekh Muhammad Husain Kasyif al-Githa—Asl al-Syi’ah wa Usuluha--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 59)
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dari  Jabi bin Samurah:”Akan ada 12 Amir. Maka beliau menyebutkan kata yang aku tidak mendengarnya, ayahku berkata Rasulullah saw. bersabda: mereka semua dari Quraisy.
Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan 32 hadis dengan berbagai sanad dan matan
Imam Al-Turmuzi dan Abu Dawud Juga.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 65)
Majma’ Taqrib Bayn al-Mazahib (London, 1985) dipimpin oleh Ayatullah Mahdi Al-Hakim menyatakan bahwa Syiah mengakui kekhalifahan tiga khalifah secara de facto.
Fatwa Ayatullah Ali Khamenei untuk memuliakan sahabat dan istri Nabi saw, serta keharaman melecehkan dan mencela mereka.
Grand Syekh Al-Azhar. Prof. Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Al-Thayyeb menyatakan dalam kunjungannya ke Indonesia pada 2016:
“Memang terdapat sikap berlebihan. Namun, tidak semua Syi’ah dan tidak semua ulama mereka demikian (membenci dan mencaci sahabat dan istri Nabi saw.). Ketika saya berdialog dengan sejumlah tokoh mereka tentang mencaci maki sahabat. Ia mengatakan, Mereka bukan representasi kami”. Jika anda telaah buku Syiah klasik, anda tidak akan menemukannya. Mungkin anda akan menemukan kecenderungannya, tetapi mayoritas Syi’ah menghormati para sahabat.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 65-66)
“untuk memantapkan kekuasaannya, Muawiyah dan penguasa Umayyah menyebarluaskan paham fatalisme agar penganiayaan mereka dianggap ketentuan Allah.”
Syekh Abdul Halim Mahmud Al-Tafkir al-Falsafi fi al-Islam--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 66-67)
Sejarawan sepakat bahwa cacian dan penganiayaan terjadi di masa Umayyah dan Abbasiyah, khususnya para ahlul bait dan pecinta Sayyidina Ali. Mereka dicurigai berusaha merebut kekuasaan. Selama 80  tahun penguasa Bani Umayya memerintahkan para khatib untuk mengutuk Sayyidina Ali di mimbar-mimbar Jum’at dan majelis-majelis umum.
Dibalas orang Syi’ah hingga merembet ke para sahabat.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 67)
Imam Abu Hanifah dengan tegas berpendapat bahwa pemerintahan Bani Umayyah tidak sah karena tidak berdasar pada prinsip-prinsip Islam. Beliau membela Zaid bin Ali Zainal Abidin  pada waktu memberontak khalifah Bani Umayyah
Imam Abu Hanifah menentang Bani Abbasiyah dan meminta orang-orang membela Ibrahim Al-Imam dan Al-Nafs Zakiyah (putra Hasan) dalam memberontak Khalifah Al-Manshur
Mushtafa Muhammad Syak’ah, Islam bi laa Mazahib--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 68)
Imam Abu Hanifah pernah belajar 2 tahun kepada Imam Ja’far Al-Shodiq,
2 murid utama Imam Abu Hanifah juga belajar pada Imam Malik
Imam Malik adalah guru Imam Syafi’i
Imam Syafi’I murid dari murid Imam Abu Hanifah
Imam Syafi’I adalah guru Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Syafi’I mendukung Syi’ah Rafidhah di dalam pergerkana di masa Harun Al-Rasyid. Beliau berkata:
“Jika kecintaan pada keluarga Muhammad menjadikanku Rafidhah, maka saksikanlah wahai jin dan manuisa bahwa aku Rafidhah. Jika kami mengangungkan Ali , maka menurut orang bodoh, kami adalah Rafidhah. Tapi jika kami mengunggulkan Abu Bakar, maka kami dianggap pendukungnya. Kalau begitu, saya mash berstatus Rafidhah dan pendukung Abu Bakar. Saya akan terus menjalankan ajaran agama meski harus berjalan di atas pasir.’
(Al-Razi, Manaqib Imam Syafi’i)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 109)
Imam Abu Hanifah berkata: Saya tidap pernah melihat orang yang lebih faqih daripada Ja’far bin Muhammad
Imam Malik memuji Imam Ja’far dengan berkata: “Tidak pernah mata melihat, telinga mendengar, hati terketuk oleh seorang yang lebih utama dari Ja’far bin Muhammad, baik mengenai ibadah dan keluasan ilmunya.
Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang sahabat-sahabat utama Nabi dan tak menyebut Sayyidina Ali. Ketika ditanya mengapa? Beliau menjawab bahwa Ali adalah Nabi itu sendiri.
(Asad Haidar, Imam Al-Shadiq wa al-Mazahib al-Arba’ah)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 109)
Imam Ja’far Al-Shadiq berkata: agama Islam adalah apa yang tampak dalam diri umat muslimpada umumnya, Syahadat zakat haji dan puasa di bulan Ramadhan.
Imam Muhammad Al-Bagir berkata: “Agama Islam dinilai dari segala yang tampak dari perbuatan dan ucapan, yakni yang dianut oleh semua firqah. Atas dasar itu, terjamin nyawa mereka, berlangsung pewarisan, pernikahan. Demikian pula, shalat, zakat, puasa dan haji. Dengan semua itu mereka keluar dari kekufuran dan dimasukkan ke dalam keimanan.
Imam Malik tentang Imam Abu Hanifah:” Aku telah melihat seorang lelaki yang seandainya anda meminta ia untuk menjelaskan bahwa tiang kayu ini adalah emas, niscaya ia mampu menegakkan alasan-alasannya.
Imam Syafi’I tentang Imam Abu Hanifah:”Semua orang ditanggung oleh lima orang, Siapa yang ingin mahir fiqih, ia ditanggung oleh Abu Hanifah”
Imam Syafi’I berkata: sungguh saya bertabarruk dengan Imam Abu Hanifah dan datang ke kuburannya setiap hari. Jika saya menghadapi masalah rumit, saya shalat dua rakaat lalu datang ke kuburannya untuk memohon kepada Allah agar memnuhi hajat saya, dan tak lama kemudian hajat itu terpenuhi.
(Al-Muwaffaq Al-Makki, vol.II)- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 110-111)
Imam Syafi’I tentang Imam Malik: “Aku tidak pernah menghormati seorangpun seperti penghormatanku pada Malik bin Anas”
“Jika bicara atsar, maka Imam Malik adalah bintangnya”
“Imam Malik adalah pendidikku dan guruku. Darinya aku menyerap ribuan pengetahuan. Tiada seorangpun yang lebih kupercaya mengenai agama Allah melebihi dirinya.Karenanya aku menjadikannya hujjah, antara diriku dan Allah.”
Imam Syafi’I menjadi murid Imam Malik sejak usia 13 tahun setelah proses yang rumit.
Imam Ahmad bin Hanbal tentang Imam Syafi’i:
“Demi Allah, ia adalah ahli hadis, diulang tiga kali”
“Imam Syafi’I adalah mujaddid abad kedua dan imam panutan generasi-generasi berikutnya”
Imam Syafi’I tentang imam Ahmad: “Aku keluar dari Baghdad, tidak seorangpun yang aku tinggalkan di dalam kota itu yang lebih tahu tentang fikih dari Ibnu Hanbal
“Ahmad adalah seorang imam dalam 8 perkara: hadis, fikih, bahasa, kefakiran, kezuhudan, wara’ dan sunnah”

Saturday, July 23, 2016

#Damai dalam Ramai#Bersama dalam Ragam



Indonesia, sebuah negeri yang membentang 5.300 km dari Sabang hingga Merauke, berjejer lebih kurang 17.000 pulau, lebih dari 300 kelompok etnik, 1.340 suku bangsa, 748 bahasa, negeri dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, terbesar ketiga negara demokrasi dunia, terbesar keempat di dunia dari sisi jumlah penduduk, terbesar pertama dari segi jumlah penduduk muslim dunia (dengan Karakter Islam Indonesia yang ramah, toleran, demokratis, moderat/washatiyah) dan memiliki potensi bonus demografi yang dahsyat (43 persen penduduknya berusia 25 tahun ke bawah). 

Indonesia adalah kumpulan jutaan keunikan yang tiada duanya di dunia; adat istiadat dan budaya yang sangat beragam, ribuan jenis kuliner yang tak ditemukan di belahan dunia lain, kekayaan flora dan fauna dengan tingkat keragaman terbesar di dunia, sejarah yang panjang dan penuh cerita, hingga tentu saja keindahan dan kedahsyatan alam yang luar biasa. Anugerah besar yang tak terhingga dari Tuhan. Mari melestarikan Kebhinnekaan. Bhinneka Tunggal Ika.
#DamaidalamRamai#BersamadalamRagam#TshirtPeace

Wednesday, July 20, 2016

RAHMATAN LIL ‘ALAMIN DALAM PERBEDAAN [KHUTBAH JUM'AT]

(KHUTBAH JUM’AT)
بسم الله الرحمن الرحيم
KHUTBAH PERTAMA

السلام عليكم ورحمة الله زبركاته
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ ...اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات وبتوفيقه أمركم بفعل الخيرات ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عبده و رسوله اللهم صل وسلم علي أشرف المخلوقات سيدنا محمد وعلي آله واصحابه الأخيار ومن تبعهم بإحسان الى يوم اللقاء. أَمَّا بَعْدُ!
 أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قال الله سبحانه وتعالي في القرآن الكريم وهو أصدق القائلين أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بسم الله الرحمن الرحيم، يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ. و قال ايضا قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَآءٍۭ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْـًٔا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُولُوا۟ ٱشْهَدُوا۟ بِأَنَّا مُسْلِمُونَز . صدق الله العظيم وبلغ رسوله النبي الكريم ونحن علي ذلك من الشاهدين والشاكرين والحمد لله رب العالمين . 

Jama’ah Jum’at yang Insya Allah senantiasa dalam naungan Cinta Allah
Pada hari Fath} Mekkah, Rasulullah saw. memerintahkan Bila>l untuk azan di belakang Kakbah. ‘Ita>b bin Asi>d bin Abi> al-‘Ays} berkata: Segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku hingga ia tidak melihat hari ini. H{a>ris} bin Hisya>m berkata: “Apakah Muhammad tidak menemukan orang lain untuk azan selain burung gagak ini?”. Suhail bin ‘Amri berkata: “Jika Allah ingin sesuatu, ia akan merubahnya. Abu> Sufya>n berkata: “Saya tidak akan berbuat sesuatu yang aku takutkan diketahui oleh Allah. Maka datanglah Jibril as. kepada Nabi saw. dan menceritakan percakapan mereka. Maka beliau memanggil mereka dan mengkonfirmasinya. Lalu mereka membenarkan bahwa mereka telah membicarakan Bilal sebagai mantan budak hitam.
Kisah di atas adalah Asba>b al-Nuzu>l/sebab turunnya salah satu ayat Al-Qur’an yang sangat populer. Yaitu QS. al-H{ujura>t/49: 13 sebagai berikut.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿١٣
Terjemahnya:
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.
Dari ayat ini, Rasul saw. melarang mereka untuk saling berbangga-bangga dengan nasabnya, berlebih-lebihan dalam harta dan menghina kaum fakir. Dari sini pula diketahui bahwa tujuan diciptakannya segala perbedaan adalah untuk saling mengenal.
Kata ta’a>ruf yang menjadi tema sentral yang ingin difokuskan pada ayat ini bukanlah kata ta’a>ruf yang dikenal jamak oleh para jama’ah, ta’aruf yang biasa diperbandingkan dengan kata pacaran atau pacaran islami ala anak muda. Justru ayat inilah yang sesungguhnya menjelaskan maksud sebenarnya dari kata ta’aruf tersebut. Kata ta’a>ruf berasal dari akar kata ع- ر- ف yang bermakna dasar berurutnya sesuatu secara bersambung antara satu bagian dengan sebagian lainnya, dan ketenangan. Kata ini setimbang dengan kata tafa>’ala yang mengandung makna timbal balik. Dengan demikian, ia bermakna saling kenal antara satu pihak dengan yang lainnya. Individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, maupun individu dengan kelompok.
Jama’ah Jum’at yang Insya Allah dirahmati Allah
Tidak jarang, buruk sangka, fitnah, bahkan pertikaian terjadi hanya karena tidak cukupnya pengenalan kepada pihak lain. Saya ingin kembali menceritakan sebuah kisah inspiratif. Suatu ketika dalam sebuah gerbong kelas ekonomi, seorang bapak menjadi sorotan sinis para penumpang lainnya. Betapa tidak, ketika para penumpang lain hanya memakai pakaian seadanya, berbaju kaos dan bercelana pendek, sang bapak justru memakai setelan jas eksekutif, lengkap dengan dasi melengkapi penampilan necesnya. Di saat semua orang hanya diam sambil mengipas diri untuk meredakan udara panas, ia sibuk menerima dan menghubungi orang lain dengan smarthpone canggih yang ia miliki. Ia terus sibuk dengan smartphonenya tersebut. (saat itu smarthpone masih langka)
Seorang penumpang mulai nyeletuk: “siapa sih dia? Kalau orang kaya, ngapain masuk kelas ekonomi!?” penumpang lain menyambung “iya…, kenapa ngga sekalian di kelas bisnis sih!? Pake mamerin hp segala, emang sih kita ngga punya, tapi ngga perlu pamer juga kali…” ungkapan-ungkapan yang senada dengan itu terus sambung-menyambung hingga terdengar oleh si Bapak. Namun, mendengar hal tersebut, sang bapak hanya tersenyum menyabarkan diri.
Setelah sampai di tempat tujuan, sang bapak beserta para penumpang turun dari kereta. Masih dalam pengamatan penumpang lainnya, sang bapak terlihat menghampiri seorang nenek tua renta yang turun dari kelas bisnis, ia mencium tangan si nenek dan segera mengangkatkan barang-barangnya hingga keluar stasiun. Setelah sang bapak pamit dari nenek, beberapa penumpang yang penasaran menghampiri sang nenek dan bertanya mengenai siapa bapak itu sesungguhnya.
Sang nenek kemudian menjelaskan bahwa sang Bapak tadi itu merupakan muridnya ketika masih mengajar di SD, tadi mereka bertemu dan ternyata ingin ke tujuan yang sama. Akan tetapi, sang nenek memiliki tiket kelas ekonomi, sedangkan sang murid memiliki tiket kelas bisnis. Karena tiket kelas bisnis telah habis, si bapak “memaksa” si nenek agar mau bertukar tiket dengannya. Jadilah sang Bapak di kelas ekonomi dan si nenek di kelas bisnis.
Setelah menjemput nenek dari kelas bisnis dan mengangkatkan kopernya, sang murid sebenarnya ingin mengantar sang nenek ke tujuannya. Akan tetapi, ia harus segera ke rumah sakit untuk melihat kondisi anak dan istrinya yang tengah sekarat setelah mengalami kecelakaan, ia sudah dihubungi berkali-kali ketika masih di kereta. Bapak yang sudah mengantisipasi hal tersebut juga telah menghubungi salah satu sopirnya ketika masih di kereta untuk membawa satu mobilnya yang lain untuk mengantar gurunya tersebut. Penumpang yang telah mendengar penjelasan dari sang nenek tertegun dan terenyuh tiba-tiba. Haru menyesali prasangka buruk mereka kepada sang Bapak.
Jama’ah Jum’at yang Insya Allah senantiasa dalam lindungan Allah
Kisah penuh hikmah di atas seyogiyanya segera diambil oleh kaum muslimin sebagaimana sabda Nabi saw.
الْكَلِمَةُ الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ حَيْثُمَا وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا.
Artinya:
Kalimat hikmah adalah barang seorang mukmin yang hilang, maka dimana saja ia menemukannya ia lebih berhak untuk mengambilnya.(H.R. Ibnu Majah)
Kisah tersebut memesankan pentingnya mengenal lebih dekat sebelum menghukumi pihak lain. Pertikaian  dan pengkafiran yang terjadi antara umat Islam dewasa ini sesungguhnya karena kita terlalu egois untuk mengenal, mempelajari lebih dalam latar belakang pendapat pihak lain. Prof. Nasaruddin Umar pernah memesankan “Jika berbeda pendapat, jangan begitusaja menyalahkan, justru pelajarilah pendapatnya”. Kita terlalu mudah untuk dipanas-panasi oleh musuh-musuh Islam tanpa kita sadari. Sehingga, terbentuklah faksi-faksi dalam Islam yang saling mengkafirkan bahkan saling bunuh. Padahal, masing-masing pihak mengaku menjadikan Al-Qur’an sebagai landasannya.
“Apabila Al Quran dijadikan pedoman, sesungguhnya untuk bangkit secara otentik dan berkelanjutan tidak terlalu sulit. Musuh terbesar adalah egoisme bangsa dan etnisitas dengan jubah nasionalisme sempit. Barat amat paham fenomena pembusukan budaya ini, lalu diadu domba dengan iming-iming duniawi, dan mereka akan menari mengikuti bunyi genderang pihak lain. Apa yang dilakukan itu adalah pengkhianatan terhadap diktum Al-Quran, dengan menyibukkan diri dalam permusuhan dan peperangan sesama mereka. Barat tinggal mengipas saja agar kondisinya menjadi semakin parah.” Demikian lebih kurang kata Buya Syafi’I Ma’arif.
Di dalam ayat ini ditegaskan bahwasanya terjadinya berbagai bangsa dan suku sampai kepada perinciannya yang lebih kecil, bukanlah agar mereka bertambah lama bertambah jauh. Melainkan supaya mereka kenal mengenal. Kenal mengenal darimana asal usul, darimana pangkal nenek-moyang, darimana asal keturunan dahulu kala. Tidak perlu mengungkit-ungkit perbedaan, melainkan menyadari persamaan keturunan.
Nilai yang sama, yaitu nilai yang mengandung semangat menjunjung tinggi persatuan dan toleransi yang berada pada masing-masing suku ataupun agama inilah yang diistilahkan oleh Nasaruddin Umar dalam bukunya Islam Fungsional sebagai principle of identity. Sebuah prinsip yang membuat orang berfokus pada aspek kesamaan yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Persatuan dalam sebuah masyarakat plural akan terjalin jika masing-masing pihak lebih berfokus pada kesamaannya daripada principle of negation (aspek perbedaannya).
Allah swt. berfirman dalam QS.'Ali `Imran/3:64

قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَآءٍۭ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْـًٔا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُولُوا۟ ٱشْهَدُوا۟ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ ﴿٦٤
Terjemahnya:
Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim."
Nasaruddin Umar mengutip pendapat Jaques Berque, dalam diktatnya yang berjudul Relire le Coran at le Bible bahwa masing-masing komunitas dua kitab suci, yakni Islam dan Kristen perlu untuk membaca ulang Al-Qur’an dan Bibel. Dengan membaca ulang kitab suci masing-masing itu, termasuk pula menghayati kembali kearifan lokal masing-masing dengan format penekanan pada principle of identity bukan pada principle of negation. Maka konflik pada masyarakat plural seperti Indonesia ini dapat dicegah atau paling tidak diminimalisir. Kalaupun terjadi, akan mudah untuk dikondusifkan kembali sebagaimana semula.
Pembacaan ulang kitab suci bukan hanya penting dalam usaha dialog antarumat beragama. Akan tetapi, penting juga dalam konteks dialog antarpersonal dalam sebuah agama. Sulit dibayangkan adanya harmoni antarumat beda agama tanpa didahului oleh keutuhan pemahaman atau saling pengertian antara kelompok-kelompok internal suatu agama. Bahkan tidak jarang terjadi, konflik internal suatu agama lebih kuat daripada konflik eksternalnya.
Kalau setiap pihak telah berta’a>ruf dengan prinsip tersebut, maka agama akan tampil dengan kekuatan daya penyatunya merangkul segala perbedaan. Bukan memecah belah umat. Dengan demikian, semua kelompok, agama, suku atau ras manapun akan hidup berdampingan dalam harmoni.
Jama’ah Jum’at yang Insya Allah senantiasa diberkahi Allah
Dengan demikian, maka perbedaan yang ada bukanlah sebuah petaka. Ia merupakan rahmat, ia dikehendaki agama, ia dikehendaki Al-Qur’an. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, jangan hilangkan perbedaan, rangkullah ia. Mari merayakan perdamaian dengan saling membuka diri untuk saling kenal mengenal.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُم فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ
 وَنَفَعْنِيْ وَإِيَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
 KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ!
Jama’ah Jum’at yang Insya Allah senantiasa dalam ampunan Allah
Setelah mengetahui bagaimana sesungguhnya konsep Rahmatan lil ‘Alamin Islam dalam menghadapi perbedaan itu, maka setidaknya kita dapat mempraktekkan poin-poin berikut dalam keseharian kita, agar tercipta damai bagi seluruh alam.
1.      Menyadari bahwa kita hanyalah satu bagian kecil dari keseluruhan manusia yang diciptakan Allah.
2.      Hanya Allahlah yang pantas menghukumi, bukan manusia. Kita hanyalah makhluk yang sangat-sangat kecil yang dikasihani Allah sehingga masih hidup sampai detik ini. Betapa lalim diri yang berlumur dosa ini jika berani mengkafirkan saudaranya yang lain.
3.      Ketika melihat orang lain, muslim maupun non-muslim. Ingatlah ! bahwa mereka juga adalah ciptaan Allah.
4.      Pandangi mereka yang belum beriman dengan pandangan kasih sayang (Rahmat Rahmaniyah) agar timbul hasrat untuk mendakwahinya sehingga ikut beriman. Jangan pandangi mereka dengan amarah sehingga mengundang nafsu untuk menghalalkan darahnya.
5.      Begitupula dengan saudara seiman kita yang lain yang mungkin sedang tersalah menurut kita. Pandangi mereka dengan pandangan kasih sayang (Rahmat Rahimiyah) sehingga timbul hasrat untuk segera memverifikasi pendapat mereka dan pendapat kita hanya kepada ahlinya. Jika mereka betul sedang salah, dakwahi mereka dengan nasihat yang baik atau diskusi yang mengedepankan persatuan.
6.      Sadarilah bahwa agama kita sedang dilemahkan oleh musuh-musuh kita melalui adu domba dan fitnah yang sangat massif. Lihatlah saudara-saudari kita di Irak, Syria, Libanon, Tunisia, Yaman dan lainnya yang saat ini tidak bisa bekerja, bersekolah dan berkeluarga dengan aman dan damai seperti diri kita saat ini.  
7.      Pada setiap akhir shalat, doakan agama kita, dan umat Islam seluruhnya agar dikuatkan oleh Allah swt. untuk menghadapi segala fitnah dan adu domba musuh-musuh Allah ini.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بسم الله الرحمن الرحيم يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ اتقوا الله ماستطعتم.
 اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِاْلأَمْوَاتِ. إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ يَاقَاضِيَ اْلحَاجَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. اَللَّهُمَّ اهْدِنَا الصِّرَاطَ اْلمُسْتَقِيْمَ. اللَّهُمَّ اهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ. اللَّهُمَّ ارْحَمْ وَالِدِيْنَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِىْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِىْ اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ الله، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإْحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَلَذِكْرُ اللهُ أَكْبَرُ واللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ وَأَقِمِ الصَّلاَةَ وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.


Saturday, June 25, 2016

BULAN TAK BOLEH TERBELAH


BULAN TAK BOLEH TERBELAH

Kamis pagi, 14 Januari 2015, sebuah bom bunuh diri membelah keheningan pagi di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat. Polda Metro Jaya merilis ada tujuh orang tewas dan terluka dari peristiwa peledakan yang disusul dengan penembakan itu. Lima di antaranya adalah pelaku teror. Tiga pelaku tewas karena bom bunuh diri. Sisanya, pelaku tewas ditembak oleh aparat keamanan (Kompas.com)

Hingga saat ini belum diketahui pasti apa motif dari pelaku. Ada yang berkata bahwa peristiwa itu merupakan upaya pengalihan isu, karena pada tanggal yang sama dengan kejadian tersebut merupakan batas akhir PT. Freeport tawarkan divestasi saham. Ada juga yang berkata bahwa insiden tersebut merupakan realisasi dari ancaman ISIS sebelumnya. Mungkin ada banyak lagi isu lain yang berkembang di masyarakat yang tidak diketahui oleh penulis. Akan tetapi, yang patut disyukuri bahwa setelah kejadian tersebut. Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan pernyataan sekaligus himbauan kepada seluruh rakyat Indonesia agar tidak takut menghadapi situasi semacam ini.
Ya, Optimisme dan keberanian melawan terorisme sudah sepantasnya digaungkan oleh seluruh rakyat Indonesia terutama di saat-saat seperti ini, karena terorisme merupakan musuh bersama. Baik yang beragama Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, terutama Islam yang dari namanya saja (Islam=Keselamatan) sudah sangat jelas sikapnya terhadap terorisme.
Mungkin para pelaku bom itu mengira bahwa rakyat Indonesia akan takut, panik dan “terbelah” menghadapi situasi semacam ini. Sebuah karangan bunga bertuliskan “Kami Tidak Takut” yang terpajang persis di depan pos polisi Sarinah (Kompas.com ) sudah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia bukanlah rakyat yang lemah. Kita memang berbeda-beda, tapi kita tetap satu, Bhinneka Tunggal Ika.
Sebuah film yang dirilis bulan lalu, bertajuk “Bulan Terbelah di Langit Amerika” yang disutradarai oleh Rizal Mantovani memberikan pesan yang sangat luar biasa mengenai ke”terbelah”an yang terjadi pada masyarakat dunia. Mulai dari ke”terbelah”an antara muslim dengan non-muslim maupun ke”terbelah”an antara sesama muslim itu sendiri. Kita memang masih menyayangkan atas apa yang masih saja terjadi di kawasan Timur tengah saat ini. Di mana sesama muslim saling memerangi satu sama lain. Kita berdoa agar Allah swt. segera memberikan hidayah kepada mereka agar segera berdamai dan sadar akan akibat dari ke”terbelah”an yang mereka lakukan. Masyarakat muslim Indonesia tidak boleh terpengaruh dengan segala pancingan yang diharapkan membuat kita terbelah. Mulai dari kelompok GAFATAR (Gerakan Fajar Nusantara) hingga insiden bom bunuh diri kemarin. Bulan kita tidak boleh “terbelah”.
Masih di dalam film yang diangkat dari naskah cerita yang ditulis oleh Hanum Rais tersebut, “Would The World be Better Without Islam ?” (Akankah dunia akan menjadi lebih baik tanpa Islam ?). Inilah judul artikel yang ditugaskan untuk ditulis oleh Hanum di dalam film tersebut. Hanum diberi tugas untuk mewawancari keluarga muslim yang menjadi korban sekaligus dianggap sebagai pelaku bom WTC 11 September di New York. Dan pada akhirnya, segala macam ke”terbelah”an itu mampu direkatkan kembali melalui komunikasi yang baik yang mampu menghasilkan pemahaman yang lebih baik (Better Understanding) satu sama lain.
“Jangan mau terbelah”. Negara kita sudah ditakdirkan hidup dalam keragaman yang luar biasa. Mulai dari warna kulit, bahasa, suku dan agama. Kita tidak dapat lagi menolak kenyataan tersebut. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah memilih sikap. Apakah kita ingin hidup dalam harmoni dengan beragam perbedaan tersebut ? ataukah kita ingin terus-menerus menghabiskan waktu dan energi meributkan perbedaan kita yang sudah menjadi keniscayaan itu. Kita sudah jauh tertinggal dari peradaban dunia yang sangat maju. Jangan lagi ada perlambatan dengan terus-menerus bertikai. Mari bersatu dan berlari bersama.   
Memang kita berbeda, tapi kita tidak boleh terbelah. Terlalu banyak kesalahpahaman yang terjadi antara kita. Baik kesalahpahaman yang ada antara sesama kelompok yang bersyahadat, maupun antara yang muslim dengan non-muslim. Sebagai contoh, salah satu stigma yang melekat di dalam diri kita mengenai orang non-muslim atau orang-orang barat adalah kehidupan mereka yang sangat individualistik. “Mereka tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitar mereka, berbeda dengan kita umat muslim yang sangat memperhatikan lingkungan sosialnya”. Lebih kurang kalimat yang demikianlah yang tertanam di benak kita atau sebagian besar orang-orang yang mengaku muslim. Stigma itu tidaklah benar sepenuhnya.
Penulis yang diberi kesempatan oleh Allah swt. untuk mengikuti Student Mobility Program 2015 yang diadakan oleh Kemenag RI di Perth, Western Australia, Australia pada pertengahan Desember lalu telah melihat bagaimana sesungguhnya individualisme itu. Individualisme mereka tidaklah berarti bahwa mereka betul-betul tidak peduli dengan apa yang terjadi. Mereka tetap saling menyapa jika saling berpapasan terutama ketika jogging di pagi hari, mereka mendahulukan pejalan kaki dari yang berkendaraan bermotor, mereka memberikan fasilitas khusus bagi penyandang disabilitas, mereka menawarkan diri untuk membantu kita untuk mengambil gambar dan lain sebagainya.
Mereka individualistik dalam arti mereka menghargai usaha tiap-tiap orang. Setiap orang memiliki kesibukan masing-masing, setiap orang memiliki agenda harian masing-masing. Sehingga dalam pandangan kita yang setiap harinya banyak membuang-buang waktu dan beraktifitas tanpa agenda harian, melihat mereka seakan-akan mereka acuh tak acuh dengan sekitarnya. Tidak, pahamilah bahwa mereka sedang memanfaatkan waktu kerja mereka untuk betul-betul bekerja, dan  mereka betul-betul bersantai bersama keluarga di akhir pekan mereka.

Better Understanding yang merupakan immediate goal dari program yang diikuti oleh penulis tersebut sudah seharusnyalah diterapkan oleh seluruh rakyat Indonesia, agar perbedaan kita tidak menjadikan kita mem”belah” diri kita sendiri,  dan agar kita tidak dapat di”belah” oleh pihak lain yang ingin melihat kita terus terpuruk. Salah satunya melalui insiden bom kemarin. Bulan kita satu, jangan dibelah, Mari Bersatu dan Berlari Bersama, Karena Berbeda Kita Bersama. Wallahu A’lam Bishshawab.

"Artikel ini dikutsertakan dalam Kompetisi Blog yang diselenggarakan oleh ICRS dan Sebangsa"
#celebratediversity#10tahunicrs