Wednesday, March 7, 2018

Menolak Fanatisme: Catatan dari para Ulama

Sikap yang siap membela mati-matian golongannya disebut dengan sikap fanatik. Fanatisme membuat seseorang atau sebuah kelompok kehilangan objektifitasnya sehingga dengan mudah menyalahkan hingga mengkafirkan pihak lain. Kondisi umat muslim yang seperti ini justru berlawanan dengan nasehat para imam mazhab yang sebenarnya mereka bela mati-matian itu. Berikut ini teladan para ulama untuk tidak berlaku fanatik.
Imam Abu> H{ani>fah berkata:
إذا صح الحديث فهو مذهبي.[1]
“Jika sebuah pendapat itu benar, maka itulah pendapatku (yang aku ikuti)”
(T{a>hir Muh}ammad Ya’qu>b, Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r, Juz. I, h. 626)

هذا الرأي النعمان بن ثابت وهو احسن ماقدرت عليه. فمن جاء بأحسن منه فهو أولى بالصواب.[2]
“Ini adalah pendapat Nu’ma>n bin S|a>bit (Nama kecil Imam Abu Hanifah) yang menurut saya paling baik. Jika ada yang berpendapat lebih baik dari ini maka itulah yang lebih benar.”
Imam Abu Hanifah juga pernah ditanya “Adakah Fatwa anda ini sebuah kebenaran yang tak ada lagi keraguan padanya?” beliau menjawab “Demi Allah, aku tak tahu. Jangan-jangan malah kebatilan yang tak ada keraguan lagi padanya”

Ima>m Ma>lik berkata:

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ، أُخْطِئُ وَأُصِيبُ فَانْظُرُوا فِي رَأْيِي فَكُلَّمَا وَافَقَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ فَخُذُوا بِهِ , وَكُلَّمَا لَمْ يُوَافِقِ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ , فَاتْرُكُوهُ.[3]



[1]T{a>hir Muh}ammad Ya’qu>b, Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r, Juz. I, h. 626.
[2]T{a>hir Muh}ammad Ya’qu>b, Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r, Juz. I, h. 626.
[3]Abu> ‘Amr Yu>suf bin ‘Abdulla>h bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Ba>rr, Ja>mi’ Baya>n al-‘Ilm wa Fad}lihi, Juz. I (Cet. I; Saudi Arabia: Da>r Ibn al-Jauzi>y, 1414/1994), h. 775.

“Saya hanyalah manusia (pada umumnya), saya bisa salah dan saya juga bisa benar. Perhatikanlah pendapatku! Jika ia sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah maka ambillah, jika tidak, tinggalkanlah!”
(Abu> ‘Amr Yu>suf bin ‘Abdulla>h bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Ba>rr, Ja>mi’ Baya>n al-‘Ilm wa Fad}lihi, Juz. I (Cet. I; Saudi Arabia: Da>r Ibn al-Jauzi>y, 1414/1994), h. 775.)
Imam Malik pun menolak permintaan Khalifah Makmun (Dinasti Abbasiyah) dan Khalifah Manshur yang ingin menjadikan kitab Al-Muwaththa’ (kitab Imam Malik) sebagai satu-satunya kitab rujukan umat saat itu, untuk mengatasi perbedaan pandangan ulama saat itu. Imam Malik berkata “Wahai Amirul Mukminin, biarkanlah umat memilih pandangan yang relevan bagi diri mereka sendiri”
“Aku tidak akan memberi fatwa sebelum 70 ulama bersaksi bahwa aku ahli untuk memberi fatwa”
“Aku tidak memberikan fatwa sebelum aku bertanya kepada Rabi’ah dan Yahya bin Sa’id”
“Apabila para sahabat menghadapi masalah yang berat, maka mereka tidak akan memberikan jawaban sebelum mereka mengambil jawaban dari sahabat lainnya”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 24-25)
Ima>m Sya>fi’i>y berkata:
أجمع النَّاس على أَن من استبانت لَهُ سنة رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لم يكن لَهُ أَن يَدعهَا لقَوْل أحد.[1]
“Umat manusia mnyepakati bahwa siapa yang pendapatnya jelas-jelas sesuai dengan Sunnah, maka tidak satupun orang yang mampu membantahnya.”
(S{a>lih} bin Muh}ammad bin Nu>h} bin ‘Abdulla>h Al-Fulla>ni>y, I>z} Humam U<r li al-Iqtida>’I bi Sayyid al-Muha>jiri>n wa al-Ans}a>r, (Beiru>t}: Da>r al-Ma’rifah, t.th.), h. 103.)
“Wahai Ibrahim, Jika hadis itu shahih maka itulah mazhabku, Janganlah ikuti setiap yang aku katakan. Hendaklah kamu mempunyai pandangan sendiri. Itulah agama.


[1]S{a>lih} bin Muh}ammad bin Nu>h} bin ‘Abdulla>h Al-Fulla>ni>y, I>z} Humam U<r li al-Iqtida>’I bi Sayyid al-Muha>jiri>n wa al-Ans}a>r, (Beiru>t}: Da>r al-Ma’rifah, t.th.), h. 103.

Ima>m Ah}mad bin Hanbal berkata:
لَا تكْتبُوا عني شَيْئا وَلَا تقلدوني وَلَا تقلدوا فلَانا وَفُلَانًا[1]
“Janganlah kalian mengutip sesuatupun dariku dan janganlah bertaqlid padaku maupun pada orang lain.”
(Abu> Al-Qa>sim Syiha>buddi>n ‘Abdurrah}ma>n bin ‘Isma>’i>l bin Ibra>hi>m Abi> Sya>mah Al-Dimasyq, Mukhtas{ar al-Mu’ammil fi al-Radd ila al-Amri al-Awwal (Kuwait: Maktabah al-S}ah}wah al-Isla>miyah, 1403), h. 61.)
“Janganlah Ikuti Aku dan jangan pula ikuti Malik, Awza’i, Abu Hanifah, dan lain-lainnya. Tentukan hukum dari sumber yang mereka gunakan, yaitu Qur’an dan Sunnah”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 23)
Dari sini terlihat bahwa para imam mazhab tidak menginginkan agar orang-orang bersikap fanatik dengan pendapat mereka.[2]
Ibnu Hajar Al-Haitami berkata:
“Mazhab kami benar, tapi mengandung kekeliruan, mazhab yang lain salah, tapi mengandung kebenaran”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 25)
Imam Sayuthi berkata:
“Ketahuilah bahwa ikhtilaf berbagai mazhab di kalangan umat Islam adalah nikmat besar dan anugrah yang agung. Di dalamnya tersembunyi rahasia mulia yang diketahui oleh orang-orang yang mengerti dan tidak disadari oleh orang-orang yang jahil”
(Jalaluddin Al-Sayuthi, Ja>zil al-Mawa>hib fi> Ikhtila>f al-Maz\a>hib)- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 26)
Grand Syekh Al-Azhar, Mahmud Syaltut pada 1950 menggagas proyek Al-Taqrib Bayna al-Maz\a>hib


[1]Abu> Al-Qa>sim Syiha>buddi>n ‘Abdurrah}ma>n bin ‘Isma>’i>l bin Ibra>hi>m Abi> Sya>mah Al-Dimasyq, Mukhtas{ar al-Mu’ammil fi al-Radd ila al-Amri al-Awwal (Kuwait: Maktabah al-S}ah}wah al-Isla>miyah, 1403), h. 61.
[2]Taqiyuddi>n Abu al-‘Abba>s Ah}mad bin ‘Abdul H{ali>m bin Taymi>yah Al-H{ara>ni>y, Majmu>’ al-Fata>wa>, Juz. VI, (Madi>nah: Majma’ al-Malik Fahd, 1416/1995), h. 216


Risalah Amman tahun 2005 (9 November 2004). Lebih dari 200 ulama muktabar, dari 50 negara sedunia. Termasuk Mufti Mesir, Ali Gomaa dan Grand Syekh Al-Azhar Muhammad Sayyid Thantawy.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 27)
Buya Hamka ikut berdiri saat pembacaan maulid di Masjid As-Sa’id – Menyebut kisah Imam Syafi’I yang tidak qunut di Masjid Imam Abu Hanifah.
Abu Bakar Atjeh: Mazhab adalah suatu alat untuk melakukan ibadah, alat apapun selama untuk mendekatkan diri kepada Allah maka dipebolehkan. Beliau pernah ditanya, “Sebagai Alim dan ahli sejarah, anda mbermazhab apa? Beliau Menjawab” Mazhab saya adalah Al-Qur’an dan Sunnah”. Anda bukan Syafi’i? . “Kalau Syafi’I menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah, maka saya bermazhab Syafi’i. Anda bukan Syi’ah?”Jika Syi’ah menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah maka saya bermazhab Syi’ah”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 28-29)
Jika mengacu pada Al-Qur’an dan Sunnah, Ushuluddin harus mengakui tiga hal; 1) Tauhid 2) Nubuwwah 3) Kiamat
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 36)
Segala sesuatu yang tidak memiliki hubungan langsung dengan Tuhan, utusan dan hari kiamat adalah persoalan furu’
(Al-Ghazali, Fayshal al-Tafriqah bayna al-Islam wa al-Zandaqah. Ed. Sulaiman Dunya, (Kairo, 1961, h. 201)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 40)
Imam Ja’far Al-Shadiq (Imam ke-6) adalah guru dari Imam Abu Hanifah
Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Syafi’I meriwayatkan dari imam-imam Syi’ah (Imam Ja’far Al-Shodiq dan imam-imam sebelumnya
Salah satu guru Imam Syafi’I adalah Abu Ishaq bin Muhammad bin Abi Yahya Al-Aslamy, yang merupakan tokoh Syi’ah dan murid Imam Ja’far Al-Shodiq (Ibnu Hajar Al-Asqalani/Tahzib al-Tahzib)
Imam Ahmad bin Hanbal memuji Aban bin Tughlab bin Rabah yang digelari Abu Sa’id Al-Bakri Al-Jariri (Ulama Syi’ah, murid Imam Ali Zainal Abidin (Imam ke-4), Imam Muhammad Al-Bagir (5), Imam Ja’far Al-Shodiq (6)] sebagai seorang yang benar ucapannya dan tinggi adabnya. Hadis riwayatnya beserta murid-muridnya (Musa bin ‘Uqbah Al-Asadi/w.141 H), Hamad bin Zaid Al-Azadi (w.197 H), Syibah bin Al-Hajjaj, Sufyan bin ‘Uyaynah, Muhammad bin Khazim Al-Tamimi (w.195 H). Hadis riwayat mereka banyak dikutip dalam kutub al-sittah,
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 56-57)
“Janganlah dikira kami ingin mengingkari kebajikan khalifah-khalifah itu dan sekian jasa mereka terhadap Islam, yang pada hakikatnya tidak dapat diingkari oleh orang-orang yang tak tahu diri, dan Alhamdulillah kami bukan orang yang demikian. Kami bukan pencaci atau pencerca, melainkan kami orang-orang yang pandai berterima kasih atas kebajikan, dan menutup mata atas kesalahan sambil berkata:” mereka itu adalah kelompok yang telah lalu, akan mendapatkan pahala dari hasil usaha kebajikan mereka, serta dosa atas kesalahan mereka, dan Allah yang Maha Memberi Perhitungan. Bila dia memaafkan, maka itu karena anugrah Allah-Nya, dan bila Dia menghukum maka itu adalah atas keadilan-Nya.”
“Saya tidak berkata bahwa sahabat-sahabat lain yang lebih banyak dan bukan termasuk kelompok kecil itu, bahwa mereka telah melanggar perintah Nabi dengan mengabaikan petunjuk beliau. Sama sekali tidak! Kita berlindung kepada Allah dari menduga mereka dengan dugaan-dugaan yang jelek. Sedangkan mereka itu adalah orang-orang terbaik di atas muka bumi saat itu. Boleh jadi tuntunan itu tidak didengar oleh semua mereka atau mereka yang mendengar tidak menoleh kepada maksudnya. Sahabat-sahabat yang mulia itu lebih luhur, sehingga tidaklah dapat buih wahm (dugaan yang sangat lemah) menyentuh puncak maqam (kedudukan mereka)”
Syekh Muhammad Husain Kasyif al-Githa—Asl al-Syi’ah wa Usuluha--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 59)
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dari  Jabi bin Samurah:”Akan ada 12 Amir. Maka beliau menyebutkan kata yang aku tidak mendengarnya, ayahku berkata Rasulullah saw. bersabda: mereka semua dari Quraisy.
Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan 32 hadis dengan berbagai sanad dan matan
Imam Al-Turmuzi dan Abu Dawud Juga.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 65)
Majma’ Taqrib Bayn al-Mazahib (London, 1985) dipimpin oleh Ayatullah Mahdi Al-Hakim menyatakan bahwa Syiah mengakui kekhalifahan tiga khalifah secara de facto.
Fatwa Ayatullah Ali Khamenei untuk memuliakan sahabat dan istri Nabi saw, serta keharaman melecehkan dan mencela mereka.
Grand Syekh Al-Azhar. Prof. Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Al-Thayyeb menyatakan dalam kunjungannya ke Indonesia pada 2016:
“Memang terdapat sikap berlebihan. Namun, tidak semua Syi’ah dan tidak semua ulama mereka demikian (membenci dan mencaci sahabat dan istri Nabi saw.). Ketika saya berdialog dengan sejumlah tokoh mereka tentang mencaci maki sahabat. Ia mengatakan, Mereka bukan representasi kami”. Jika anda telaah buku Syiah klasik, anda tidak akan menemukannya. Mungkin anda akan menemukan kecenderungannya, tetapi mayoritas Syi’ah menghormati para sahabat.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 65-66)
“untuk memantapkan kekuasaannya, Muawiyah dan penguasa Umayyah menyebarluaskan paham fatalisme agar penganiayaan mereka dianggap ketentuan Allah.”
Syekh Abdul Halim Mahmud Al-Tafkir al-Falsafi fi al-Islam--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 66-67)
Sejarawan sepakat bahwa cacian dan penganiayaan terjadi di masa Umayyah dan Abbasiyah, khususnya para ahlul bait dan pecinta Sayyidina Ali. Mereka dicurigai berusaha merebut kekuasaan. Selama 80  tahun penguasa Bani Umayya memerintahkan para khatib untuk mengutuk Sayyidina Ali di mimbar-mimbar Jum’at dan majelis-majelis umum.
Dibalas orang Syi’ah hingga merembet ke para sahabat.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 67)
Imam Abu Hanifah dengan tegas berpendapat bahwa pemerintahan Bani Umayyah tidak sah karena tidak berdasar pada prinsip-prinsip Islam. Beliau membela Zaid bin Ali Zainal Abidin  pada waktu memberontak khalifah Bani Umayyah
Imam Abu Hanifah menentang Bani Abbasiyah dan meminta orang-orang membela Ibrahim Al-Imam dan Al-Nafs Zakiyah (putra Hasan) dalam memberontak Khalifah Al-Manshur
Mushtafa Muhammad Syak’ah, Islam bi laa Mazahib--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 68)
Imam Abu Hanifah pernah belajar 2 tahun kepada Imam Ja’far Al-Shodiq,
2 murid utama Imam Abu Hanifah juga belajar pada Imam Malik
Imam Malik adalah guru Imam Syafi’i
Imam Syafi’I murid dari murid Imam Abu Hanifah
Imam Syafi’I adalah guru Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Syafi’I mendukung Syi’ah Rafidhah di dalam pergerkana di masa Harun Al-Rasyid. Beliau berkata:
“Jika kecintaan pada keluarga Muhammad menjadikanku Rafidhah, maka saksikanlah wahai jin dan manuisa bahwa aku Rafidhah. Jika kami mengangungkan Ali , maka menurut orang bodoh, kami adalah Rafidhah. Tapi jika kami mengunggulkan Abu Bakar, maka kami dianggap pendukungnya. Kalau begitu, saya mash berstatus Rafidhah dan pendukung Abu Bakar. Saya akan terus menjalankan ajaran agama meski harus berjalan di atas pasir.’
(Al-Razi, Manaqib Imam Syafi’i)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 109)
Imam Abu Hanifah berkata: Saya tidap pernah melihat orang yang lebih faqih daripada Ja’far bin Muhammad
Imam Malik memuji Imam Ja’far dengan berkata: “Tidak pernah mata melihat, telinga mendengar, hati terketuk oleh seorang yang lebih utama dari Ja’far bin Muhammad, baik mengenai ibadah dan keluasan ilmunya.
Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang sahabat-sahabat utama Nabi dan tak menyebut Sayyidina Ali. Ketika ditanya mengapa? Beliau menjawab bahwa Ali adalah Nabi itu sendiri.
(Asad Haidar, Imam Al-Shadiq wa al-Mazahib al-Arba’ah)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 109)
Imam Ja’far Al-Shadiq berkata: agama Islam adalah apa yang tampak dalam diri umat muslimpada umumnya, Syahadat zakat haji dan puasa di bulan Ramadhan.
Imam Muhammad Al-Bagir berkata: “Agama Islam dinilai dari segala yang tampak dari perbuatan dan ucapan, yakni yang dianut oleh semua firqah. Atas dasar itu, terjamin nyawa mereka, berlangsung pewarisan, pernikahan. Demikian pula, shalat, zakat, puasa dan haji. Dengan semua itu mereka keluar dari kekufuran dan dimasukkan ke dalam keimanan.
Imam Malik tentang Imam Abu Hanifah:” Aku telah melihat seorang lelaki yang seandainya anda meminta ia untuk menjelaskan bahwa tiang kayu ini adalah emas, niscaya ia mampu menegakkan alasan-alasannya.
Imam Syafi’I tentang Imam Abu Hanifah:”Semua orang ditanggung oleh lima orang, Siapa yang ingin mahir fiqih, ia ditanggung oleh Abu Hanifah”
Imam Syafi’I berkata: sungguh saya bertabarruk dengan Imam Abu Hanifah dan datang ke kuburannya setiap hari. Jika saya menghadapi masalah rumit, saya shalat dua rakaat lalu datang ke kuburannya untuk memohon kepada Allah agar memnuhi hajat saya, dan tak lama kemudian hajat itu terpenuhi.
(Al-Muwaffaq Al-Makki, vol.II)- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 110-111)
Imam Syafi’I tentang Imam Malik: “Aku tidak pernah menghormati seorangpun seperti penghormatanku pada Malik bin Anas”
“Jika bicara atsar, maka Imam Malik adalah bintangnya”
“Imam Malik adalah pendidikku dan guruku. Darinya aku menyerap ribuan pengetahuan. Tiada seorangpun yang lebih kupercaya mengenai agama Allah melebihi dirinya.Karenanya aku menjadikannya hujjah, antara diriku dan Allah.”
Imam Syafi’I menjadi murid Imam Malik sejak usia 13 tahun setelah proses yang rumit.
Imam Ahmad bin Hanbal tentang Imam Syafi’i:
“Demi Allah, ia adalah ahli hadis, diulang tiga kali”
“Imam Syafi’I adalah mujaddid abad kedua dan imam panutan generasi-generasi berikutnya”
Imam Syafi’I tentang imam Ahmad: “Aku keluar dari Baghdad, tidak seorangpun yang aku tinggalkan di dalam kota itu yang lebih tahu tentang fikih dari Ibnu Hanbal
“Ahmad adalah seorang imam dalam 8 perkara: hadis, fikih, bahasa, kefakiran, kezuhudan, wara’ dan sunnah”

0 Comment:

Post a Comment