Berjabat tangan antara pria dan wanita yang bukan mahram, merupakan
salah satu bentuk persentuhan antara kedua jenis kelamin ini. Ulama
berbeda pendapat menyangkut masalah ini. Ada yang membolehkan secara
mutlak, ada juga yang membolehkan dengan syarat, dan tidak jarang pula
yang melarang secara mutlak. Ini disebabkan tidak terdapat satu
keterangan yang tegas dan jelas untuk dijadikan dalil. Menurut Prof.
Ahmad Syarabashi, Guru Besar Universitas al-Azhar Kairo, dalam bukunya Yas’alûnaka Fî ad-Dîn wa al-Hayâh,
perbedaan pendapat itu lahir dari perbedaan pendapat mereka tentang
hukum menyentuh/memegang lawan jenis yang bukan mahram, apakah yang
demikian membatalkan wudhu atau tidak.
Perbedaan ini lahir dari pemahaman mereka terhadap QS. al-Mâ’idah
[5]: 6. Dalam mazhab Mâlik, sentuhan terhadap orang yang sudah balig
yang menimbulkan rangsangan syahwat, membatalkan wudhu. Mazhab Abû
Hanîfah menilai persentuhan tidak membatalkan wudhu, sedangkan dalam
mazhab Syâfi‘î persentuhan antara dua jenis yang bukan mahram secara
mutlak membatalkan wudhu.
Imam al-Qurthûbî, dalam tafsirnya tentang QS. al-Mumtahanah [60]: 12,
mengemukakan beberapa riwayat tentang jabat tangan pria dan wanita.
Antara lain, ‘Â’isyah ra. menyatakan, “Demi Allah, tangan Rasul Saw
tidak pernah menyentuh tangan wanita [yang bukan mahram-nya] sama
sekali, tetapi beliau membaiat mereka dengan ucapan” [HR. Muslim].
Akan tetapi, ada juga riwayat lain yang dikemukakan oleh al-Qurthûbî,
antara lain, bahwa ketika Rasul Saw selesai membaiat [mengambil janji
setia] seorang lelaki, beliau duduk di bukit Shafa, dan ‘Umar ra. berada
di bawah beliau. Nabi Saw membaiat para wanita dan Rasulullah tidak
berjabat tangan, tetapi ‘Umar ra. yang menjabat tangan mereka. Riwayat
ini dilemahkan oleh sekian pakar hadits. Ada riwayat lain yang
menyatakan bahwa ‘Umar ra. mengulurkan tangannya dari luar rumah dan
perempuan dari dalam rumah.
Ulama yang membolehkan sentuhan atau jabat tangan berpendapat bahwa
sikap Rasulullah tidak berjabat tangan itu bukan menunjukkan
keharamannya, tetapi kehati-hatian dan pengajaran bagi umat. Pada
hakikatnya, bagi kita di Indonesia, merapatkan kedua telapak tangan
sambil menghormat lawan jenis yang ditemui merupakan cara yang dapat
ditempuh bagi mereka yang menilai berjabatan tangan dengan lawan jenis
yang bukan mahram merupakan larangan agama.
Demikian, wa Allâhu a‘lam.
[M. Quraish Shihab, Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur'an]
Source : alifmagz.com