Darul Ma'arif Asry

Amin.....Al-Fatihah..!

The Power of Affirmation

Imagine, Plan, and Action !!!

ANGKASA

Angkatan Sembilan Al-Ikhlas

IQTK 2013

Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Khusus Angkatan 2013

Islami is NOT classic

Islami = Modern Civilization based on Classic Civilizatin

Mohon Maaf Atas Segala Ketidaksempurnaan Blog ini

Dalam Proses Penyempurnaan....

Saturday, March 31, 2018

Catatan dari Nya

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam...”. (Q.S. Al-Isra'/17: 70).
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)...”. (Q.S. al-Baqarah/2: 256).
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
“...Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya…”. (Q.S. al-Maidah/5: 32).
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ (99)
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? “(Q.S. Yunus/10: 99).
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (56)
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya”, (Q.S. al-Qashash/28: 56).
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu... (Q.S. al-Mumtahanah/60: 8).
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ (6)
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (Q.S. al-Taubah/9: 6).
أَلَا مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا، أَوِ انْتَقَصَهُ، أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ، أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ، فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang mendhalimi orang-orang yang menjalin perjanjian damai (mu’ahhad) atau melecehkan mereka, atau membebaninya sesuatu di luar kesanggupannya, atau mengambil hartanya tanpa persetujuannya, maka saya akan menjadi lawannya nanti di hari kemudian” (HR. Abu Daud, 3052, III/170).
نحن نَحْكُم بالظاهر والله يتولى السرائر
Kita hanya menghukum apa yang tampak, Allah yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati.
Anas ibn malik meriwayatkan:
كَانَ غُلاَمٌ يَهُودِيٌّ يَخْدُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَمَرِضَ، فَأَتَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ، فَقَعَدَ عِنْدَ رَأْسِهِ، فَقَالَ لَهُ: «أَسْلِمْ»، فَنَظَرَ إِلَى أَبِيهِ وَهُوَ عِنْدَهُ فَقَالَ لَهُ: أَطِعْ أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَسْلَمَ، فَخَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقُولُ: «الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْقَذَهُ مِنَ النَّارِ»
Ada seorang laki-laki yahudi sedang sakit keras lalu Nabi saw. diberitahukan akan keadaan itu. Selanjutnya Nabi saw. membesuknya dan duduk di samping pemuda itu. Nabi menawarkan seandainya pemuda itu berkenan untuk mengenal dan masuk agama Islam. Pemuda itu menatap ayahnya yang kebetulan ada di sampingnya. Ayahnya menyarankan agar anaknya mendengarkan seruan itu dengan mengatakan: Dengarkanlah apa yang disampaikan oleh Abul Qasim (Nabi saw.), lalu pemuda itu mengucapkan dua kalimat syahadat. Kemudian Nabi saw. keluar sambil bersabda: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari neraka". (HR. Bukhari, 1356, II/94).
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. (Q.S. al-Mumtahanah/60: 8-9).
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Sesungguhnya agama di sisih Allah ialah Islam”(QS. Ali ‘Imraan/3: 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya... (Q.S. Ali ‘Imran/3: 85).

Upaya untuk mengajak orang lain memilih Islam dilakukan dengan bijaksana, sebagaimana ditegaskan di dalam ayat-Nya:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ (125)
Ajaklah orang-orang ke jalan Tuhanmu dengan penuh kebijakan (hikmah), dengan nasehat yang baik, dan ajaklah berdialog dengan cara-cara yang lebih baik…” (QS. al-Nahl/16: 125)
نَعَمْ، صِلِي أُمَّكِ
Sambutlah ibu dan bersilaturrahimlah dengannya”. (HR. Bukhari, 2620, III/164 dan Muslim, 1003, II/696).
Riwayat lain dari ‘Aisyah ra (w. 58 H) menceritakan :
دَخَلَ رَهْطٌ مِنَ اليَهُودِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالُوا: السَّامُ عَلَيْكُمْ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَفَهِمْتُهَا فَقُلْتُ: وَعَلَيْكُمُ السَّامُ وَاللَّعْنَةُ، قَالَتْ: فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَهْلًا يَا عَائِشَةُ، إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ» فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا؟ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " قَدْ قُلْت: وَعَلَيْكُمْ "
...sekelompok Yahudi datang kepada Nabi sambil mengatakan: “Assamu alaikum” (kebinasaan atasmu), lalu Aisyah menjawab: “Waalaikumussam wa al-la’nah” (atasmu juga kebinasaan dan laknat). Mendengarkan isterinya menjawab salam seperti itu, maka Nabi menegur: Pelan-pelan wahai Aisyah, sesungguhnya swt. menyukai kelembutan dalam setiap perkara”. Aisyah membela: “Apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka katakana kepadamu?” Nabi menjawab: “Engkau telah menjawab dengan kata wa’alaikum”. (HR. Bukhari, 6024, VIII/12 dan Muslim, 2165, IV/1706).
أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“...Maukah kamu aku kutunjukkan kepada sesuatu yang apabila kamu lakukan kamu akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kamu” (HR. Muslim, 93, I/74).
Hadis ini sejalan dengan ayat:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا (86)
“Dan jika dihormati dengan suatu penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan dengan yang lebih baik dari padanya (yang serupa).” (Q.S. al-Nisa’/4: 86).
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8)
Allah tidak melarang kamu kalian berbakti kepada mereka yang tidak memerangi dan tidak mengeluarkan kamu kalian daripada rumah-rumah kamu”. (Q.S. al-Mumtahanah/60: 8)

Dan di antara melakukan kebaikan adalah memberi salam kepada mereka. Nabi Ibrahim memberi salam kepada ayahnya yang non-muslim.
قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا (47)
Dia (Ibrahim) berkata, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (Q.S. Maryam/19: 47),
اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنَ الأَزْدِ، يُقَالُ لَهُ ابْنُ الأُتْبِيَّةِ عَلَى الصَّدَقَةِ، فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ: هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي، قَالَ: «فَهَلَّا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ بَيْتِ أُمِّهِ، فَيَنْظُرَ يُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْهُ شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ، إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ، أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ، أَوْ شَاةً تَيْعَرُ» ثُمَّ رَفَعَ بِيَدِهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَةَ إِبْطَيْهِ: «اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ، اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ» ثَلاَثًا
“Nabi Muhammad Saw mempekerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdi bernama Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: Hadza lakum wa hadza ahdiya liy (Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku). Nabi saw. menanggapi kasus ini dengan mengatakan: ”Kalau engkau duduk saja di rumah ayahnya atau ibumu menunggu, apakah ada yang akan memberikan kepadamu hadiah? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik”. Kemudian beliau mengangkat tangannya, sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan (berkata,): “Ya Allah bukankah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan”, sebanyak tiga kali (Al-Bukhari, 2597, III/159)Demi Allah yang jiwa Muhamad di tangan-Nya tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya.



لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ (28)
"Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu)". (Q.S. Ali 'Imran/3: 28).
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْ نِفَاقٍ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
“Ada empat ciri munafiq bila terdapat di dalam dirinya salahsatu dari empat tersebut  maka dianggap kaum munafiq sampai ia tinggalkan. Bila dipercaya ia khiyanat, bila bicara ia dusta, bila berjanji ia tidak tepati, dan bila  bersengketa ia curang”. (H.R. Bukhari, 2459, III/131 dan Muslim, 106, I/78).
وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (92)

Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (Q.S. al-Nahl/16: 92).
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90)
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan." (Q.S. al-Nahl/16: 90).
Tentang tujuan penciptaan perempuan di dalam al-Qur'an, tidak terdapat perbedaan penciptaan laki-laki, yaitu sebagai khalifah (Q.S. al-An'am/6: 165)

وَهُوَ ٱلَّذِى جَعَلَكُمْ خَلَٰٓئِفَ ٱلْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَٰتٍ لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ ٱلْعِقَابِ وَإِنَّهُۥ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌۢ ﴿١٦٥
Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (derajat) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.
dan sebagai hamba (Q.S.Al-Dzariyat/51: 56).

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.
Kedua fungsi ini diemban manusia semenjak awal penciptaannya, terutama yang tercermin di dalam perjanjian primordial manusia dengan Tuhannya (Q.S. al-A'raf/7: 172).
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا۟ بَلَىٰ شَهِدْنَآ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ ﴿١٧٢
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini."

Dalam ayat lain ditegaskan bahwa tujuan penciptaan perempuan sebagai manifestasi dari komitmen Tuhan yang menciptakan hambanya dalam keadaan berpasang-pasangan (Q.S. al-Dzariyat/51: 49).
وَمِن كُلِّ شَىْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٤٩
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).
كَيْفَ تَقْضِي إِذَا عَرَضَ لَكَ قَضَاءٌ؟»، قَالَ: أَقْضِي بِكِتَابِ اللَّهِ، قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي كِتَابِ اللَّهِ؟»، قَالَ: فَبِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فِي سُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا فِي كِتَابِ اللَّهِ؟» قَالَ: أَجْتَهِدُ رَأْيِي، وَلَا آلُو فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدْرَهُ، وَقَالَ: «الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَفَّقَ رَسُولَ، رَسُولِ اللَّهِ لِمَا يُرْضِي رَسُولَ اللَّهِ
Bagaimana engkau menghukum perkara di sana? Dijawab oleh Mu’az: aku memutuskan berdasarkan apa yang telah ditetapkan Allah swt. di dalam Al-Qur’an. Nabi saw. bertanya lagi, jika engkau tidak mendapatkan hukumnya di dalam Al-Qur’an? Dijawab oleh Mu’az, aku memutuskannya berdasarkan hadis Rasulullah saw. Ditanya lagi oleh Nabi saw., jika engkau tidak mendapatkannya di dalam hadis, maka dijawab lagi oleh Mu’az, aku memutuskan berdasatrkan ijtihadku ya Rasulullah. Kemudian Rasulullah saw. mengapresiasi kecerdasan Mu’az. (HR. Abu Daud, 3592, III/303)
لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ العَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ» فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمُ العَصْرُ فِي الطَّرِيقِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لاَ نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ نُصَلِّي، لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ، فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ
Janganlah ada seorang di antara kalian yang shalat ashar kecuali di Bani Quraidhah. Muncul masalah di lapangan, Bani Quraidhah masih lumayan jauh, sementara maghrib sudah mau masuk. Salah seorang sahabat Nabi saw. shalat dengan alasan shalat Ashar dan Magrib tidak bisa dijamak. Sementara sahabat lain tidak menyelenggarakan shalat Ashar karena belum sampai di Bani Quraidhah. Alhasil, setelah sahabat Nabi saw. itu kembali dan melaporkan peristiwa yang dialami keduanya, lalu Nabi saw. membenarkan kedua-duanya. (HR. Bukhari, 946, II/15)
Kasus yang hampir sama juga pernah dialami sahabatnya yang melakukan perjalanan panjang di Padang Pasir.
فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ: أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ، فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ، وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ، فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلم، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا» فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ، وَنَفَخَ فِيهِمَا، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ
Keduanya bermimpi basah di perjalanan. Seorang di antaranya mandi junub dengan berguling-giling di pasir dengan alasan pasir pengganti air dengan analogi dalam tayammum. Sahabat lainnya cukup hanya bertayammum karena pasir tidak menggantikan air dalam soal mandi, hanya soal wudhu. Akhirnya,  keduanya melaporkan soal ini kepada Nabi saw., lalu Nabi saw. menjawab semuanya benar, tetapi lain kali cukup dengan bertayammum. (HR. al-Bukhari, 338, I/75)
إِنَّ أُمَّتِي لَا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلَالَةٍ
“Sahabatku tidak akan pernah mungkin bersepakat kepada hal-hal yang tidak benar”. (HR. Ibnu Majah, 3950, II/1303)
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ (52)
Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kalian semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhan kalian, maka bertakwalah kepada-Ku. (Q.S. al-Mu’minun/23: 52).
إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا (98)
Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita atau pun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah)”. (Q.S. al-Nisa’/4: 98).
أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقَالُوا: وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: «أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي»
Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Amir Abu Maryam Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja'far Telah mengabarkan kepada kami Humaid bin Abu Humaid Ath Thawil bahwa ia mendengar Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Ada tiga orang mendatangi rumah isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan setelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, "Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?" Salah seorang dari mereka berkata, "Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya." Kemudian yang lain berkata, "Kalau aku, maka sungguh, aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka." Dan yang lain lagi berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya." Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: "Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku." (HR. Bukhari, 5063, VII/2)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ العَاصِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا»
Dari Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan". (H.R. Al-Bukhari, 100, I/31)
وَأَمَرَ بِدَفْنِهِمْ بِدِمَائِهِمْ، وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِمْ، وَلَمْ يُغَسِّلْهُمْ،
...Beliau memerintahkan agar menguburkan mereka dengan darah-darah mereka dan tidak dishalatkan dan juga tidak dimandikan”, kata Rasulullah saw. (HR. Al-Bukhari, 4079, V/102).
وَمِدَادُ مَا تَجْرِي بِهِ أَقْلَامُهُمْ ... أَزْكَى وَأَفْضَلُ مِنْ دَمِ الشُّهَدَاءِ
Goresan tinta para ulama lebih utama dari pada tumpahan darah para syuhada”. (Abu ‘Umar Yusuf bin Abdullah Al-Qurtuby, Jami’ Bayan al-‘Ilm wa Fadhlih, 156, I/151)
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا (33)
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan". (Q.S. al-Isra'/17: 33).
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا (31)
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar". (Q.S. al-Isra'/17: 31).
رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر
"Kita baru saja kembali dari medan perang kecil ke medan perang yang lebih besar, yaitu melawan hawa nafsu". (Al-Ghazali, Ihya’ ’Ulumiddin, III/ 7)
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian." (Q.S. Al-Hujurat/49: 13).
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
Sesungguhnya orang-orang yang memiliki keimanan (kepada Tuhan) adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (jika terjadi konflik)… (Q.S. al-Hujurat/49: 10).


لَا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ
"…Janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain…". (Q.S. Yusuf/12: 67).
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
"...Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah". (Q.S. Ali 'Imran/3: 159).
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
"...Dan janganlah kalian menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. al-Baqarah/2: 195).
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا
"…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku tidak adil…". (Q.S. al-Maidah/5: 8).
قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ
"Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu...". (Q.S. Ali 'Imran/3: 64).
إِنِّي وَجَدْتُ امْرَأَةً تَمْلِكُهُمْ وَأُوتِيَتْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ وَلَهَا عَرْشٌ عَظِيمٌ (23)
Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar (Q.S. al-Naml/27: 23).
لَيْسَ مِنْ رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيهِ وَهُوَ يَعْلَمُهُ إِلَّا كَفَرَ، وَمَنِ ادَّعَى مَا ليْسَ لَهُ فَلَيْسَ مِنَّا، وَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ، وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ، أَوْ قَالَ: عَدُوُّ اللهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ
Tidaklah seorang laki-laki yang mengklaim orang lain sebagai bapaknya, padahal ia telah mengetahuinya (bahwa dia bukan bapaknya), maka ia telah kafir. Barangsiapa mengaku sesuatu yang bukan miliknya maka ia bukan dari golongan kami, dan hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka. Dan barangsiapa memanggil seseorang dengan kekufuran, atau berkata, 'Wahai musuh Allah' padahal tidak demikian, kecuali perkataan tersebut akan kembali kepadanya (H.R. Muslim, 112, I/79)
لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلًا بِالفُسُوقِ، وَلاَ يَرْمِيهِ بِالكُفْرِ، إِلَّا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ
Tidaklah seseorang melempar tuduhan kepada orang lain dengan kefasikan, dan tidak pula menuduh dengan kekufuran melainkan (tuduhan itu) akan kembali kepadanya, jika saudaranya tidak seperti itu (H.R. Bukhari, 6045, VIII/15)
إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّفًا، وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا
Sesungguhnya Allah swt. tidak mengutusku untuk melakukan kekerasan, tetapi untuk mengajar (mu’allim) dan memberi kemudahan (muyassir)”. (H.R. Ahmad dalam Kitab Musnad, 14515, XXII/391 dan Muslim, 1478, II/1104).
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya...” (Q.S. al-Hajj/22: 39).
Yang diberi pembenaran untuk dilakukan peperangan ialah pemberontakan (al-bagyu/Q.S. al-Nahl/16: 90),
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٩٠
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Perbuatan sewenang-wenang yang melampaui batas (Tathgu/Q.S. Hud/11: 112),
فَٱسْتَقِمْ كَمَآ أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا۟ إِنَّهُۥ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿١١٢
Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Permusuhan (‘Udwan/Q.S. al-Baqarah/2: 193),
وَقَٰتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ ٱنتَهَوْا۟ فَلَا عُدْوَٰنَ إِلَّا عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿١٩٣
Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim.
وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥ قَدْ جَآءَتْكُم بَيِّنَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ فَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ وَٱلْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا۟ ٱلنَّاسَ أَشْيَآءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ﴿٨٥

 “Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syuaib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (Q.S. al-A’raf/7: 85).

قَالَ ٱلْمَلَأُ ٱلَّذِينَ ٱسْتَكْبَرُوا۟ مِن قَوْمِهِۦ لَنُخْرِجَنَّكَ يَٰشُعَيْبُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مَعَكَ مِن قَرْيَتِنَآ أَوْ لَتَعُودُنَّ فِى مِلَّتِنَا قَالَ أَوَلَوْ كُنَّا كَٰرِهِينَ ﴿٨٨
88)Pemuka-pemuka dari kaum Syuaib yang menyombongkan diri berkata: "Sesungguhnya kami akan mengusir kamu hai Syuaib dan orang-orang yang beriman bersamamu dari kota kami, kecuali kamu kembali kepada agama kami". Berkata Syuaib: "Dan apakah (kamu akan mengusir kami), kendatipun kami tidak menyukainya?"
وَقَالَ ٱلْمَلَأُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِن قَوْمِهِۦ لَئِنِ ٱتَّبَعْتُمْ شُعَيْبًا إِنَّكُمْ إِذًا لَّخَٰسِرُونَ ﴿٩٠
90) Pemuka-pemuka kaum Syuaib yang kafir berkata (kepada sesamanya): "Sesungguhnya jika kamu mengikuti Syuaib, tentu kamu jika berbuat demikian (menjadi) orang-orang yang merugi". (Q.S. al-A’raf/7: 88 dan 90).

فَأَخَذَتْهُمُ ٱلرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا۟ فِى دَارِهِمْ جَٰثِمِينَ ﴿٩١﴾ ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ شُعَيْبًا كَأَن لَّمْ يَغْنَوْا۟ فِيهَا ٱلَّذِينَ كَذَّبُوا۟ شُعَيْبًا كَانُوا۟ هُمُ ٱلْخَٰسِرِينَ ﴿٩٢
(yaitu) orang-orang yang mendustakan Syuaib seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu; orang-orang yang mendustakan Syuaib mereka itulah orang-orang yang merugi. (Q.S. al-A’raf/7: 91-92).
وَمَا أَنَا بِطَارِدِ الْمُؤْمِنِينَ (114)
Dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang beriman. (Q.S. al-Syu'ara/26: 114).
وَأَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا
“...Katakanlah kebenaran itu sekalipun pahit akibatnya...” (H.R. Ahmad, 21415, XXXV/327)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (183)
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.S. al-Baqarah/2: 183).
وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (92)
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu. (Q.S. al-Nahl/16: 92).
إِلَّا الَّذِينَ عَاهَدْتُمْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنْقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُوا عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّوا إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ (4)
Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (Q.S. al-Taubah/9: 4).
فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“…bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian…” (Q.S. al-Taubah/9: 5).
فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (5)

Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. al-Taubah/9: 5).
وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ (6)
“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui”. (Q.S. al-Taubah/9: 6).
الْكَلِمَةُ الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ، حَيْثُمَا وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا
Hikmah ada di mana-mana, ambillah darimana pun datangnya karena itu milik umat Islam yang tercecer”.(HR. Ibnu Majah, 4169, II/1395)
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan nilai-nilai peradaban (akhlak) masa lampau.(HR. Al-Baihaqi, 20782, X/323)
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ (120)
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Q.S. al-Baqarah/2: 120).
فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
 ...Hadapkanlah mukamu ke arah Ka’bah...(Q.S. al-Baqarah/2: 150).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (28)

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. at-Taubah/9: 28)
مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَلَا إِلَى هَؤُلَاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلًا (143)
Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barang siapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya”. (Q.S. al-Nisa’/4: 143).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا (144)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?”. (Q. al-Nisa’/4: 144).
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا (145)
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (Q.S. al-Nisa’/4: 145).
Q.S. al-‘Ankabut/29: 69
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (69)
“Orang yang benar-benar bermujahadah di jalan Kami (Allah), akan Kami berikan petunjuk pada jalan Kami.”
وعنْ أبي سعِيدٍ سَعْد بْنِ مالكِ بْنِ سِنانٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه أَن نَبِيَّ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قَال: "كَانَ فِيمنْ كَانَ قَبْلكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعةً وتِسْعين نفْساً، فسأَل عَنْ أَعلَم أَهْلِ الأَرْضِ فدُلَّ عَلَى راهِبٍ، فَأَتَاهُ فقال: إِنَّهُ قَتَل تِسعةً وتسعِينَ نَفْساً، فَهلْ لَهُ مِنْ توْبَةٍ؟ فقالَ: لا فقتلَهُ فكمَّلَ بِهِ مِائةً ثمَّ سألَ عَنْ أَعْلَمِ أهلِ الأرضِ، فدُلَّ على رجلٍ عالمٍ فقال: إنهَ قَتل مائةَ نفسٍ فهلْ لَهُ مِنْ تَوْبةٍ؟ فقالَ: نَعَمْ ومنْ يحُولُ بيْنَهُ وبيْنَ التوْبة؟ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وكَذَا، فإِنَّ بِهَا أُنَاساً يعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعْهُمْ، ولاَ تَرْجعْ إِلى أَرْضِكَ فإِنَّهَا أَرْضُ سُوءٍ، فانطَلَق حتَّى إِذا نَصَف الطَّريقُ أَتَاهُ الْموْتُ فاختَصمتْ فيهِ مَلائكَةُ الرَّحْمَةِ وملاكةُ الْعَذابِ. فقالتْ ملائكةُ الرَّحْمَةَ: جاءَ تائِباً مُقْبلا بِقلْبِهِ إِلى اللَّهِ تَعَالَى، وقالَتْ ملائكَةُ الْعذابِ: إِنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خيْراً قطُّ، فأَتَاهُمْ مَلكٌ في صُورَةِ آدَمِيٍّ فجعلوهُ بيْنهُمْ أَي -حَكَماً- فقالَ قِيسُوا ما بَيْن الأَرْضَين فإِلَى أَيَّتهما كَان أَدْنى فهْو لَهُ، فقاسُوا فوَجَدُوه أَدْنى إِلَى الأَرْضِ التي أَرَادَ فَقبَضْتهُ مَلائكَةُ الرَّحمةِ" متفقٌ عليه.
            Hadis ini menceritakan seorang laki-laki penjahat yang sangat brutal. Suatu hari ia mencari seorang ulama untuk berkonsultasi. Akhirnya ia ketemu seorang ulama lalu ia bertanya: "Apa masih ada kemungkinan Tuhan memaafkan dosa-dosa saya, masih ada kemungkinan saya masuk surga?". Sang ulama bertanya: "Dosa-dosa apa saja yang engkau pernah lakukan?". Dijawab: "Semua dosa-dosa paling besar saya pernah lakukan, seperti merampok, memperkosa, bahkan sudah membunuh 99 orang". Sang ulama terkaget-kaget mendengarkan cerita itu. Sang ulama menjawab: "Jangankan membunuh 99 orang seorang saja orang yang engkau bunuh pasti engkau masuk neraka". Mendengarkan jawaban itu, si penjahat itu menghunus pedangnya dan menebas leher sang ulama itu, maka jadilah 100 orang yang dibunuhnya.
            Si penjahat dengan tenang meninggalkan tempat itu lalu bertanya lagi kepada orang, apakah masih ada ulama lain di tempat ini? lalu ditunjukkanlah seorang ulama di luar perkampungan itu. Alhasil, si penjahat menuju ke tempat ulama yang kedua. Entah apa yang terjadi, di tengah jalan si penjahat terjatuh dan meninggal dunia saat itu. Tidak lama kemudian muncul malaikat penjaga neraka mengatakan sudah lama saya tunggu-tunggu kedatanganmu. Tidak lama kemudian muncul juga malaikat penjaga surga mengatakan ini bagianku. Lalu  kedua malaikat itu bertengkar memerebutkan si penjahat. Malaikat penjaga neraka mengatakan bagaimana mungkin penjahat kelas berat ini menjadi bagianmu? Dijawab oleh malaikat penjaga surga: Diakan sudah menunjukkan bukti kesadaran untuk bertobat, sudah berjalan jauh mencari tempat pertobatan. Tidak lama kemudian datang malaikat hakim yang diutus Tuhan untuk melerai polemik kedua penegak hukum itu. Jalan keluar yang ditawarkan adalah dengan mengukur jarak perjalanan si penjahat. Berapa langkah ia dari rumah ulama yang di bunuh dan berapa langkah lagi ke rumah ulama kedua yang dituju si penjahat itu. Setelah ketiganya melakukan pengukuran, maka ditemukan bahwa ia berada satu langkah lebih dekat ke rumah ulama kedua. Maka malaikat hakim memenangkan malaikat penjaga surga. Kemudian masuklah orang yang sepanjang hidupnya melakukan dosa itu ke dalam surga, dengan pertobatan tulusnya yang diterima oleh Allah swt. Di akhir hidupnya.
(HR. Muttafaq ‘Alaih, Riyadhushshalihin, Imam Al-Nawawi, 20, h. 36)
لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ
...Jangan putus asa dari rahmat Allah...(Q.S. al-Zumar/39: 53)
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
Laki-laki merupakan pemimpin bagi perempuan...(Q.S. al-Nisa'/4: 32).
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً
Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya diurus oleh seorang perempuan (H.R. Al-Bukhari, 4425, VI/8)
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“…untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan...” (Q.S. al-Maidah/5: 48).
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ
Dirikanlah kalian shalat...(Q.S. al-Baqarah/2: 43)
لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً
…Jangan memakan riba yang berlipat ganda… (Q.S. Ali ‘Imraan/3: 130).
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (73)
"Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka jahannam. Dia itulah seburuk-buruk tempat kembali." (Q.S. at-Taubah/9: 73).
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ (17)
"Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (Q.S. al-Qiyamah/75: 17).
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (156)
…Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali (Q.S. al-Baqarah/2: 156).



Wednesday, March 7, 2018

Menolak Fanatisme: Catatan dari para Ulama

Sikap yang siap membela mati-matian golongannya disebut dengan sikap fanatik. Fanatisme membuat seseorang atau sebuah kelompok kehilangan objektifitasnya sehingga dengan mudah menyalahkan hingga mengkafirkan pihak lain. Kondisi umat muslim yang seperti ini justru berlawanan dengan nasehat para imam mazhab yang sebenarnya mereka bela mati-matian itu. Berikut ini teladan para ulama untuk tidak berlaku fanatik.
Imam Abu> H{ani>fah berkata:
إذا صح الحديث فهو مذهبي.[1]
“Jika sebuah pendapat itu benar, maka itulah pendapatku (yang aku ikuti)”
(T{a>hir Muh}ammad Ya’qu>b, Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r, Juz. I, h. 626)

هذا الرأي النعمان بن ثابت وهو احسن ماقدرت عليه. فمن جاء بأحسن منه فهو أولى بالصواب.[2]
“Ini adalah pendapat Nu’ma>n bin S|a>bit (Nama kecil Imam Abu Hanifah) yang menurut saya paling baik. Jika ada yang berpendapat lebih baik dari ini maka itulah yang lebih benar.”
Imam Abu Hanifah juga pernah ditanya “Adakah Fatwa anda ini sebuah kebenaran yang tak ada lagi keraguan padanya?” beliau menjawab “Demi Allah, aku tak tahu. Jangan-jangan malah kebatilan yang tak ada keraguan lagi padanya”

Ima>m Ma>lik berkata:

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ، أُخْطِئُ وَأُصِيبُ فَانْظُرُوا فِي رَأْيِي فَكُلَّمَا وَافَقَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ فَخُذُوا بِهِ , وَكُلَّمَا لَمْ يُوَافِقِ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ , فَاتْرُكُوهُ.[3]



[1]T{a>hir Muh}ammad Ya’qu>b, Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r, Juz. I, h. 626.
[2]T{a>hir Muh}ammad Ya’qu>b, Asba>b al-Khat}a’ fi al-Tafsi>r, Juz. I, h. 626.
[3]Abu> ‘Amr Yu>suf bin ‘Abdulla>h bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Ba>rr, Ja>mi’ Baya>n al-‘Ilm wa Fad}lihi, Juz. I (Cet. I; Saudi Arabia: Da>r Ibn al-Jauzi>y, 1414/1994), h. 775.

“Saya hanyalah manusia (pada umumnya), saya bisa salah dan saya juga bisa benar. Perhatikanlah pendapatku! Jika ia sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah maka ambillah, jika tidak, tinggalkanlah!”
(Abu> ‘Amr Yu>suf bin ‘Abdulla>h bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Ba>rr, Ja>mi’ Baya>n al-‘Ilm wa Fad}lihi, Juz. I (Cet. I; Saudi Arabia: Da>r Ibn al-Jauzi>y, 1414/1994), h. 775.)
Imam Malik pun menolak permintaan Khalifah Makmun (Dinasti Abbasiyah) dan Khalifah Manshur yang ingin menjadikan kitab Al-Muwaththa’ (kitab Imam Malik) sebagai satu-satunya kitab rujukan umat saat itu, untuk mengatasi perbedaan pandangan ulama saat itu. Imam Malik berkata “Wahai Amirul Mukminin, biarkanlah umat memilih pandangan yang relevan bagi diri mereka sendiri”
“Aku tidak akan memberi fatwa sebelum 70 ulama bersaksi bahwa aku ahli untuk memberi fatwa”
“Aku tidak memberikan fatwa sebelum aku bertanya kepada Rabi’ah dan Yahya bin Sa’id”
“Apabila para sahabat menghadapi masalah yang berat, maka mereka tidak akan memberikan jawaban sebelum mereka mengambil jawaban dari sahabat lainnya”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 24-25)
Ima>m Sya>fi’i>y berkata:
أجمع النَّاس على أَن من استبانت لَهُ سنة رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم لم يكن لَهُ أَن يَدعهَا لقَوْل أحد.[1]
“Umat manusia mnyepakati bahwa siapa yang pendapatnya jelas-jelas sesuai dengan Sunnah, maka tidak satupun orang yang mampu membantahnya.”
(S{a>lih} bin Muh}ammad bin Nu>h} bin ‘Abdulla>h Al-Fulla>ni>y, I>z} Humam U<r li al-Iqtida>’I bi Sayyid al-Muha>jiri>n wa al-Ans}a>r, (Beiru>t}: Da>r al-Ma’rifah, t.th.), h. 103.)
“Wahai Ibrahim, Jika hadis itu shahih maka itulah mazhabku, Janganlah ikuti setiap yang aku katakan. Hendaklah kamu mempunyai pandangan sendiri. Itulah agama.


[1]S{a>lih} bin Muh}ammad bin Nu>h} bin ‘Abdulla>h Al-Fulla>ni>y, I>z} Humam U<r li al-Iqtida>’I bi Sayyid al-Muha>jiri>n wa al-Ans}a>r, (Beiru>t}: Da>r al-Ma’rifah, t.th.), h. 103.

Ima>m Ah}mad bin Hanbal berkata:
لَا تكْتبُوا عني شَيْئا وَلَا تقلدوني وَلَا تقلدوا فلَانا وَفُلَانًا[1]
“Janganlah kalian mengutip sesuatupun dariku dan janganlah bertaqlid padaku maupun pada orang lain.”
(Abu> Al-Qa>sim Syiha>buddi>n ‘Abdurrah}ma>n bin ‘Isma>’i>l bin Ibra>hi>m Abi> Sya>mah Al-Dimasyq, Mukhtas{ar al-Mu’ammil fi al-Radd ila al-Amri al-Awwal (Kuwait: Maktabah al-S}ah}wah al-Isla>miyah, 1403), h. 61.)
“Janganlah Ikuti Aku dan jangan pula ikuti Malik, Awza’i, Abu Hanifah, dan lain-lainnya. Tentukan hukum dari sumber yang mereka gunakan, yaitu Qur’an dan Sunnah”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 23)
Dari sini terlihat bahwa para imam mazhab tidak menginginkan agar orang-orang bersikap fanatik dengan pendapat mereka.[2]
Ibnu Hajar Al-Haitami berkata:
“Mazhab kami benar, tapi mengandung kekeliruan, mazhab yang lain salah, tapi mengandung kebenaran”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 25)
Imam Sayuthi berkata:
“Ketahuilah bahwa ikhtilaf berbagai mazhab di kalangan umat Islam adalah nikmat besar dan anugrah yang agung. Di dalamnya tersembunyi rahasia mulia yang diketahui oleh orang-orang yang mengerti dan tidak disadari oleh orang-orang yang jahil”
(Jalaluddin Al-Sayuthi, Ja>zil al-Mawa>hib fi> Ikhtila>f al-Maz\a>hib)- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 26)
Grand Syekh Al-Azhar, Mahmud Syaltut pada 1950 menggagas proyek Al-Taqrib Bayna al-Maz\a>hib


[1]Abu> Al-Qa>sim Syiha>buddi>n ‘Abdurrah}ma>n bin ‘Isma>’i>l bin Ibra>hi>m Abi> Sya>mah Al-Dimasyq, Mukhtas{ar al-Mu’ammil fi al-Radd ila al-Amri al-Awwal (Kuwait: Maktabah al-S}ah}wah al-Isla>miyah, 1403), h. 61.
[2]Taqiyuddi>n Abu al-‘Abba>s Ah}mad bin ‘Abdul H{ali>m bin Taymi>yah Al-H{ara>ni>y, Majmu>’ al-Fata>wa>, Juz. VI, (Madi>nah: Majma’ al-Malik Fahd, 1416/1995), h. 216


Risalah Amman tahun 2005 (9 November 2004). Lebih dari 200 ulama muktabar, dari 50 negara sedunia. Termasuk Mufti Mesir, Ali Gomaa dan Grand Syekh Al-Azhar Muhammad Sayyid Thantawy.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 27)
Buya Hamka ikut berdiri saat pembacaan maulid di Masjid As-Sa’id – Menyebut kisah Imam Syafi’I yang tidak qunut di Masjid Imam Abu Hanifah.
Abu Bakar Atjeh: Mazhab adalah suatu alat untuk melakukan ibadah, alat apapun selama untuk mendekatkan diri kepada Allah maka dipebolehkan. Beliau pernah ditanya, “Sebagai Alim dan ahli sejarah, anda mbermazhab apa? Beliau Menjawab” Mazhab saya adalah Al-Qur’an dan Sunnah”. Anda bukan Syafi’i? . “Kalau Syafi’I menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah, maka saya bermazhab Syafi’i. Anda bukan Syi’ah?”Jika Syi’ah menggunakan Al-Qur’an dan Sunnah maka saya bermazhab Syi’ah”
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 28-29)
Jika mengacu pada Al-Qur’an dan Sunnah, Ushuluddin harus mengakui tiga hal; 1) Tauhid 2) Nubuwwah 3) Kiamat
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 36)
Segala sesuatu yang tidak memiliki hubungan langsung dengan Tuhan, utusan dan hari kiamat adalah persoalan furu’
(Al-Ghazali, Fayshal al-Tafriqah bayna al-Islam wa al-Zandaqah. Ed. Sulaiman Dunya, (Kairo, 1961, h. 201)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 40)
Imam Ja’far Al-Shadiq (Imam ke-6) adalah guru dari Imam Abu Hanifah
Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Syafi’I meriwayatkan dari imam-imam Syi’ah (Imam Ja’far Al-Shodiq dan imam-imam sebelumnya
Salah satu guru Imam Syafi’I adalah Abu Ishaq bin Muhammad bin Abi Yahya Al-Aslamy, yang merupakan tokoh Syi’ah dan murid Imam Ja’far Al-Shodiq (Ibnu Hajar Al-Asqalani/Tahzib al-Tahzib)
Imam Ahmad bin Hanbal memuji Aban bin Tughlab bin Rabah yang digelari Abu Sa’id Al-Bakri Al-Jariri (Ulama Syi’ah, murid Imam Ali Zainal Abidin (Imam ke-4), Imam Muhammad Al-Bagir (5), Imam Ja’far Al-Shodiq (6)] sebagai seorang yang benar ucapannya dan tinggi adabnya. Hadis riwayatnya beserta murid-muridnya (Musa bin ‘Uqbah Al-Asadi/w.141 H), Hamad bin Zaid Al-Azadi (w.197 H), Syibah bin Al-Hajjaj, Sufyan bin ‘Uyaynah, Muhammad bin Khazim Al-Tamimi (w.195 H). Hadis riwayat mereka banyak dikutip dalam kutub al-sittah,
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 56-57)
“Janganlah dikira kami ingin mengingkari kebajikan khalifah-khalifah itu dan sekian jasa mereka terhadap Islam, yang pada hakikatnya tidak dapat diingkari oleh orang-orang yang tak tahu diri, dan Alhamdulillah kami bukan orang yang demikian. Kami bukan pencaci atau pencerca, melainkan kami orang-orang yang pandai berterima kasih atas kebajikan, dan menutup mata atas kesalahan sambil berkata:” mereka itu adalah kelompok yang telah lalu, akan mendapatkan pahala dari hasil usaha kebajikan mereka, serta dosa atas kesalahan mereka, dan Allah yang Maha Memberi Perhitungan. Bila dia memaafkan, maka itu karena anugrah Allah-Nya, dan bila Dia menghukum maka itu adalah atas keadilan-Nya.”
“Saya tidak berkata bahwa sahabat-sahabat lain yang lebih banyak dan bukan termasuk kelompok kecil itu, bahwa mereka telah melanggar perintah Nabi dengan mengabaikan petunjuk beliau. Sama sekali tidak! Kita berlindung kepada Allah dari menduga mereka dengan dugaan-dugaan yang jelek. Sedangkan mereka itu adalah orang-orang terbaik di atas muka bumi saat itu. Boleh jadi tuntunan itu tidak didengar oleh semua mereka atau mereka yang mendengar tidak menoleh kepada maksudnya. Sahabat-sahabat yang mulia itu lebih luhur, sehingga tidaklah dapat buih wahm (dugaan yang sangat lemah) menyentuh puncak maqam (kedudukan mereka)”
Syekh Muhammad Husain Kasyif al-Githa—Asl al-Syi’ah wa Usuluha--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 59)
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dari  Jabi bin Samurah:”Akan ada 12 Amir. Maka beliau menyebutkan kata yang aku tidak mendengarnya, ayahku berkata Rasulullah saw. bersabda: mereka semua dari Quraisy.
Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan 32 hadis dengan berbagai sanad dan matan
Imam Al-Turmuzi dan Abu Dawud Juga.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 65)
Majma’ Taqrib Bayn al-Mazahib (London, 1985) dipimpin oleh Ayatullah Mahdi Al-Hakim menyatakan bahwa Syiah mengakui kekhalifahan tiga khalifah secara de facto.
Fatwa Ayatullah Ali Khamenei untuk memuliakan sahabat dan istri Nabi saw, serta keharaman melecehkan dan mencela mereka.
Grand Syekh Al-Azhar. Prof. Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Al-Thayyeb menyatakan dalam kunjungannya ke Indonesia pada 2016:
“Memang terdapat sikap berlebihan. Namun, tidak semua Syi’ah dan tidak semua ulama mereka demikian (membenci dan mencaci sahabat dan istri Nabi saw.). Ketika saya berdialog dengan sejumlah tokoh mereka tentang mencaci maki sahabat. Ia mengatakan, Mereka bukan representasi kami”. Jika anda telaah buku Syiah klasik, anda tidak akan menemukannya. Mungkin anda akan menemukan kecenderungannya, tetapi mayoritas Syi’ah menghormati para sahabat.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 65-66)
“untuk memantapkan kekuasaannya, Muawiyah dan penguasa Umayyah menyebarluaskan paham fatalisme agar penganiayaan mereka dianggap ketentuan Allah.”
Syekh Abdul Halim Mahmud Al-Tafkir al-Falsafi fi al-Islam--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 66-67)
Sejarawan sepakat bahwa cacian dan penganiayaan terjadi di masa Umayyah dan Abbasiyah, khususnya para ahlul bait dan pecinta Sayyidina Ali. Mereka dicurigai berusaha merebut kekuasaan. Selama 80  tahun penguasa Bani Umayya memerintahkan para khatib untuk mengutuk Sayyidina Ali di mimbar-mimbar Jum’at dan majelis-majelis umum.
Dibalas orang Syi’ah hingga merembet ke para sahabat.
(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 67)
Imam Abu Hanifah dengan tegas berpendapat bahwa pemerintahan Bani Umayyah tidak sah karena tidak berdasar pada prinsip-prinsip Islam. Beliau membela Zaid bin Ali Zainal Abidin  pada waktu memberontak khalifah Bani Umayyah
Imam Abu Hanifah menentang Bani Abbasiyah dan meminta orang-orang membela Ibrahim Al-Imam dan Al-Nafs Zakiyah (putra Hasan) dalam memberontak Khalifah Al-Manshur
Mushtafa Muhammad Syak’ah, Islam bi laa Mazahib--(Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 68)
Imam Abu Hanifah pernah belajar 2 tahun kepada Imam Ja’far Al-Shodiq,
2 murid utama Imam Abu Hanifah juga belajar pada Imam Malik
Imam Malik adalah guru Imam Syafi’i
Imam Syafi’I murid dari murid Imam Abu Hanifah
Imam Syafi’I adalah guru Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Syafi’I mendukung Syi’ah Rafidhah di dalam pergerkana di masa Harun Al-Rasyid. Beliau berkata:
“Jika kecintaan pada keluarga Muhammad menjadikanku Rafidhah, maka saksikanlah wahai jin dan manuisa bahwa aku Rafidhah. Jika kami mengangungkan Ali , maka menurut orang bodoh, kami adalah Rafidhah. Tapi jika kami mengunggulkan Abu Bakar, maka kami dianggap pendukungnya. Kalau begitu, saya mash berstatus Rafidhah dan pendukung Abu Bakar. Saya akan terus menjalankan ajaran agama meski harus berjalan di atas pasir.’
(Al-Razi, Manaqib Imam Syafi’i)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 109)
Imam Abu Hanifah berkata: Saya tidap pernah melihat orang yang lebih faqih daripada Ja’far bin Muhammad
Imam Malik memuji Imam Ja’far dengan berkata: “Tidak pernah mata melihat, telinga mendengar, hati terketuk oleh seorang yang lebih utama dari Ja’far bin Muhammad, baik mengenai ibadah dan keluasan ilmunya.
Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya tentang sahabat-sahabat utama Nabi dan tak menyebut Sayyidina Ali. Ketika ditanya mengapa? Beliau menjawab bahwa Ali adalah Nabi itu sendiri.
(Asad Haidar, Imam Al-Shadiq wa al-Mazahib al-Arba’ah)-- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 109)
Imam Ja’far Al-Shadiq berkata: agama Islam adalah apa yang tampak dalam diri umat muslimpada umumnya, Syahadat zakat haji dan puasa di bulan Ramadhan.
Imam Muhammad Al-Bagir berkata: “Agama Islam dinilai dari segala yang tampak dari perbuatan dan ucapan, yakni yang dianut oleh semua firqah. Atas dasar itu, terjamin nyawa mereka, berlangsung pewarisan, pernikahan. Demikian pula, shalat, zakat, puasa dan haji. Dengan semua itu mereka keluar dari kekufuran dan dimasukkan ke dalam keimanan.
Imam Malik tentang Imam Abu Hanifah:” Aku telah melihat seorang lelaki yang seandainya anda meminta ia untuk menjelaskan bahwa tiang kayu ini adalah emas, niscaya ia mampu menegakkan alasan-alasannya.
Imam Syafi’I tentang Imam Abu Hanifah:”Semua orang ditanggung oleh lima orang, Siapa yang ingin mahir fiqih, ia ditanggung oleh Abu Hanifah”
Imam Syafi’I berkata: sungguh saya bertabarruk dengan Imam Abu Hanifah dan datang ke kuburannya setiap hari. Jika saya menghadapi masalah rumit, saya shalat dua rakaat lalu datang ke kuburannya untuk memohon kepada Allah agar memnuhi hajat saya, dan tak lama kemudian hajat itu terpenuhi.
(Al-Muwaffaq Al-Makki, vol.II)- (Umar Shihab, Beda Mazhab Satu Islam/Jakarta: Elex Media Komputindo, 2017, h. 110-111)
Imam Syafi’I tentang Imam Malik: “Aku tidak pernah menghormati seorangpun seperti penghormatanku pada Malik bin Anas”
“Jika bicara atsar, maka Imam Malik adalah bintangnya”
“Imam Malik adalah pendidikku dan guruku. Darinya aku menyerap ribuan pengetahuan. Tiada seorangpun yang lebih kupercaya mengenai agama Allah melebihi dirinya.Karenanya aku menjadikannya hujjah, antara diriku dan Allah.”
Imam Syafi’I menjadi murid Imam Malik sejak usia 13 tahun setelah proses yang rumit.
Imam Ahmad bin Hanbal tentang Imam Syafi’i:
“Demi Allah, ia adalah ahli hadis, diulang tiga kali”
“Imam Syafi’I adalah mujaddid abad kedua dan imam panutan generasi-generasi berikutnya”
Imam Syafi’I tentang imam Ahmad: “Aku keluar dari Baghdad, tidak seorangpun yang aku tinggalkan di dalam kota itu yang lebih tahu tentang fikih dari Ibnu Hanbal
“Ahmad adalah seorang imam dalam 8 perkara: hadis, fikih, bahasa, kefakiran, kezuhudan, wara’ dan sunnah”