Wednesday, July 20, 2016

RAHMATAN LIL ‘ALAMIN DALAM PERBEDAAN [KHUTBAH JUM'AT]

(KHUTBAH JUM’AT)
بسم الله الرحمن الرحيم
KHUTBAH PERTAMA

السلام عليكم ورحمة الله زبركاته
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ ...اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات وبتوفيقه أمركم بفعل الخيرات ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عبده و رسوله اللهم صل وسلم علي أشرف المخلوقات سيدنا محمد وعلي آله واصحابه الأخيار ومن تبعهم بإحسان الى يوم اللقاء. أَمَّا بَعْدُ!
 أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قال الله سبحانه وتعالي في القرآن الكريم وهو أصدق القائلين أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بسم الله الرحمن الرحيم، يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ. و قال ايضا قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَآءٍۭ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْـًٔا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُولُوا۟ ٱشْهَدُوا۟ بِأَنَّا مُسْلِمُونَز . صدق الله العظيم وبلغ رسوله النبي الكريم ونحن علي ذلك من الشاهدين والشاكرين والحمد لله رب العالمين . 

Jama’ah Jum’at yang Insya Allah senantiasa dalam naungan Cinta Allah
Pada hari Fath} Mekkah, Rasulullah saw. memerintahkan Bila>l untuk azan di belakang Kakbah. ‘Ita>b bin Asi>d bin Abi> al-‘Ays} berkata: Segala puji bagi Allah yang telah mewafatkan ayahku hingga ia tidak melihat hari ini. H{a>ris} bin Hisya>m berkata: “Apakah Muhammad tidak menemukan orang lain untuk azan selain burung gagak ini?”. Suhail bin ‘Amri berkata: “Jika Allah ingin sesuatu, ia akan merubahnya. Abu> Sufya>n berkata: “Saya tidak akan berbuat sesuatu yang aku takutkan diketahui oleh Allah. Maka datanglah Jibril as. kepada Nabi saw. dan menceritakan percakapan mereka. Maka beliau memanggil mereka dan mengkonfirmasinya. Lalu mereka membenarkan bahwa mereka telah membicarakan Bilal sebagai mantan budak hitam.
Kisah di atas adalah Asba>b al-Nuzu>l/sebab turunnya salah satu ayat Al-Qur’an yang sangat populer. Yaitu QS. al-H{ujura>t/49: 13 sebagai berikut.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿١٣
Terjemahnya:
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.
Dari ayat ini, Rasul saw. melarang mereka untuk saling berbangga-bangga dengan nasabnya, berlebih-lebihan dalam harta dan menghina kaum fakir. Dari sini pula diketahui bahwa tujuan diciptakannya segala perbedaan adalah untuk saling mengenal.
Kata ta’a>ruf yang menjadi tema sentral yang ingin difokuskan pada ayat ini bukanlah kata ta’a>ruf yang dikenal jamak oleh para jama’ah, ta’aruf yang biasa diperbandingkan dengan kata pacaran atau pacaran islami ala anak muda. Justru ayat inilah yang sesungguhnya menjelaskan maksud sebenarnya dari kata ta’aruf tersebut. Kata ta’a>ruf berasal dari akar kata ع- ر- ف yang bermakna dasar berurutnya sesuatu secara bersambung antara satu bagian dengan sebagian lainnya, dan ketenangan. Kata ini setimbang dengan kata tafa>’ala yang mengandung makna timbal balik. Dengan demikian, ia bermakna saling kenal antara satu pihak dengan yang lainnya. Individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, maupun individu dengan kelompok.
Jama’ah Jum’at yang Insya Allah dirahmati Allah
Tidak jarang, buruk sangka, fitnah, bahkan pertikaian terjadi hanya karena tidak cukupnya pengenalan kepada pihak lain. Saya ingin kembali menceritakan sebuah kisah inspiratif. Suatu ketika dalam sebuah gerbong kelas ekonomi, seorang bapak menjadi sorotan sinis para penumpang lainnya. Betapa tidak, ketika para penumpang lain hanya memakai pakaian seadanya, berbaju kaos dan bercelana pendek, sang bapak justru memakai setelan jas eksekutif, lengkap dengan dasi melengkapi penampilan necesnya. Di saat semua orang hanya diam sambil mengipas diri untuk meredakan udara panas, ia sibuk menerima dan menghubungi orang lain dengan smarthpone canggih yang ia miliki. Ia terus sibuk dengan smartphonenya tersebut. (saat itu smarthpone masih langka)
Seorang penumpang mulai nyeletuk: “siapa sih dia? Kalau orang kaya, ngapain masuk kelas ekonomi!?” penumpang lain menyambung “iya…, kenapa ngga sekalian di kelas bisnis sih!? Pake mamerin hp segala, emang sih kita ngga punya, tapi ngga perlu pamer juga kali…” ungkapan-ungkapan yang senada dengan itu terus sambung-menyambung hingga terdengar oleh si Bapak. Namun, mendengar hal tersebut, sang bapak hanya tersenyum menyabarkan diri.
Setelah sampai di tempat tujuan, sang bapak beserta para penumpang turun dari kereta. Masih dalam pengamatan penumpang lainnya, sang bapak terlihat menghampiri seorang nenek tua renta yang turun dari kelas bisnis, ia mencium tangan si nenek dan segera mengangkatkan barang-barangnya hingga keluar stasiun. Setelah sang bapak pamit dari nenek, beberapa penumpang yang penasaran menghampiri sang nenek dan bertanya mengenai siapa bapak itu sesungguhnya.
Sang nenek kemudian menjelaskan bahwa sang Bapak tadi itu merupakan muridnya ketika masih mengajar di SD, tadi mereka bertemu dan ternyata ingin ke tujuan yang sama. Akan tetapi, sang nenek memiliki tiket kelas ekonomi, sedangkan sang murid memiliki tiket kelas bisnis. Karena tiket kelas bisnis telah habis, si bapak “memaksa” si nenek agar mau bertukar tiket dengannya. Jadilah sang Bapak di kelas ekonomi dan si nenek di kelas bisnis.
Setelah menjemput nenek dari kelas bisnis dan mengangkatkan kopernya, sang murid sebenarnya ingin mengantar sang nenek ke tujuannya. Akan tetapi, ia harus segera ke rumah sakit untuk melihat kondisi anak dan istrinya yang tengah sekarat setelah mengalami kecelakaan, ia sudah dihubungi berkali-kali ketika masih di kereta. Bapak yang sudah mengantisipasi hal tersebut juga telah menghubungi salah satu sopirnya ketika masih di kereta untuk membawa satu mobilnya yang lain untuk mengantar gurunya tersebut. Penumpang yang telah mendengar penjelasan dari sang nenek tertegun dan terenyuh tiba-tiba. Haru menyesali prasangka buruk mereka kepada sang Bapak.
Jama’ah Jum’at yang Insya Allah senantiasa dalam lindungan Allah
Kisah penuh hikmah di atas seyogiyanya segera diambil oleh kaum muslimin sebagaimana sabda Nabi saw.
الْكَلِمَةُ الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ حَيْثُمَا وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا.
Artinya:
Kalimat hikmah adalah barang seorang mukmin yang hilang, maka dimana saja ia menemukannya ia lebih berhak untuk mengambilnya.(H.R. Ibnu Majah)
Kisah tersebut memesankan pentingnya mengenal lebih dekat sebelum menghukumi pihak lain. Pertikaian  dan pengkafiran yang terjadi antara umat Islam dewasa ini sesungguhnya karena kita terlalu egois untuk mengenal, mempelajari lebih dalam latar belakang pendapat pihak lain. Prof. Nasaruddin Umar pernah memesankan “Jika berbeda pendapat, jangan begitusaja menyalahkan, justru pelajarilah pendapatnya”. Kita terlalu mudah untuk dipanas-panasi oleh musuh-musuh Islam tanpa kita sadari. Sehingga, terbentuklah faksi-faksi dalam Islam yang saling mengkafirkan bahkan saling bunuh. Padahal, masing-masing pihak mengaku menjadikan Al-Qur’an sebagai landasannya.
“Apabila Al Quran dijadikan pedoman, sesungguhnya untuk bangkit secara otentik dan berkelanjutan tidak terlalu sulit. Musuh terbesar adalah egoisme bangsa dan etnisitas dengan jubah nasionalisme sempit. Barat amat paham fenomena pembusukan budaya ini, lalu diadu domba dengan iming-iming duniawi, dan mereka akan menari mengikuti bunyi genderang pihak lain. Apa yang dilakukan itu adalah pengkhianatan terhadap diktum Al-Quran, dengan menyibukkan diri dalam permusuhan dan peperangan sesama mereka. Barat tinggal mengipas saja agar kondisinya menjadi semakin parah.” Demikian lebih kurang kata Buya Syafi’I Ma’arif.
Di dalam ayat ini ditegaskan bahwasanya terjadinya berbagai bangsa dan suku sampai kepada perinciannya yang lebih kecil, bukanlah agar mereka bertambah lama bertambah jauh. Melainkan supaya mereka kenal mengenal. Kenal mengenal darimana asal usul, darimana pangkal nenek-moyang, darimana asal keturunan dahulu kala. Tidak perlu mengungkit-ungkit perbedaan, melainkan menyadari persamaan keturunan.
Nilai yang sama, yaitu nilai yang mengandung semangat menjunjung tinggi persatuan dan toleransi yang berada pada masing-masing suku ataupun agama inilah yang diistilahkan oleh Nasaruddin Umar dalam bukunya Islam Fungsional sebagai principle of identity. Sebuah prinsip yang membuat orang berfokus pada aspek kesamaan yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Persatuan dalam sebuah masyarakat plural akan terjalin jika masing-masing pihak lebih berfokus pada kesamaannya daripada principle of negation (aspek perbedaannya).
Allah swt. berfirman dalam QS.'Ali `Imran/3:64

قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَآءٍۭ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْـًٔا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُولُوا۟ ٱشْهَدُوا۟ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ ﴿٦٤
Terjemahnya:
Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim."
Nasaruddin Umar mengutip pendapat Jaques Berque, dalam diktatnya yang berjudul Relire le Coran at le Bible bahwa masing-masing komunitas dua kitab suci, yakni Islam dan Kristen perlu untuk membaca ulang Al-Qur’an dan Bibel. Dengan membaca ulang kitab suci masing-masing itu, termasuk pula menghayati kembali kearifan lokal masing-masing dengan format penekanan pada principle of identity bukan pada principle of negation. Maka konflik pada masyarakat plural seperti Indonesia ini dapat dicegah atau paling tidak diminimalisir. Kalaupun terjadi, akan mudah untuk dikondusifkan kembali sebagaimana semula.
Pembacaan ulang kitab suci bukan hanya penting dalam usaha dialog antarumat beragama. Akan tetapi, penting juga dalam konteks dialog antarpersonal dalam sebuah agama. Sulit dibayangkan adanya harmoni antarumat beda agama tanpa didahului oleh keutuhan pemahaman atau saling pengertian antara kelompok-kelompok internal suatu agama. Bahkan tidak jarang terjadi, konflik internal suatu agama lebih kuat daripada konflik eksternalnya.
Kalau setiap pihak telah berta’a>ruf dengan prinsip tersebut, maka agama akan tampil dengan kekuatan daya penyatunya merangkul segala perbedaan. Bukan memecah belah umat. Dengan demikian, semua kelompok, agama, suku atau ras manapun akan hidup berdampingan dalam harmoni.
Jama’ah Jum’at yang Insya Allah senantiasa diberkahi Allah
Dengan demikian, maka perbedaan yang ada bukanlah sebuah petaka. Ia merupakan rahmat, ia dikehendaki agama, ia dikehendaki Al-Qur’an. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, jangan hilangkan perbedaan, rangkullah ia. Mari merayakan perdamaian dengan saling membuka diri untuk saling kenal mengenal.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُم فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ
 وَنَفَعْنِيْ وَإِيَّكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَةِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ
وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
 KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ!
Jama’ah Jum’at yang Insya Allah senantiasa dalam ampunan Allah
Setelah mengetahui bagaimana sesungguhnya konsep Rahmatan lil ‘Alamin Islam dalam menghadapi perbedaan itu, maka setidaknya kita dapat mempraktekkan poin-poin berikut dalam keseharian kita, agar tercipta damai bagi seluruh alam.
1.      Menyadari bahwa kita hanyalah satu bagian kecil dari keseluruhan manusia yang diciptakan Allah.
2.      Hanya Allahlah yang pantas menghukumi, bukan manusia. Kita hanyalah makhluk yang sangat-sangat kecil yang dikasihani Allah sehingga masih hidup sampai detik ini. Betapa lalim diri yang berlumur dosa ini jika berani mengkafirkan saudaranya yang lain.
3.      Ketika melihat orang lain, muslim maupun non-muslim. Ingatlah ! bahwa mereka juga adalah ciptaan Allah.
4.      Pandangi mereka yang belum beriman dengan pandangan kasih sayang (Rahmat Rahmaniyah) agar timbul hasrat untuk mendakwahinya sehingga ikut beriman. Jangan pandangi mereka dengan amarah sehingga mengundang nafsu untuk menghalalkan darahnya.
5.      Begitupula dengan saudara seiman kita yang lain yang mungkin sedang tersalah menurut kita. Pandangi mereka dengan pandangan kasih sayang (Rahmat Rahimiyah) sehingga timbul hasrat untuk segera memverifikasi pendapat mereka dan pendapat kita hanya kepada ahlinya. Jika mereka betul sedang salah, dakwahi mereka dengan nasihat yang baik atau diskusi yang mengedepankan persatuan.
6.      Sadarilah bahwa agama kita sedang dilemahkan oleh musuh-musuh kita melalui adu domba dan fitnah yang sangat massif. Lihatlah saudara-saudari kita di Irak, Syria, Libanon, Tunisia, Yaman dan lainnya yang saat ini tidak bisa bekerja, bersekolah dan berkeluarga dengan aman dan damai seperti diri kita saat ini.  
7.      Pada setiap akhir shalat, doakan agama kita, dan umat Islam seluruhnya agar dikuatkan oleh Allah swt. untuk menghadapi segala fitnah dan adu domba musuh-musuh Allah ini.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بسم الله الرحمن الرحيم يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ اتقوا الله ماستطعتم.
 اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِاْلأَمْوَاتِ. إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ يَاقَاضِيَ اْلحَاجَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبْرَارِ. اَللَّهُمَّ اهْدِنَا الصِّرَاطَ اْلمُسْتَقِيْمَ. اللَّهُمَّ اهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ. اللَّهُمَّ ارْحَمْ وَالِدِيْنَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِىْ الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِىْ اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ الله، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإْحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَلَذِكْرُ اللهُ أَكْبَرُ واللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ وَأَقِمِ الصَّلاَةَ وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.


0 Comment:

Post a Comment