Sikap yang siap membela mati-matian golongannya
disebut dengan sikap fanatik. Fanatisme membuat seseorang atau sebuah kelompok
kehilangan objektifitasnya sehingga dengan mudah menyalahkan hingga
mengkafirkan pihak lain. Kondisi umat muslim yang seperti ini justru berlawanan
dengan nasehat para imam mazhab yang sebenarnya mereka bela mati-matian itu.
Berikut ini teladan para ulama untuk tidak berlaku fanatik.
Imam Abu> H{ani>fah berkata:
“Jika sebuah pendapat itu
benar, maka itulah pendapatku (yang aku ikuti)”
(T{a>hir Muh}ammad
Ya’qu>b, Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r, Juz. I, h. 626)
“Ini adalah pendapat Nu’ma>n
bin S|a>bit (Nama kecil Imam Abu Hanifah) yang menurut saya paling baik.
Jika ada yang berpendapat lebih baik dari ini maka itulah yang lebih benar.”
Imam Abu
Hanifah juga pernah ditanya “Adakah Fatwa anda ini sebuah kebenaran yang tak
ada lagi keraguan padanya?” beliau menjawab “Demi Allah, aku tak tahu.
Jangan-jangan malah kebatilan yang tak ada keraguan lagi padanya”
Ima>m Ma>lik berkata:
إِنَّمَا
أَنَا بَشَرٌ، أُخْطِئُ وَأُصِيبُ فَانْظُرُوا فِي رَأْيِي فَكُلَّمَا وَافَقَ الْكِتَابَ
وَالسُّنَّةَ فَخُذُوا بِهِ , وَكُلَّمَا لَمْ يُوَافِقِ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ
, فَاتْرُكُوهُ.[3]
[3]Abu> ‘Amr Yu>suf bin ‘Abdulla>h bin Muh}ammad bin ‘Abd
al-Ba>rr, Ja>mi’ Baya>n al-‘Ilm wa Fad}lihi, Juz. I (Cet. I; Saudi Arabia: Da>r Ibn
al-Jauzi>y, 1414/1994), h. 775.
“Saya hanyalah manusia (pada umumnya), saya bisa salah dan saya juga
bisa benar. Perhatikanlah pendapatku! Jika ia sesuai dengan Al-Qur’an dan
sunnah maka ambillah, jika tidak, tinggalkanlah!”
(Abu> ‘Amr
Yu>suf bin ‘Abdulla>h bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Ba>rr, Ja>mi’
Baya>n al-‘Ilm wa Fad}lihi, Juz. I (Cet. I; Saudi Arabia:
Da>r Ibn al-Jauzi>y, 1414/1994), h. 775.)
Imam Malik pun menolak permintaan Khalifah Makmun (Dinasti Abbasiyah)
dan Khalifah Manshur yang ingin menjadikan kitab Al-Muwaththa’ (kitab
Imam Malik) sebagai satu-satunya kitab rujukan umat saat itu, untuk mengatasi
perbedaan pandangan ulama saat itu. Imam Malik berkata “Wahai Amirul Mukminin,
biarkanlah umat memilih pandangan yang relevan bagi diri mereka sendiri”
“Aku tidak akan memberi fatwa sebelum 70 ulama bersaksi bahwa aku ahli
untuk memberi fatwa”
“Aku tidak memberikan fatwa sebelum aku bertanya kepada Rabi’ah dan
Yahya bin Sa’id”
“Apabila para sahabat menghadapi masalah yang berat, maka mereka tidak
akan memberikan jawaban sebelum mereka mengambil jawaban dari sahabat lainnya”
(Umar Shihab, Beda Mazhab
Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 24-25)
Ima>m Sya>fi’i>y berkata:
أجمع
النَّاس على أَن من استبانت لَهُ سنة رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لم يكن لَهُ
أَن يَدعهَا لقَوْل أحد.[1]
“Umat manusia mnyepakati bahwa siapa yang pendapatnya jelas-jelas sesuai
dengan Sunnah, maka tidak satupun orang yang mampu membantahnya.”
(S{a>lih} bin Muh}ammad
bin Nu>h} bin ‘Abdulla>h Al-Fulla>ni>y, I>z} Humam
U<r li al-Iqtida>’I bi Sayyid al-Muha>jiri>n wa
al-Ans}a>r, (Beiru>t}: Da>r al-Ma’rifah, t.th.), h. 103.)
“Wahai Ibrahim, Jika hadis
itu shahih maka itulah mazhabku, Janganlah ikuti setiap yang aku katakan.
Hendaklah kamu mempunyai pandangan sendiri. Itulah agama.
[1]S{a>lih} bin Muh}ammad bin Nu>h} bin
‘Abdulla>h Al-Fulla>ni>y, I>z} Humam U<r li al-Iqtida>’I bi Sayyid al-Muha>jiri>n wa al-Ans}a>r, (Beiru>t}:
Da>r al-Ma’rifah, t.th.), h. 103.
Ima>m Ah}mad bin Hanbal berkata:
“Janganlah kalian mengutip sesuatupun dariku dan janganlah bertaqlid padaku
maupun pada orang lain.”
(Abu> Al-Qa>sim
Syiha>buddi>n ‘Abdurrah}ma>n bin ‘Isma>’i>l bin Ibra>hi>m
Abi> Sya>mah Al-Dimasyq, Mukhtas{ar al-Mu’ammil fi al-Radd ila al-Amri
al-Awwal (Kuwait: Maktabah al-S}ah}wah al-Isla>miyah, 1403), h. 61.)
“Janganlah
Ikuti Aku dan jangan pula ikuti Malik, Awza’i, Abu Hanifah, dan lain-lainnya.
Tentukan hukum dari sumber yang mereka gunakan, yaitu Qur’an dan Sunnah”
(Umar Shihab, Beda Mazhab
Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 23)
Dari sini terlihat bahwa para imam mazhab tidak menginginkan agar
orang-orang bersikap fanatik dengan pendapat mereka.[2]
Ibnu Hajar Al-Haitami berkata:
“Mazhab kami benar, tapi mengandung kekeliruan, mazhab yang lain salah,
tapi mengandung kebenaran”
(Umar Shihab, Beda Mazhab
Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 25)
Imam Sayuthi berkata:
“Ketahuilah bahwa ikhtilaf
berbagai mazhab di kalangan umat Islam adalah nikmat besar dan anugrah yang
agung. Di dalamnya tersembunyi rahasia mulia yang diketahui oleh orang-orang
yang mengerti dan tidak disadari oleh orang-orang yang jahil”
(Jalaluddin Al-Sayuthi, Ja>zil
al-Mawa>hib fi> Ikhtila>f al-Maz\a>hib)- (Umar Shihab, Beda
Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 26)
Grand Syekh Al-Azhar, Mahmud
Syaltut pada 1950 menggagas proyek Al-Taqrib Bayna al-Maz\a>hib
[1]Abu> Al-Qa>sim Syiha>buddi>n
‘Abdurrah}ma>n bin ‘Isma>’i>l bin Ibra>hi>m Abi> Sya>mah
Al-Dimasyq, Mukhtas{ar al-Mu’ammil fi al-Radd ila al-Amri al-Awwal (Kuwait:
Maktabah al-S}ah}wah al-Isla>miyah, 1403), h. 61.
[2]Taqiyuddi>n Abu al-‘Abba>s Ah}mad bin
‘Abdul H{ali>m bin Taymi>yah Al-H{ara>ni>y, Majmu>’
al-Fata>wa>, Juz. VI, (Madi>nah: Majma’ al-Malik Fahd, 1416/1995),
h. 216
Risalah Amman tahun 2005 (9
November 2004). Lebih dari 200 ulama muktabar, dari 50 negara sedunia. Termasuk
Mufti Mesir, Ali Gomaa dan Grand Syekh Al-Azhar Muhammad Sayyid Thantawy.
(Umar Shihab, Beda Mazhab
Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 27)
Buya Hamka ikut berdiri saat
pembacaan maulid di Masjid As-Sa’id – Menyebut kisah Imam Syafi’I yang tidak
qunut di Masjid Imam Abu Hanifah.
Abu Bakar Atjeh: Mazhab
adalah suatu alat untuk melakukan ibadah, alat apapun selama untuk mendekatkan
diri kepada Allah maka dipebolehkan. Beliau pernah ditanya, “Sebagai Alim dan
ahli sejarah, anda mbermazhab apa? Beliau Menjawab” Mazhab saya adalah
Al-Qur’an dan Sunnah”. Anda bukan Syafi’i? . “Kalau Syafi’I menggunakan
Al-Qur’an dan Sunnah, maka saya bermazhab Syafi’i. Anda bukan Syi’ah?”Jika
Syi’ah menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah maka saya bermazhab Syi’ah”
(Umar Shihab, Beda Mazhab
Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 28-29)
Jika mengacu pada Al-Qur’an
dan Sunnah, Ushuluddin harus mengakui tiga hal; 1) Tauhid 2) Nubuwwah 3) Kiamat
(Umar Shihab, Beda Mazhab
Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 36)
Segala sesuatu yang tidak
memiliki hubungan langsung dengan Tuhan, utusan dan hari kiamat adalah
persoalan furu’
(Al-Ghazali, Fayshal
al-Tafriqah bayna al-Islam wa al-Zandaqah. Ed. Sulaiman Dunya, (Kairo,
1961, h. 201)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2017, h. 40)
Imam Ja’far Al-Shadiq (Imam
ke-6) adalah guru dari Imam Abu Hanifah
Imam Ahmad bin Hanbal dan
Imam Syafi’I meriwayatkan dari imam-imam Syi’ah (Imam Ja’far Al-Shodiq dan
imam-imam sebelumnya
Salah satu guru Imam Syafi’I
adalah Abu Ishaq bin Muhammad bin Abi Yahya Al-Aslamy, yang merupakan tokoh
Syi’ah dan murid Imam Ja’far Al-Shodiq (Ibnu Hajar Al-Asqalani/Tahzib
al-Tahzib)
Imam Ahmad bin Hanbal memuji
Aban bin Tughlab bin Rabah yang digelari Abu Sa’id Al-Bakri Al-Jariri (Ulama
Syi’ah, murid Imam Ali Zainal Abidin (Imam ke-4), Imam Muhammad Al-Bagir (5),
Imam Ja’far Al-Shodiq (6)] sebagai seorang yang benar ucapannya dan tinggi
adabnya. Hadis riwayatnya beserta murid-muridnya (Musa bin ‘Uqbah
Al-Asadi/w.141 H), Hamad bin Zaid Al-Azadi (w.197 H), Syibah bin Al-Hajjaj,
Sufyan bin ‘Uyaynah, Muhammad bin Khazim Al-Tamimi (w.195 H). Hadis riwayat
mereka banyak dikutip dalam kutub al-sittah,
(Umar Shihab, Beda Mazhab
Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 56-57)
“Janganlah dikira kami ingin
mengingkari kebajikan khalifah-khalifah itu dan sekian jasa mereka terhadap
Islam, yang pada hakikatnya tidak dapat diingkari oleh orang-orang yang tak
tahu diri, dan Alhamdulillah kami bukan orang yang demikian. Kami bukan pencaci
atau pencerca, melainkan kami orang-orang yang pandai berterima kasih atas
kebajikan, dan menutup mata atas kesalahan sambil berkata:” mereka itu adalah
kelompok yang telah lalu, akan mendapatkan pahala dari hasil usaha kebajikan
mereka, serta dosa atas kesalahan mereka, dan Allah yang Maha Memberi
Perhitungan. Bila dia memaafkan, maka itu karena anugrah Allah-Nya, dan bila
Dia menghukum maka itu adalah atas keadilan-Nya.”
“Saya tidak berkata bahwa
sahabat-sahabat lain yang lebih banyak dan bukan termasuk kelompok kecil itu,
bahwa mereka telah melanggar perintah Nabi dengan mengabaikan petunjuk beliau.
Sama sekali tidak! Kita berlindung kepada Allah dari menduga mereka dengan
dugaan-dugaan yang jelek. Sedangkan mereka itu adalah orang-orang terbaik di atas
muka bumi saat itu. Boleh jadi tuntunan itu tidak didengar oleh semua mereka
atau mereka yang mendengar tidak menoleh kepada maksudnya. Sahabat-sahabat yang
mulia itu lebih luhur, sehingga tidaklah dapat buih wahm (dugaan yang
sangat lemah) menyentuh puncak maqam (kedudukan mereka)”
Syekh Muhammad Husain Kasyif
al-Githa—Asl al-Syi’ah wa Usuluha--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu
Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 59)
Imam Bukhari meriwayatkan
sebuah hadis dari Jabi bin Samurah:”Akan
ada 12 Amir. Maka beliau menyebutkan kata yang aku tidak mendengarnya, ayahku
berkata Rasulullah saw. bersabda: mereka semua dari Quraisy.
Imam Ahmad bin Hanbal
meriwayatkan 32 hadis dengan berbagai sanad dan matan
Imam Al-Turmuzi dan Abu
Dawud Juga.
(Umar Shihab, Beda Mazhab
Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 65)
Majma’ Taqrib Bayn
al-Mazahib (London, 1985) dipimpin oleh Ayatullah Mahdi Al-Hakim
menyatakan bahwa Syiah mengakui kekhalifahan tiga khalifah secara de facto.
Fatwa Ayatullah Ali Khamenei
untuk memuliakan sahabat dan istri Nabi saw, serta keharaman melecehkan dan
mencela mereka.
Grand Syekh Al-Azhar. Prof.
Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Al-Thayyeb menyatakan dalam kunjungannya ke
Indonesia pada 2016:
“Memang terdapat sikap
berlebihan. Namun, tidak semua Syi’ah dan tidak semua ulama mereka demikian
(membenci dan mencaci sahabat dan istri Nabi saw.). Ketika saya berdialog
dengan sejumlah tokoh mereka tentang mencaci maki sahabat. Ia mengatakan,
Mereka bukan representasi kami”. Jika anda telaah buku Syiah klasik, anda tidak
akan menemukannya. Mungkin anda akan menemukan kecenderungannya, tetapi
mayoritas Syi’ah menghormati para sahabat.
(Umar Shihab, Beda Mazhab
Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 65-66)
“untuk memantapkan kekuasaannya,
Muawiyah dan penguasa Umayyah menyebarluaskan paham fatalisme agar penganiayaan
mereka dianggap ketentuan Allah.”
Syekh Abdul Halim Mahmud Al-Tafkir
al-Falsafi fi al-Islam--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2017, h. 66-67)
Sejarawan sepakat bahwa
cacian dan penganiayaan terjadi di masa Umayyah dan Abbasiyah, khususnya para
ahlul bait dan pecinta Sayyidina Ali. Mereka dicurigai berusaha merebut
kekuasaan. Selama 80 tahun penguasa Bani
Umayya memerintahkan para khatib untuk mengutuk Sayyidina Ali di mimbar-mimbar
Jum’at dan majelis-majelis umum.
Dibalas orang Syi’ah hingga
merembet ke para sahabat.
(Umar Shihab, Beda Mazhab
Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 67)
Imam Abu Hanifah dengan
tegas berpendapat bahwa pemerintahan Bani Umayyah tidak sah karena tidak
berdasar pada prinsip-prinsip Islam. Beliau membela Zaid bin Ali Zainal
Abidin pada waktu memberontak khalifah
Bani Umayyah
Imam Abu Hanifah menentang
Bani Abbasiyah dan meminta orang-orang membela Ibrahim Al-Imam dan Al-Nafs
Zakiyah (putra Hasan) dalam memberontak Khalifah Al-Manshur
Mushtafa Muhammad Syak’ah, Islam
bi laa Mazahib--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2017, h. 68)
Imam Abu Hanifah pernah
belajar 2 tahun kepada Imam Ja’far Al-Shodiq,
2 murid utama Imam Abu
Hanifah juga belajar pada Imam Malik
Imam Malik adalah guru Imam
Syafi’i
Imam Syafi’I murid dari
murid Imam Abu Hanifah
Imam Syafi’I adalah guru
Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Syafi’I mendukung Syi’ah
Rafidhah di dalam pergerkana di masa Harun Al-Rasyid. Beliau berkata:
“Jika kecintaan pada
keluarga Muhammad menjadikanku Rafidhah, maka saksikanlah wahai jin dan manuisa
bahwa aku Rafidhah. Jika kami mengangungkan Ali , maka menurut orang bodoh,
kami adalah Rafidhah. Tapi jika kami mengunggulkan Abu Bakar, maka kami
dianggap pendukungnya. Kalau begitu, saya mash berstatus Rafidhah dan pendukung
Abu Bakar. Saya akan terus menjalankan ajaran agama meski harus berjalan di
atas pasir.’
(Al-Razi, Manaqib Imam
Syafi’i)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2017, h. 109)
Imam Abu Hanifah berkata:
Saya tidap pernah melihat orang yang lebih faqih daripada Ja’far bin Muhammad
Imam Malik memuji Imam
Ja’far dengan berkata: “Tidak pernah mata melihat, telinga mendengar, hati
terketuk oleh seorang yang lebih utama dari Ja’far bin Muhammad, baik mengenai
ibadah dan keluasan ilmunya.
Imam Ahmad bin Hanbal pernah
ditanya tentang sahabat-sahabat utama Nabi dan tak menyebut Sayyidina Ali.
Ketika ditanya mengapa? Beliau menjawab bahwa Ali adalah Nabi itu sendiri.
(Asad Haidar, Imam
Al-Shadiq wa al-Mazahib al-Arba’ah)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu
Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 109)
Imam Ja’far Al-Shadiq
berkata: agama Islam adalah apa yang tampak dalam diri umat muslimpada umumnya,
Syahadat zakat haji dan puasa di bulan Ramadhan.
Imam Muhammad Al-Bagir
berkata: “Agama Islam dinilai dari segala yang tampak dari perbuatan dan
ucapan, yakni yang dianut oleh semua firqah. Atas dasar itu, terjamin nyawa
mereka, berlangsung pewarisan, pernikahan. Demikian pula, shalat, zakat, puasa
dan haji. Dengan semua itu mereka keluar dari kekufuran dan dimasukkan ke dalam
keimanan.
Imam Malik tentang Imam Abu
Hanifah:” Aku telah melihat seorang lelaki yang seandainya anda meminta ia
untuk menjelaskan bahwa tiang kayu ini adalah emas, niscaya ia mampu menegakkan
alasan-alasannya.
Imam Syafi’I tentang Imam
Abu Hanifah:”Semua orang ditanggung oleh lima orang, Siapa yang ingin mahir
fiqih, ia ditanggung oleh Abu Hanifah”
Imam Syafi’I berkata:
sungguh saya bertabarruk dengan Imam Abu Hanifah dan datang ke kuburannya
setiap hari. Jika saya menghadapi masalah rumit, saya shalat dua rakaat lalu
datang ke kuburannya untuk memohon kepada Allah agar memnuhi hajat saya, dan
tak lama kemudian hajat itu terpenuhi.
(Al-Muwaffaq Al-Makki,
vol.II)- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo,
2017, h. 110-111)
Imam Syafi’I tentang Imam
Malik: “Aku tidak pernah menghormati seorangpun seperti penghormatanku pada
Malik bin Anas”
“Jika bicara atsar, maka
Imam Malik adalah bintangnya”
“Imam Malik adalah
pendidikku dan guruku. Darinya aku menyerap ribuan pengetahuan. Tiada
seorangpun yang lebih kupercaya mengenai agama Allah melebihi dirinya.Karenanya
aku menjadikannya hujjah, antara diriku dan Allah.”
Imam Syafi’I menjadi murid
Imam Malik sejak usia 13 tahun setelah proses yang rumit.
Imam Ahmad bin Hanbal
tentang Imam Syafi’i:
“Demi Allah, ia adalah ahli
hadis, diulang tiga kali”
“Imam Syafi’I adalah
mujaddid abad kedua dan imam panutan generasi-generasi berikutnya”
Imam Syafi’I tentang imam
Ahmad: “Aku keluar dari Baghdad, tidak seorangpun yang aku tinggalkan di dalam
kota itu yang lebih tahu tentang fikih dari Ibnu Hanbal
“Ahmad
adalah seorang imam dalam 8 perkara: hadis, fikih, bahasa, kefakiran,
kezuhudan, wara’ dan sunnah”
0 Comment:
Post a Comment